Site icon nuga.co

Ini Dia Barisan Arsitek Legenda Dunia

Kalau Anda seorang profesional sejati  jangan menyalahkan masa lalu Anda yang pernah  gagal meraih indep prestasi  yang tidah cum laude kalah menempuh pendidikan di pergeruan tinggi.

Contohlah sederet arsitektur ini yang gagal meraih prestasi tertinggi di almamaternya namun kemudian menjadi legenda sebagai arsitek

Mereka tak pernah merasa  ciut atau kurang percaya diri saat mengemban predikat sebagai arsitek legenda.

Tahukah Anda bahwa Frank Lloyd Wright termasuk dalam arsitek legenda yang tidak memiliki gelar arsitektur?

Tak hanya beliau, masih banyak arsitek panutan dunia yang justru tidak menyelesaikan pendidikannya.

Namun, mereka justru membangun karirnya dengan cara masing-masing dan mungkin dirasa tidak lazim dalam dunia arsitektur.

Anda ingin tahu siapa saja sang  arsitek legenda yang ternyata tidak memiliki gelar arsitektur itu?

Pernah tahu tentang Frank Lloyd Wright?

Ya, sang arsitek ini memilih untuk meninggalkan pendidikannya dalam jurusan teknik sipil di University of Wisconsin, Madison setelah setahun mulai menjalaninya.

Lalu, ia pun pindah ke Chicago untuk menimbang pengalaman kerja sebagai asisten bagi arsitek J.L. Silsbee.

Di tengah karirnya Wright memutuskan untuk melamar kerja di Adler & Sullivan yang akhirnya menghabiskan kurang lebih enam tahun sebagai apprentice sebelum membuka firma arsitektur miliknya pada tahun 1893.

Dalam perjalanan karirnya, arsitek ini memang terkenal skeptis terhadap pendidikan formal arsitektur sesuai dengan observasinya pada tahun 1955,

Education, of course, is always based on what was. Education shows you what has been and leaves you to make the deduction as to what may be. Education as we pursue it cannot prophesy, and does not.

Ada lagi arsitek yang bernama  Louis Sullivan

Pada tahun 1872, arsitek Louis Sullivan tercatat diterima dalam Massachusetts Institute of Technology yang pada saat itu merupakan satu-satunya sekolah arsitektur di Amerika Serikat.

Namun, di akhir tahun yang sama ia memilih mundur dari sekolah dan memulai petualangannya dalam menjalani beragam program apprentice di firma arsitektur.

Walaupun demikian ia akhirnya kembali ke Chicago pada tahun 1875 hingga akhirnya bergabung dengan Dankmar Adler dan menjadi partner di masa mendatang.

Jangan pernah mengenyamping nama Mies van der Rohe

Dialah pencetus pemikiran Less is more ini mulai meniti pengalamannya dimulai dengan menggambar sketsa untuk outline ornamen pada arsitektur.

Saat ia berusia 19 tahun, ia pun bekerja untuk seorang arsitek namun akhirnya berhenti dan melanjutkan karirnya di bawah naungan desainer furnitur Bruno Paul.

Tak berhenti disitu saja, bakatnya menghantarkan Mies untuk bekerja bersama Peter Behrens sebelum akhirnya membangun karir pribadi miliknya sejak tahun 1912.

Ada lagi aristek Buckminster Fuller

Pencetus konsep geodesic dome ini ternyata pernah dua kali dikeluarkan dari Harvard University.

Dalam seminar pada tahun 1961, Fuller bercerita saat menjalani pendidikannya, ia merasakan adanya social gap akibat kondisi keuangan keluarganya yang berbeda dengan mahasiswa lainnya.

Inilah yang membuat ia panik dan menunjukkan performa buruk saat kuliah.

Ingat nama Le Corbusier

Saat remaja, arsitek berasal dari Swiss ini hendak meniti keterampilan terkait jam mengikuti jejak ayahnya.

Namun usai tiga tahun menjalani pendidikan di Ecole des Arts Decoratifs, gurunya justru menyuruh Corbusier muda untuk menjadi seorang arsitek hingga membantunya untuk berpartisipasi dalam proyek lokal pada masa itu.

Usai menjalani beragam program apprentice di berbagai negara di Eropa, termasuk bersama Peter Behrens di Berlin, Le Corbusier kembali ke kampung halamannya pada tahun 1912 dan mendirikan firma arsitektur miliknya.

Ini dia arsitek berkebangsan Jepan yang namanya sangat melegenda. Ya siapa lagi kalau bukan Tadao Ando

Dan siapa yang menyangka arsitek asal Jepang yang pernah meraih Pritzker Prize ini memulai karir profesionalnya sebagai seorang pentinju di Osaka, Jepang.

Namun akibat melihat kombinasi menawan antara matematika dan carpentry, ia pun mulai tertarik dengan dunia arsitektur.

Akibat kurang mampu untuk membiayai pendidikan formal di universitas maka ia bekerja keras dengan cara membaca buku, mengikuti kelas malam, hingga mengunjungi beragam macam gedung baik di Jepang dan negara lainnya.

Perjuangannya ini menghantarkan Ando dalam mendirikan firmanya pada tahun 1969 saat ia berusia 28 tahun.

Terakhir ada nama  Peter Zumthor

Peraih Pritzker Prize tahun 2009 ini dahulu kala berencana mengikuti jejak karir ayahnya sebagai pembuat kabinet di Swiss. Ia pun menempuh sejumlah pendidikan desain di Basel Arts and Crafts School dan New York’s Pratt Institute.

Walaupun demikian ia tak pernah secara formal menempuh pendidikan arsitektur dan tetap merasa bangga akan hal ini.

Exit mobile version