Evan Dimas Darmono, kini, bintang di “langit terang” sepakbola Indonesia usai mencatatkan “hattrick” ke gawang Korea Selatan, di Stadion GBK, dan mengantarkan “merah putih” menang 3-2, di laga penyisihan grup Piala Asia U-19.
Evan Dimas, malam itu, merupakan satu dari empat “stars” yang membuat degup jantung publik berdenyut “galau.” Ada Fatcu Rahman, Putu Gede, Maldini Pali, dan Evan Dimas sendiri. Dan Dimas-lah “bintang” dan sentra pujian dengan “passing” serta “shooting”nya yang sangat memukau dan akurasi tinggi.
Evan adalah kapten tim. Ia gelandang serang, dalam posisi “second striker.” Ia penyerang lapis kedua. Dalam posisi ini Evan mampu “membaca” akselarasi timnya dan tim lawan. Ia cermat menempatkan posisi di ruang kosong dan bergerak eksplosif ke jarak tembak.
Sebagai pemain dengan “intelegensia” tinggi, Evan merupakan personifikasi dari pemain Barcelona dalam umpan dan akurasi “passing cross.” Itu kecerdasan alamiahnya sebagai pemain.
Kecerdesannya ini yang membuatnya mampu bergerak landai di posisi luar dan dalam ruang sempit dan ruang lebar pergerakan tim. Untuk sebuah pertandingan, bagaimana pun hebatnya lawan, Evan mengunci pendapatnya dengan kalimat, “Semua bisa dikalahkan, kecuali Tuhan.”
Dalam posisinya itu, tak salah bila pengamat sepakbola memberikan aplaus untuknya. Pujian sama juga dilontarkan pelatih Korea, Kim Sang Ho. “Ia sangat aktif dan ada di mana saja,” kata Kim. “Tekniknya juga bagus.”
Bagi Evan, hat-trick ke gawang Korsel ini adalah yang kedua kali ia lakukan. Bulan lalu, ia memborong tiga gol ke gawang Thailand dalam laga Piala AFF. Tapi tiga golnya ke gawang Korsel adalah sejarah baru karena membuat Indonesia tampil di putaran final Piala Asia U-19 untuk pertama kali sejak tahun 2004.
Sebagai pemain berusia 18 tahun Evan pernah mengenyam klinik sepak bola di klub Barcelona. Ia pernah merasakan sentuhan pelatih Pep Guardiola. Itu dimasa kanak-kanaknya.
Dalam tampilan Indonesia di GBK, Sabtu malam, ada satu yang paling menonjol dari tim, “kepercayaan diri”.
Tim asuhan pelatih Indra Syafri ini bermain gemilang untuk mengalahkan Korea Selatan, juara bertahan dan telah memenangi Piala Asia U-19 sebanyak 12 kali.
Selain gelandang serang dari Persebaya 1927 di Liga Prima Indonesia tersebut, kiper Ravi Murdianto menjadi pahlawan dalam pertandingan. Ravi berhasil menepis tendangan salah seorang pemain Korea dalam kotak penalti Indonesia ketika lawan sudah berdiri bebas.
Evan dan Ravi bisa tampil gemilang karena mendapat dukungan dari rekan-rekannya yang tampil mengagumkan. Ini terbukti dari gol-gol dari Evan lahir dari kerja sama rapi yang melahirkan alur serangan enak ditonton.
Kolektivitas permainan juga ditunjukkan dengan dukungan aktif dari gelandang dan penyerang kepada rekan-rekannya di belakang saat mendapat serangan balik dari Korea yang sangat berbahaya.
Tim yang bisa disebut timnas U-19 ini, sebagaimana yang dikatakan pelatih Indra setelah pertandingan, membuktikan Indonesia bisa mengimbangi lawan-lawan yang sudah kelas dunia seperti Korea bila punya keyakinan tinggi.
Dengan meraih tiket langsung ke putaran final Piala Asia U-10, Indra mengatakan akan mencanangkan target baru saat tampil di Myanmar tahun depan. Tapi, mantan pemain PSP Padang ini belum mau menjelaskan targetnya lebih jauh. “Mari kita nikmati sukses ini lebih dulu.”
Sesuai janji pelatih Indra pada Jumat lalu, timnas U-19 bermain terbuka menghadapi Korea dengan mengandalkan kecepatan dua pemain sayap, Ilham Udin Armaiyn dan Maldini Pali. Beberapa kali mereka membahayakan pertahanan Korea yang dikomando kapten Lee Seunggyeom di awal pertandingan.
Misalnya, pada menit ke-5, Ilham lolos di sisi kiri pertahanan Korea dan tinggal berhadapan dengan kiper Lee Taehui. Sayang, kontrol pemain asal Maluku itu tidak lengket dan bisa diamankan Taehui. Ilham betul-betul menjadi ancaman bagi Korea. Dalam sebuah serangan balik cepat pada menit ke-30, ia lolos dari perangkap off-side Korea, lalu melepaskan umpan tarik ke kotak penalti. Bola disambar Evan Dimas dan membawa Indonesia unggul 1-0. Stadion penonton bergemuruh akibat gol tersebut.
Belum habis euforia penonton, Korea justru berhasil membalas di menit yang sama. Bek Hansamu Yama melanggar pemain Korea di kotak terlarang. Indonesia pun dihukum tendangan penalti. Seol Taesu yang menjalankan tugas tidak menyia-nyiakannya.
Usai kedudukan 1-1, hujan mengguyur Gelora Bung Karno semakin deras. Lapangan semakin becek dan mengganggu permainan kedua tim. Wasit pun terpaksa menghentikan pertandingan babak pertama pada menit ke-42 lantaran para pemain sudah sangat kesulitan mengontrol bola dalam genangan air.
Pada babak kedua, setelah lapangan normal, kedua tim kembali bermain normal. Korea mengganti kiper Lee Taehui dengan Lee Seongwon, sedangkan Indonesia masih dengan skuad yang sama.
Pada menit ke-49, stadion kembali bergemuruh setelah Evan mencetak gol kedua. Gol tercipta lewat akselerasi Maldini di sisi kiri pertahanan Korea. Melewati pemain belakang Korea, ia melepaskan umpan tarik kepada Evan yang tidak terjaga. Sekali kontrol, Evan lalu melepaskan tendangan keras yang tidak mampu dijangkau penjaga gawang Korea.
Korea berusaha mengejar dengan menggempur pertahanan Indonesia. Pada menit ke-82, mereka nyaris menyamakan skor ketika tendangan bebas dari sisi kanan pertahanan Indonesia membentur mistar gawang Indonesia.
Keasikan menyerang Korea justru kebobolan. Dari pergerakan di sisi kiri pertahanan Indonesia yang dilakukan Ilham Udin, ia melakukan kerjasama satu-dua, lalu melepaskan umpan tarik ke tengah, dan disambut tendangan mendatar Evan Dimas. 3-1 untuk Indonesia. Nama Evan pun dielu-elukan suporter yang hadir di stadion. Korea sempat memperkecil kedudukan di penghujung pertandingan, tapi Indonesia tetap unggul 3-2.