Blogger makanan pasti tahu elitis-nya satoo restaurant. Sebuah tempat makan di hotel shangri la. Kawasan Sudirman.
Hotel shangri la dan satoo restaurant yang milik Robert Kuok. Orang terkaya di dunia versi forbes.
Kuok yang dulunya, menurut cerita, seorang office boy. Nama keren dari pelayan. Yang dulunya lagi disapa dengan pesuruh.
Kerjaannya disuruh-suruh. Seperti pesuruh di sekolah saya. Ataupun kantor ketika saya jadi sesuatu. Pesuruh yang manggut-manggut ketika membawa makanan dan minuman ke meja boss.
Itu dulu sekali. Sekarang si Kuok itu sudah jadi konglomerat. Punya duit seratus tujuh puluh delapan triliun kalau rupiahnya. Kalau dollar us-nya dua belas miliar lebih. Wuuiihh… kayanya.
Nama lengkapnya Kuok Hock Nien. Lahir di Johor Baru ketika negara itu masih bernama Malaya. Sembilan puluh sembilan tahun lalu.
Saya tak tahu bagaimana namanya bermutasi jadi Robert. Robert yang founder dan chairman dari shangri-la hotel and resorts. Waralaba yang tersebar di berbagai negara.
Termasuk yang di sudirman itu. Sudirman yang masih satu kawasan dengan tempat Bonge dan Roy, dua remaja, pembuat gaduh fashion week bermerek citayam. Gaduhnya nggak ketulungan. Hingga hari ini.
Kesitulah, ke sudirman itu. saya datang Sabtu siang di ujung pekan kemarin. Datang ke satoo restaurannya. Datang karena dipaksa. Membuat saya terpaksa. Karena di sana ada festival kuliner aceh. Kuliner indatu.
Kalau soal kulinernya saya pasti nggak akan menulis kata terpaksa untuk datang. Bukan itu. Tapi soal lokasinya. Elitis. Soal buffet dan seat menusnya. Harga porsi makanannya.
Soal harga ini, Anda dan saya mungkin tersedak, ketika meliriknya bill-nya. Bisa makan uenak sebulan di negeri naca kalau Anda pesan satu table. Yang satu porsinya lebih dari setengah juta rupiah.
Untuk itulah di Rabu pekan lalu ketika sang teman menelepon untuk duek pakat ke satoo restaurant saya bikin alasan. Kalau bahasa aneuk nanggroe dinamakan daleh.
Alasannya saya nggak mau ke satoo restaurant sepele. Risih mendelik kegesekan kartu debitnya yang memuncratkan kertas pembayaran. Anda tahulah kalau untuk empat orang makan di satoo. Dua pasangan suami istri.
Karena didesak terus dan ditambah dengan kata: “itu kan kuliner negeri lu” yah saya terpaksa. Terpaksa juga kala ia menjemput naik bmw super deluck. Ya sudah. Mau dikata apa.
Ketika kami datang suasananya meriah. Ada gerakan enerjik dari dinamisnya tarian saman. Tarian yang oleh unesco dijadikan milik dunia. Selain saman ada pameran foto. Pajangan foto kuliner aceh.
Saya menyambangi semuanya sebelum mulai berwisata kuliner dari satu petak ke petak lain. Petak kuliner sie reuboh, kuang belangong, ayam tangkap dan nggak cukup halaman ini kalau semua saya tulis. Khas aceh yang autentik.
Semuanya diracik dengan style master.
Maklum ajalah. Era sekarang kan harus ada style. Harus ada masternya kalau makanan. Anda kan maklum kehidupan sekarang banyak lonely-nya. Lonely traveling, kuliner, pelihara ikan koi dan tunda punya bini atau laki.
Itu mah lumayan. Yang lebih ekstrimnya kawin sesama jenis. Kalau yang terakhir ini saya nggak tahu harus menyebutnya. Kan mbeekk aja memuaskan dahaganya dengan lawan jenis.
Ya udah. Lupakan lonely style. Kembali ke kuliner Aceh di satoo restauran hotal shangri la. Hari itu hati saya berbunga-bunga. Pujian terhadap kuliner Aceh datang dari banyak komunitas. Dari teman yang membayar saya.
Kuliner yang tidak hanya mie Aceh. Tapi yang paling mencuri perhatian adalah sie reuboh. Sie reuboh yang terbuat dari daging sapi atau kerbau yang ada gapahnya untuk kemudian diracik dengan aneka bumbu.
Teksturnya lembut, rasanya gurih dan kaya rempah. Hari di satoo restauran saya jadi humas kecil-kecilan. Humas yang menjelaskan tentang sie reuboh.
Yang bahannya dari cabe rawit, cabe merah, cabe kering, lengkuas dan banyak lagi. Dimasak dengan cuka ijuk yang menjadi primadona jamuan dengan taste sensasi unik dan enak. Sie reuboh bisa bertahan berbulan-bulan.
Yang ketika saya menyaok-nya sang istri menyenggol lengan saya sembari membisikkan : kok bukan dimasak di belangong tanoh.
Saya tahu sie reuboh milik indatu di masak di belangong tanoh. Dipanasi setiap hari. Dan daging empuknya bisa dijadikan berbagai gulai maupun sie goreng.
Menu sie reuboh ini memang sangat khas aceh. Dijadikan menu perang. Menu ala do da ida. Menu “jak meu prang.” Seperti juga menu eungkot kayee kuah keumamah.
Selain sie reuboh ada menu ayam tangkap di satoo. Juga tak kalah lezat. Rasanya sedap dengan aroma daun kari Lainnya ada kerang masak kuah yang gurih dan sedikit pedas.
Semua lauk tersebut enak dimakan pakai beu gurih. Nasi ini terasa gurih lewat harum santan. Pas dinikmati dengan lauk daging berempah.
Selain itu ada menu lain, mulai dari gado-gado aceh, rujak dan sie itiek.
Tak ketinggalan dengan aneka dessert berupa kue-kue tradisional. Ada klepon yang lumer di mulut,dan ada timphan yang berisi pisang
Bahkan masih ada kue bhoi lembut, roti jala durian kinca, boh rorom. Terakhir juga bisa menikmati teh tarik yang dapat dinikmati dingin atau hangat.
Penyajian yang dituang berulang dari satu gelas ke gelas lainnya membuat tekstur minuman ini jadi tebal. Rasa manisnya cukup dengan aroma dan rasa teh yang kuat.
Bagi yang baru pertama kali mencoba masakan khas atau hanya pernah mencicipi satu atau dua makanannya, pasti akan kalap dan takjub dengan daftar menu yang disajikan.
Mulai dari appetizer sampai dessert, semua hidangan disuguhkan autentik dengan bahan baku bonafid yang dibawa langsung dari provinsi paling barat Indonesia tersebut.
Menjaga cita rasa khasnya, tim kuliner satoo berkolaborasi dengan pra pengusaha kuliner aceh di Jakarta
Belum lagi ragam sambal yang disiapkan, dari sambal merah, sambah pepaya, sambal teri, sampai sambal ganjo yang juga mengundang rasa penasaran. Semua punya porsi dan kekuatannyan masing-masing saat disantap berbarengan.
Begitu juga dengan pilihan martabak dan roti canai original atau manis yang melengkapi sensasi dimakan
Saya memberikan jari jempol untuk kolaborasi tim kuliner satoo dengan para pengusaha kuliner aceh di jakarta
Dalam kesempatan santap malam tersebut, hadir juga selebritas seperti Teuku Wisnu dan Shireen Sungkar serta Jeremy Thomas yang sama-sama memiliki darah Aceh.
Mereka pun terlihat bernostalgia atau melepas rindu dengan beragam jenis masakan yang disajikan.
Pun dengan ragam variasi sajian yang ditawarkan, seperti kue-kue tradisional yang pas dijadikan dessert. Kami mencoba roti jala durian kinca yang mirip adonan pancake dengan kuah durian yang lezat
Tak ketinggalan timphan atau kue dengan isian pisang yang lezat. Timphan di satoo tentu nggak sama dengan thimpan yang sumur minyak andaman milik primeir oil. Yang sana nikmatnya gepok duitnya. Sedang disini huuh…
Semuanya semakin nikmat saat didorong dengan minuman terkenal khas Aceh seperti teh tarik. Atau bagi pecinta kopi, tersedia berbagai minuman seperti kupi saring.
Kupi saring bak permainan tik tok ala nanggroe kopiah meuketub.