* Laga “Clasico,” Madrid Vs Barca 1-1
“NO problem,” teriak penyiar radio “Marca,” dengan suara tercekik, ketika Benzema, Oezil dan Ronaldo menggebrak pertahanan Barcelona di menit-menit awal babak pertama. Tanpa empat main pilarnya, tak ada pilihan bagi Real Madrid selain “gebrak” dan tutup dengan “full pressure” setiap celah pergerakan “starter” Barca, Messi dan Fabregas, serta hadang Iniesta untuk masuk ruang tembak lewat tika tikinya untuk menciptakan peluang gol.
Tak ada masalah bagi Jose Mourinho melakukan restorasi strategi lebih “dalam” untuk meniadakan kebebasan pergerakan pemain depan Barcelona dalam pertandingan leg pertama semifinal Piala Raja di Santiago Barnebeu, Kamis dinihari, dengan menciptakan garis demarkasi di “second line” pertahanannya.
Garis yang tidak hanya membuat Messi terkurung dan Iniesta terhambat, tapi juga memaksa Ronaldo untuk melakukan “overlapping” bagi mendorong Benzema lebih menusuk serta mendorong Oezil sebagai pelapis dan hasilnya laga “clasico” itu ditutup dengan hasil 1-1. “Angka maksimal,” tulis harian “Marca” dalam judul “teks kapital” yang sangat provokatif di halaman depannya, dalam edisi pagi harinya tentang kesudahan pertandingan.
Tak persoalan pula ketika di kesempatan pertama, usai membunuh akselerasi Barca, Mou mendorong Benzema, Oezil dan Cristiano Ronaldo melakukan “attack” yang eksplosif dengan mengeksplorasi lebih “keluar” pergerakan pemain tengahnya hingga ke sayap guna membuka jalan yang lebih lebar untuk bisa masuk dalam jarak tembak.
Sebuah pilihan strategi terbatas yang dimiliki Mourinho untuk meningkatkan kapasitas tim dengan melakukan taktik menekan di tengah keterbatasan pemain, setelah empat pilar timnya, Iker Casillas, Sergio Ramos, Pepe dan Di Maria absen dalam pertandingan “klasik” yang “glamour” dan sangat “prestiseus” di leg pertama semifinal Copa del Rey, Piala Raja.
Paling tidak itulah pilihan cemerlang Mourinho di babak pertama untuk menetralisir “superioritas” Barcelona lewat “team work” yang padan. Hasilnya, biarkan “Blaugrana” menguasai sebanyak mungkin bola, tapi “El Real memetik buah peluang gol lewat serangan baliknya yang anggun. Serangan yang sering menyebabkan kocar kacirnya Pique mengkoordinir blok pertahanan. Serangan yang sangat khas Mourinho, baik ketika ia di Chelsea maupun di Inter yang mengundang acungan puji dari kolegial pengamat..
Itulah kegeniusan Mourinho yang harus dicatatkan dalam pertandingan emosional “clasico” yang mengundang decak kagum. Pertandingan gengsi yang hanya bisa tersaji dalam drama Barnebeu yang apik dan menjadi tontonan menghibur sekaligus mendebarkan untuk dikenang.
Dan jangan pernah melupakan, bagaimana Mou melakukan perubahan strategi di setiap episode permainan sehingga mampu membungkam superioritas Barca. Strategi yang diiyakan oleh hampir seluruh pengamat sebagai jalan sempit yang harus diputuskan di waktu yang sempit pula. Dan itulah Mou dengan segala kontroversialnya yang angkuh, bermulut tajam, disamping kehebatannya sebagai peramu permainan berkualitas dengan “taste” yang sangat tinggi.
Pertandingan klasik yang dimainkan oleh kedua tim sepanjang perjalanannya melintas zaman, tidak hanya menguras energi tapi juga mengukuhkan eksistensinya sebagai laga terbaik yang sudah berumur satu abad. “Clasico,” kini, setelah berumur panjang menjadi tontonan terbaik dari dua terbaik dan terkaya di dunia. Dua tim yang memberi kontribusi pemain yang di susun FIFA dan menjadi rilis tahunannya beberapa waktu lalu di Swiss.
Barca menjadi tim terbaik dan Madrid sebagai tim terkaya. Posisi ini, bagi kedua tim, saling bertukar posisi untuk sebaliknya. Tidak hanya secara tim keduanya unggul, tapi dari koleksi penghargaan pemain terbaik pun keduanya saling bersaing. Lionel Messi, untuk keempat kalinya, di tahun 2012 menerima “Ballon d’O.” Penghargaan atas sebuah pengakuan tentang kehebatannya sebagai “starter” dan pencetak gol. Cristiano berada di urutan kedua. Gelandang serang Madrid yang ditransfer dengan harga selangit dari MU ini merupakan gelandang serang paling ekspolisif sekarang ini.
Persaingan kedua tim terbesar itulah yang kita isaksikan dalam “clasico part one” di Kamis subuh, yang disiarkan langsung oleh sebuah stasiun televisi, dan merupakan pembuka pertandingan klasik yang terus akan menjadi hiburan penggemar bola sepanjang tahun ini.
Clasico dinihari itu menyajikan pertempuran yang tak pernah berakhir hingga “last” menit, dan mengalpakan kantuk para penonton di tengah malam itu tanpa bisa mengedipkan mata menyaksikan aksi pemain kedua tim sampai wasit meniup peluit akhir dan pemain berhenti bergerak serta bola berhenti bergulir.
Jalannya pertandingan tidak hanya memukau, tapi membuat detak jantung berjalan cepat bersamaan dengan silih bergantinya serangan. Madrid memanfaatkan menit awal dengan mengambil keuntungan psikologis Barnebeu yang selalu mengecutkan nyali Barca. Dengan kualitas pemain yang “superior” seperti Xavi Alonso, Sami Khedira dam Modric di blok tengah, “El Real” memberanikan diri melakukan penetrasi ke selangkang pertahanan Pique.
Ronaldo, Oezil dan Benzema, terkadang harus berada dalam satu garis melengkung untuk mengurung gawang Jose Manuel Pinto. Catat saja berapa peluang yang tercipta. Dan catat bagaimana Karim Benzema, pemain asal Prancis dan anak migran Afrika Utara itu melakukan “soft ball” dengan menukar gerakan kaki kirinya untuk mendapat tendangan geledak. Sayang peluang itu menyamping di kanan gawang Pinto.
Jangan pula pernah mengabaikan peran Messi, yang malam itu, absen mencatat gol kelima puluhnya. Messi memang telah melakukan yang terbaik. Sebaik yang dilakukan Iniesta maupun Xavi. Juga sebaik Fabregas yang dengan elegan menaklukkan kiper lapis kedua Madrid, Diego Lopez, setelah menerima umpan Xavi yang disentuh Messi dan menjadikan Barca unggul 1-0 di menit ke-50 itu.
Madrid memang dalam tekanan pada paruh pertama babak kedua. Aliran bola bak air bah, dan ketiadaan Sergio Ramos membuka ruang pertahanan “Real” untuk ditukangi Messi. Madrid tertolong oleh kebaikan Barnebeu yang magis.
Madrid baru “mencuri” serangan yang intensitasnya sporadis di lima belas menit sebelum pertandingan usai, setelah bisa menetralisir serangan beruntun Barca. Lewat sebuah umpan panjang yang terukur ke mulut gawang Barca, Raphael Varane, anak gawang yang kini menjadi skuad inti Real melakukan “heading” dengan akurasi tinggi dan menjengkangkan Pinto 1-1. Sebuah angka yang belum selesai. Angka yang harus dituntaskan di Nou Camp bulan mendatang, dalam “clasico part two” yang oleh pengamat dikomentari sebagai “lucky factor” Barcelona.
Angka seri leg pertama ini telah mengurangi auman “madridista” di Barnebeu. Auman yang selama beberapa pekan terakhir ini membuat Mourinho terganggu. Auman yang disahut oleh media sebagai “perang” tertutup antara Iker bersama Ramos untuk “mengusir” Mourinho dari Madrid. Pengusiran yang sudah disampaikan ke Florentino Perez, sang “bossas” Real, dengan ancaman akan hengkang sebagian besar skuad Barnebeu bila “si special one” masih eksis di klub.