Site icon nuga.co

“Eungkot Paya”

Datanglah ke Lamlhom. Begitu selalu pesan banyak teman ketika mulai bersinggungan dengan haba nikmatnya gulai eungkot paya.

Gulai yang menjadi trending topic dalam daftar kuliner Aceh dan dicari di sudut donya mana pun oleh komunitas anak asoe lhok.

Eungkot paya Lhamlom memang beda dengan gulai ikan tawar di banyak warung nasi Aceh lainnya. Sebutlah misalnya gulai eungkot paya Lambaro, Peunayong ataupun Blang Bintang, untuk membandingkan beberapa lokasi tempat kuliner khas Aceh itu dijajakan.

Eungkot paya Lamlhon rasanya nendang. “Mak nyusssss banget, Pak,” ujar Mas Junie, teman saya yang orang Sunda menirukan jargon Bondan Winarno, tokoh kuliner nusantara, ketika akhir bulan lalu saya bawa ke sana,

Ataupun ketika saya takziah dengan seorang kawan lama untuk kongkow-kongkow yang sangat Aceh, komentarnya, “mangat ta…tat…lagoe“ begitu Teuku Darwin mantan Kakanwil Depkumham Aceh mengomentari untuk kemudian kunjungan ini terus berulang setiap kami bersua.

Bahkan dengan Basri Emka, mantan Pj. Bupati Calang, yang kami berdunsanak usai bakopi pagi di hari libur, kami menutup perjumpaan setelah menikmati eungkot paya Lamlhom. Dan sang dunsanak selalu berujar dengan kalimat yang sama, “lamak bana, sanak.” Semua komentar itu senada dalam arti. Eeeuueennaaakkk……

Gulai eungkot paya Lamlhom memang lamak bana. Kalau ingin merasakan sensasi awalnya hirup satu sendok kuah panasnya ketika dihidangkan pada kesempatan pertama. Selepas itu jalarkan taste-nya sampai ke syaraf perasa di batang otak. Pasti Anda atau siapapun akan berdecak dan meniupkan aromanya, haaaahhh……… dan biarkan ia merangsang selera dari rasa yang bercampur aduk antara pedas, asam, kelat dan pahit dari ujung lidah hingga menguap di kerongkongan.

Masakan Aceh memang terkenal dengan dua rasa yang dominan, asam dan pedas. Dominasi bumbu u-neule dan ketumbar di tambah oun teumerui dan serei pasti akan aduhai.

Rasa yang lahir dari bumbu cabe kering, kelapa gonseng yang digiling, halia, bawang merah, bawang putih dan disiram dengan santan nomor tiga. Semua rasa ini mengingatkan kita pada campuran masakan bernuansa India melayu muslim, yang dijuluki dengan masakan “mamak”, terutama populer di Malyasia, untuk membedakan masakan India dari komunitas hindu.

Nama gulai ini diambil dari ikan (eungkot) yang menjadi menu utamanya. Ikan yang hidup di rawa-rawa sawah semacam lele yang disebut seungkoe, gabus yang disebut bace ataupun sepat serta kruep. Tapi yang umum diperjualbelikan adalah lele dan gabus.

Khusus di Lamlhom gabus dan lele ini dicari yang terbaik. Lele misalnya, harus lele padi yang dibersihkan hingga putih dan hilang bau tanahnya. Dan di Lamlhom pula ada tambahan sayur dalam gulainya jantung pisang. Biasanya jantung pisang uak. Dan ada juga eungkot paya di tempat lain dicampur dengan nangka atau pisang kepok muda. Itu tergantung dengan tempat asal muasal penjualnya.

***

Lamlhom, sebuah kampung di kaki bukit, bertetangga dengan Desa Lampuuk. Datarannya lebih tinggi dari Lampuuk sehingga ketika tsunami menghabisi desa sekitarnya, Lamlhom tetap utuh.

Untuk bisa mencapai Lamlhom hanya tersedia dua jalan lintasan. Pertama dari arah Braden, kalau kita beranjak dari Banda Aceh. Lewat jalan negara yang lurus di desa itu setelah melewati Lampisang, belok kanan usai penjara atau sebuah rumah besar sebagai pertanda. Jalannya sedikit berbukit dan berkelok. Tapi cukup nyaman, karena lebar untuk ukuran jalan gampong di Aceh.

Dari arah ini kita terus menelusuri pendakian dan penurunan untuk kemudian sampai di perkampungan Lamlhom. Jaraknya kira-kira 8 kilometer dari pusat kota Banda Aceh. Persis di depan sebuah Sekolah Dasar (SD), yang bersebelahan dengan pasar kampung, hentikan kenderaan Anda tepat di depan toko dua pintu satu lantai. Langsung saja masuk. Itulah warungnya.

Kalau masih ada keraguan tanyakan saja ke orang yang berseliweran dengan bahasa Aceh, “pat warung eungkot paya (dimana warung ikan payau).” Beres sudah dan langsung di arahkan dengan telunjuk. Mudah kan?

Pilihan kedua untuk bisa menggapainya, sedikit agak jauh, lewat Lhoknga arah Lampuuk. Kalau dari arah sini perjalanan bisa mencapa hingga 20 kilometer. Tapi banyak kawan yang suka jalan ini sambil rekreasi dan agak mudah mencapainya. Kalau memilih lintasan ini dari Lhoknga kita harus menggapai terlebih dahulu gampong Lampuuk, dan persis di depan Masjid Raya yang selamat dari keruntuhan, dan pernah didatangi Bill Clinton pasca tsunami beberapa tahun lalu, kita belok kanan. Lurus saja hingga ke ujung perkampungan untuk kemudian belok kiri melewati sawah, serta sampailah di Desa Lamlhom.

Sebelum berangkat ke warung eungkot paya ini, camkan sebuah pesan dan tancapkan di memori. Datanglah tepat waktu antara pukul 11.00 – 12.30 WIB. Jangan pernah meleset. Kalau di luar jadwal itu, Anda pasti kecewa. “Hana le,” jawab pemilik warung dengan santai.

Sebelum tsunami warung ini menjadi favorit bagi pekerja PT. Semen Andalas Indonesia (SAI) dari tingkat direktur hingga portir berbaur di sana. “Kini masih ada satu dua orang SAI yang datang. Tapi tidak seramai dulu lagi,” kata pemiliknya.

Selain menyediakan eungkot paya warung nasi ini masih menyediakan pilihan gorengan udang tusuk lidi, ikan karang segala jenis panas-panas, dan sudah pasti tidak alpa sie kameng sebagai pelengkap.

Minumnya? Air kates sirup cap patung. Asyikkk…. Bayarannya? Sedikit mahal. Bawa saja pecahan Rp. 50.000. Kalau berombongan? Hitung saja perkaliannya. Kalau ramai hitungannya kan lebih enteng. Maklum borongan. Aahhh………, kalau nikmat, masalah bayaran bisa dikompromikan dengan kepuasan selera. []

Exit mobile version