Laman situs “health news.com,” hari ini, Selasa 22 September 2015, menulis ajakan kepada pekerja untuk tidak pernah menunda mengambil rehat, dengan berlibur, disela-sela padatnya jadwal pekerjaan agar bisa “fresh” kembali.
Liburan, tulis “health news” merupakan jawaban dari kebosanan dan rasa “muak” terhadap pekerjaan dan juga bisa menghilangkan rasa sakit dari padatnya waktu kerja.
“Anda jangan membiarkan tubuh Anda digerogoti beban kerja yang tak pernah habis-habisnya. Anda harus lari dari kerjaa.. kerjaa… dan kerja,” tulis laman situs yang mengkhususkan tulisan untuk kesehatan pekerja.
Situs itu juga menuliskan hasil sebuah studi terbaru yang menemukan bahwa para karyawan yang sering mengambil istirahat singkat dan teratur di sela-sela bekerja lebih memiliki banyak stamina dan tidak mengeluhkan nyeri saat kembali bekerja.
Studi itu menemukan pula bahwa istirahat di sela-sela bekerja ampuh mengembalikan energi apabila para karyawan menghabiskannya dengan melakukan hal yang mereka senangi.
“Tidak seperti ponsel yang bekerja secara optimal hingga baterainya habis, manusia harus sering mengisi ‘baterai’ sebelum akhirnya tenaga mereka habis,” ujar Emily Hunter, profesor bidang manajemen di Hankamer School of Business, Baylor University, Amerika Serikat.
Selanjutnya, studi ini pun mengungkapkan kaitan antara beristirahat dan hasil penting yang dapat diperhatikan oleh karyawan, seperti kepuasan kerja yang lebih tinggi, berkurangnya kelelahan emosional, dan usaha yang lebih besar untuk melakukan tugas yang lebih besar.
Saat ini, ujar para peneliti, banyak karyawan yang menghadapi tekanan yang lebih besar dan jam kerja yang lebih panjang.
Saat ini di Amerika Serikat saja, hanya satu dari lima karyawan yang benar-benar beristirahat makan siang.
Hal ini merupakan temuan dari survei yang dihelat Right Management pada tiga tahun lalu terhadap seribuan orang karyawan di kawasan Amerika Utara.
“Hal ini disebabkan karena budaya perusahaan. Kalau Anda memiliki atasan yang tidak pernah mengambil jam istirahat, maka akan sulit bagi Anda untuk mengambil istirahat,” terang Christine Corbet, konsultan Right Management di New York.
Studi yang dilakukan oleh Hunter menemukan bahwa setelah istirahat sejenak di pagi hari di sela-sela bekerja, karyawan mengaku memiliki lebih banyak energi. Selain itu, mereka juga lebih termotivasi untuk kembali bekerja dan lebih mudah untuk berkonsentrasi.
Di samping itu, mengambil jam istirahat lebih cepat juga diasosiasikan dengan minimnya gejala-gejala gangguan kesehatan, seperti sakit kepala, ketegangan mata, dan nyeri pada punggung ketika para karyawan kembali bekerja.
Kesimpulan ini diambil setelah pengamatan terhadap para karyawan yang diminta mengambil dua kali istirahat di sela-sela bekerja.
Bagi perusahaan, saran tulisan “health news” harus menerapkan orientasi waktu kerja lebih fleksibel.
Kondisi tersebut terutama dipengaruhi oleh perkembangan teknologi sehingga memungkinkan kita bekerja di mana saja tanpa harus berada di kantor
Menurut Sabeer Dasgupta, Chief Operation Officer InMobile Solution, penerapan waktu kerja yang fleksibel ini sebenarnya mendatangkan banyak manfaat untuk karyawan dan juga perusahaan.
Perusahaan tempatnya bekerja memang sudah menerapakan fleksibilitas waktu sejak tahun empat tahun lalu.
“Karyawan menjadi lebih efisien dan termotivasi untuk bekerja karena mereka bisa masuk kerja jam berapa pun. Ini bisa membantu mengurangi tingkat bolos kerja,” kata Sabeer.
Keuntungan lain yang dirasakan karyawan adalah bekerja produktif dengan suasana lebih nyaman. Mereka juga terhindar dari tekanan stres di kantor.
Kelonggaran waktu dalam bekerja ini ternyata juga mendatangkan komitmen yang tinggi terhadap tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan.
Meski demikian, ketidakhadiran secara fisik seorang karyawan di kantor, menurut Arvind Rongala dari Invesis Techonogies, bisa menyulitkan koordinasi.
“Kehadiran karyawan di kantor bisa membuat proses diskusi dalam mencari sebuah solusi bisa lebih cepat. Hal itu lebih sulit dilakukan jika jam kerja tidak sama,” katanya.
Kekhawatiran lainnya adalah kurangnya pengawasan terhadap karyawan. Ini bisa menyebabkan karyawan tidak menetapi tenggat waktu pekerjaan.
Menurut Sudipta Ray, Human Resources Manager sebuah perusahaan periklanan, jam kerja yang fleksibel memang tidak bisa diterapkan pada setiap bidang industri ataupun posisi.
Kelonggaran jam kerja ini pada umumnya ditemui di perusahaan yang bergerak di bidang kreatif atau media. Beberapa perusahaan yang menyediakan jasa konsultasi juga lebih memilih jam kerja fleksibel.
“Fleksibilitas dalam waktu bekerja bisa menimbulkan dampak positif terhadap pekerjaan, seperti mengurangi rasa persaingan antarkaryawan dan menghindari intrik politik di kantor,” jelas Sudipta.
Menurut Ray, fleksibilitas waktu kerja juga bisa menciptakan karyawan berbakat. Mereka adalah orang yang bisa melakukan manajemen waktu dengan baik serta tahu apa yang harus mereka raih untuk kemajuan kariernya.