Harga jual emas batangan milik PT Aneka Tambang Tbk, atau Antam, hari ini, Senin pagi WIB, 12 Oktober 2015, ambruk sebesar Rp 11.000 per gram menandai terpuruknya perdagangan emas di New York yang mengisyaratkan terjadinya krisis permintaan terhadap logam mulia ini.
Pada pembukaan perdagangan di pusat penjualan emas milik Antam, Pulo Gadung, Jakarta Utara, harga emas yang dijual perusahaan plat merah ini terjungkal Rp 11.000 dan kini berada di posisi Rp 557 per gram.
Para pengamat perdagangan emas menyebut kejatuhan harga ini dengan sebutan, gila!!
Penurunan ini juga diikuti harga pembelian kembali atau buyback Antam sebesar Rp 1.000 per gram menjadi Rp 499 ribu per gram.
Artinya, jika Anda menjual emas yang dimiliki maka Antam akan membelinya di harga Rp 499 ribu per gram.
Saat ini, Antam menjual emas dalam berbagai ukuran dan hingga satu jam setelah pembukaan masih tersedia.
Mengingat tingginya animo masyarakat, transaksi pembelian emas batangan yang datang langsung ke Antam dibatasi hingga maksimal seratus lima puluh nomor antrean per hari.
Di pasar global, Senin pagi ini, harga emas kembali bergerak ke level yang lebih rendah dengan bergerak menuju kerugian terbesar dalam satu minggu.
Pergerakan emas berjangka memperpanjang penurunannya dalam waktu kurang dari lima belas menit sehingga mengurangi permintaan untuk logam emas sebagai aset alternatif.
Dolar sempat jatuh ke kisaran terendah dalam tiga minggu terhadap mata uang utama lainnya karena sentimen greenback masih tetap rentan menjelang rilis data klaim pengangguran AS dan risalah pertemuan kebijakan terbaru Federal Reserve.
Dalam rilis risalah mengatakan bahwa pembuat kebijakan The Fed mengakui ada kemungkinan bahwa risiko penurunan kegiatan ekonomi telah sedikit meningkat dan ada kekhawatiran bahwa inflasi akan terseret lebih dalam.
Namun, risalah juga menunjukkan bahwa kenaikan suku bunga the Fed pada tahun 2015 masih dapat dan mungkin dilakukan yang akhirnya mendorong dollar bergerak ke atas dan membebani harga emas.
Seperti yang telah diperkirakan, reaksi pasar pada awal meeting minute pada hari Kamis terlihat Dolar AS bergerak turun, sementara itu harga emas dan pasar saham bergerak rally.
Setelah berita selesai dicerna akhirnya dolar mengupas kerugian serta mulai pulih dan membuat harga emas mengalami tekanan dikarenakan keuntungan yang stabil terlihat pada saham.
Index saham S & P 500 mempertahankan keuntungan dan terus melakukan rally tak lama setelah risalah meeting minute di rilis.
Untuk saat ini dan dalam beberapa minggu atau bulan mendatang, dolar, pasar saham dan emas akan memerlukan informasi ekonomi lebih lanjut yang berkaitan dengan waktu kenaikan suku bunga the Fed untuk menemukan beberapa sinyal yang lebih jelas terkait waktu yang tepat untuk suku bunga.
Diakhir pekan lalu, sebelum ditutup melemah, harga emas sempat bergerak reli pada perdagangan seiring harapan pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat telah melemahkan dolar AS.
Hal itu mengangkat daya tarik investasi logam termasuk emas. Harga emas untuk pengiriman Desember naik satu persen dan merupakan kenaikan tertinggi di divisi Comex sejak 21 Agustus 2015.
Pada Kamis waktu setempat, The Federal Open Market Committee telah merilis hasil pertemuan bank sentral AS pada pertengahan September 2015 yang menunjukkan kalau bank sentral AS mempertahankan suku bunga.
Investor menafsirkan rilis hasil pertemuan bank sentral AS itu sebagai bukti lebih lanjut kalau suku bunga AS akan tetap menahan suku bunga hingga akhir tahun ini.
“Kekhawatiran inflasi ditambah ekonomi global melambat memberikan The Fed lebih banyak ruang untuk menahan suku bunga hingga akhir tahun,” ujar Adam Koos, Presiden Direktur Libertas Wealth Management, seperti dikutip dari laman Marketwatch.
Hal itu juga mendorong indeks dolar AS melemah pada Jumat pekan ini. Pelemahan dolar AS mendukung harga komoditas logam termasuk emas. Dengan suku bunga rendah membuat portofolio emas menjadi lebih menarik.
Selain itu, harga emas juga menjadi lebih murah dengan dolar AS sehingga dapat mendorong investor membeli dengan menggunakan mata uang kuat.
“Ada orang mencari, dan berpikir selama ketidakpastian dalam ekonomi global dan China maka akan membuat bank sentral AS harus menunda kenaikan suku bunga,” ujar David Govett, Analis Marex Spectron.