Anda tahu apa itu detoks? Ya, sebuah metode yang dipopulerkan sebagai sebuah cara membersihkan tubuh dari endapan kalori. Berbagai metode dan pengobatan atas nama detoks kini men jamur bak cendawan di musim hujan.
Pergilah ke toko obat atau buka akses internet ke toko online. Anda akan menemukan produk kesehatan yang memuji-muji detoks.
Apakah cara detoks ini benar?
Para ahli menggugat gagasan ini sebagai khayalan dan menegaskannya sebagai antidote dari gaya hidup.
Nyatanya, menurut Edzard Ernst, profesor kesehatan dari Exeter University detoks adalah mitos. Itu hanya konsep pengobatan palsu yang dirancang untuk berjualan.
“Mari kita perjelas. Hanya ada dua tipe detoks. Yang baik, dan tidak,” katanya, seperti dilansir dari The Guardian. Detoks yang baik, merupakan pengobatan untuk mereka yang terjebak dalam pengaruh dan ketergantungan obat-obatan.
“Yang kedua, hanya sekadar kata-kata yang dibajak para pengusaha, penjual obat, maupun penipu yang mencoba menjual metode yang diduga bisa membersihkan tubuh dari racun yang Anda akumulasikan,” ujarnya.
Konsep soal racun yang terakumulasi itu sendiri, lanjut Ernst, harus diperjelas. Jika memang betul racun dibangun dalam tubuh dan tidak bisa dikeluarkan sampai detoksifikasi dilakukan, setiap orang akan meninggal dengan cepat. Atau setidaknya, butuh pengobatan serius seumur hidup.
“Tubuh yang sehat punya ginjal, hati, kulit, bahkan usus yang melakukan detoksifikasi seperti kita berbicara,” kata Ernst menerangkan.
Ia melanjutkan, tidak ada metode lain, bahkan detoks lewat obat-obatan atau lainnya, yang bisa membantu mekanisme tubuh itu untuk bekerja lebih cepat.
Kebanyakan ‘penjual’ obat menggadang-gadang racun tubuh. Namun tetap saja, kata Ernst, tidak jelas racun apa yang dimaksud. Jika ada namanya, racun bisa diukur, sebelum dan sesudah detoks agar bisa diukur efektivitasnya.
Tahun 2009, sekelompok ilmuwan dari lembaga amal Inggris, Sense about Science menjajal lima belas produk yang dijual di pasaran dan mengklaim sebagai detoks. Mulai suplemen diet, smoothies, sampai sampo.
Saat ditanya pembuktian dan efek sampingnya, tidak satupun dari perusahaan itu yang bisa menjelaskan soal detoksifikasi, juga soal racun tubuh.
Ernst mengatakan, siapapun bisa menjajal detoks diet lewat yoga, pijat, garam mandi, masker wajah, kantung teh, tablet, bahkan sisir atau sampo. Dalam tujuh hari, berat badan akan berkurang. Tapi, tidak ada yang terjadi soal racun tubuh.
Turunnya berat badan itupun bukan karena detoks. Tapi memang karena ada diet, pengurangan makan, selama seminggu.
“Itu skandal. Eksploitasi kriminal kepada orang yang gampang dibohongi,” ujar Ernst.
Meski begitu, masih ada detoks yang baik. Yakni, detoks alkohol. Membiarkan tubuh tanpa alkohol, dikatakan Catherine Collins, ahli diet dari Rumah Sakit St George, tentu berdampak positif.
“Itu akan memberi kesempatan untuk memikirkan kembali kebiasaan minum Anda, jika memang terlalu banyak alkohol. Tapi bahwa detoks adalah gagasan untuk membersihkan hati, itu konyol,” katanya.
Detoksifikasi atau detoks adalah proses alami tubuh untuk mengeluarkan racun yang dihasilkan dari fungsi biokimia melalui usus, hati, ginjal, paru-paru, kelenjar getah bening, dan kulit.
Cara detoks yang benar adalah dengan berpuasa yang juga dilakukan dengan benar.
Untuk membuang racun dalam tubuh selain dengan cara berpuasa yang benar, juga dengan melakukan dua metode detoksifikasi yang paling banyak direkomendasikan sejumlah ahli kesehatan alami ataupun klinik-klinik puasa di negara-negara Barat.
Water Fasting, yaitu puasa hanya minum air putih yang disuling. Juice Fasting, yaitu puasa hanya dengan minum buah atau sayuran segar yang dibuat jus.
Detoks yang benar adalah solusi untuk memberi tubuh nutrisi yang tepat dan memberi kesempatan tubuh lebih leluasa melakukan pembuangan.
Setiap metode detoks yang dilakukan pertama kali oleh seseorang, kata Andang, tentu saja akan menimbulkan reaksi pada tubuh. Reaksi pada tubuh ini seringkali cukup mengejutkan bagi para pemula yang baru melakukan metode detoks dan dianggap sebagai sebuah penyakit.
Dalam terapi pengobatan alami, reaksi ini biasa disebut sebagai “healing crisis” atau krisis penyembuhan. Bentuk reaksi dan kapan munculnya reaksi-reaksi ini tak sama pada setiap orang.