Site icon nuga.co

Ini Lho, Rahasia Sehat dan Bahagia Itu

Sebenarnya apa sih rahasia untuk bahagia dan sehat?

Profesor psikiatri Harvard, Robert Waldinger mengatakan rahasia itu tak ada hubungannya dengan ketenaran, uang atau sukses.

Dalam sebuah studi multigenerasi yang dimulai di Harvard delapan puluh enam tahun silam, ada dua grup diteliti: mahasiswa pria Harvard dan para pria muda dari keluarga kurang beruntung yang tinggal di lingkungan termiskin di Boston.

Lewat pemindaian otak, wawancara dengan subyek, analisis darah dan pemeriksaan kesehatan, studi yang berumur lebih dari tujuh puluh lima tahun ini menemukan kesimpulan cukup mendalam.

Kesehatan dan kebahagiaan itu ditentukan oleh relasi dengan orang lain.

Mereka yang lebih terhubung secara sosial ternyata lebih bahagia, lebih sehat dan panjang umur.

Kualitas itu lebih penting dari kuantitas ketika berhubungan dengan relasi. Kepuasan berhubungan dengan orang lain, menentukan kesehatan di masa depan.

Pernikahan penuh konflik berpotensi lebih buruk daripada perceraian. Sebuah “relasi yang baik bukan berarti tanpa pertengkaran”.

Ada masa naik turun tetapi komitmen, rasa percaya dan respek adalah kuncinya.

Kesepian itu berbahaya. Merasa kesepian dapat bersifat racun. Mereka yang terisolasi merasa kurang bahagia, kesehatannya cepat memburuk, fungsi otak memburuk cepat dan hidupnya pendek.

Waldinger mengingatkan kita untuk menyandarkan diri pada relasi, seperti kita bekerja sehari-hari karena hidup kita bergantung padanya.

Ia menyarankan agar kita berteman di kantor dan di luar kantor, menjaga hubungan baik dengan teman, keluarga serta orang-orang penting lainnya tak peduli betapa sulitnya itu.

Pasalnya, relasi itu sulit dan kompleks tetapi bikin hidup jadi panjang.

Berbahagialah orang yang sedang jatuh cinta atau yang hatinya penuh cinta. Pasalnya, cinta tak hanya menyehatkan mental tapi juga fisik Anda.

Cinta yang dimaksud di sini, bukan hanya cinta asmara antara pria dan wanita, tapi cinta dalam segala bentuknya. Inilah manfaat sehat cinta untuk tubuh Anda.

Cinta terbukti dapat menurunkan tekanan darah dan menurunkan level stres.

Studi sembilan tahun silam mengungkapkan, bahwa pasangan yang bahagia memiliki tekanan darah yang lebih rendah, dibanding pasangan yang terus-menerus bertengkar atau mereka yang single.

Ini tidak hanya berlaku untuk pasangan menikah.

Persahabatan yang akrab juga memberikan efek yang sama, menurut sebuah penelitian yang dimuat dalam Journal of Psychology and Aging.

Orang yang tidak punya banyak teman memiliki tekanan darah sistolik lebih tinggi dari orang yang punya banyak sahabat.

Sebuah studi yang dimuat dalam Journal of Health and Social Behavior menemukan bahwa pasangan yang baru menikah memiliki skor depresi lebih rendah dari mereka yang tidak menikah.

Tinggal bersama dengan orang yang Anda cintai, entah itu pasangan, teman atau kekuarga, juga dapat menurunkan risiko depresi, kata sebuah penelitian tahun sebelas tahun lalu.

Pasangan kadang membuat Anda marah.

Tapi percaya atau tidak, penelitian yang dilakukan oleh Wilkes University menyebutkan, pasangan yang saling mencintai terbukti lebih jarang berkunjung ke dokter.

Berhubungan seks minimal seminggu sekali juga terbukti dapat meningkatkan level IgA, antibodi yang bertugas memerangi virus atau bakteri penyebab penyakit dan membuat kita tetap sehat.

Hormon oksitosin juga mungkin membantu. Hormon ini banyak diproduksi oleh tubuh saat kita menyentuh atau mencium orang yang kita cintai.

Studi oleh National Longitudinal Mortality menemukan, pasangan yang menikah ternyata lebih panjang umur dari yang tidak menikah.

Risiko serangan sakit jantung pada pria menikah berkurang sebesar 50 persen dari pria tidak menikah.

Wanita dan pria yang memiliki pernikahan yang bahagia memiliki risiko terkena penyakit berat seperti diabetes, sakit jantung, paru dan Alzheimer, jauh lebih rendah dari mereka yang tidak memiliki hubungan kasih sayang dengan siapapun juga.

Selain itu, orgasme dengan orang yang Anda cintai juga mampu meningkatkan kualitas tidur, mengurangi rasa sakit dan risiko kanker prostat. Demikian menurut penelitian dari Harvard Medical School.

Exit mobile version