Site icon nuga.co

Apa Boleh Memilih Jenis Kelamin Anak?

Memilih kelamin anak?

Orangtua melakukan banyak upaya mengonsumsi vitamin saat berhubungan seks?
Apa iya.

Untuk itu teknologi akhirnya “angkat bicara.”

Dan teknologi dunia kedokteran pun memopulerkan program fertilisasi in vitro.

Hal ini menjadi perbincangan hangat apakah pasangan yang hendak menentukan kehamilan diperbolehkan untuk diberikan pilihan ini, dan apa konsekuensi jika melakukannya.

Dilansir dari berbagai sumber, selama bertahun-tahun, para dokter pun telah berdebat mengenai pertanyaan-pertanyaan seputar hal ini.

Tujuh belas tahun silam American Society for Reproductive Medicine, sebuah organisasi profesional, mengungkapkan bahwa sebaiknya penggunaan IVF untuk seleksi jenis kelamin tidak dianjurkan.

Tetapi tahun lalu, sebuah kelompok mendesak para dokter untuk mengembangkan kebijakan mereka sendiri apakah diperbolehkan atau tidak untuk menawarkan layanan tersebut di praktik mereka.

“Dari sudut pandang pribadi saya sendiri, saya tidak berpikir ada sesuatu yang tidak etis mengenai semua itu, namun hanya menjadi hal yang kontroversial,” kata Dr Mark Sauer, kepala divisi endokrinologi reproduksi dan infertilitas di Columbia University Medical Center.

Beberapa orang melihat bahwa IVF mengganggu proses alami.

Dokter pun merasa khawatir saat bayi IVF pertama lahir pada dua puluh delapan tahun silam

Beberapa protes keras masyarakat atas hal ini pun makin terdengar, terutama ketika berita kehamilan model Chrissy Teigen muncul.

Kegemparan terjadi ketika Chrissy Teigen mengumumkan bahwa ia memilih embrio perempuan untuk ditanamkan dalam rahimnya lewat proses IVF.

Dia mengaku kesulitan untuk hamil.

Kegemparan yang terjadi ini diakui disebabkan karena diduga ada banyak masalah yang mungkin terjadi. Tapi apa masalah utama yang membuat para ahli dan masyarakat umum dari pemilihan jenis kelamin?

Program IVF sendiri tidak menyatakan apa-apa tentang jenis kelamin embrio. Pada metode konvensional, dokter mengambil telur wanita dan menyuburkan mereka dalam cawan petri.

Setelah membiarkan embrio tumbuh selama beberapa hari, dokter melihat mereka di bawah mikroskop dan menanamkannya dalam rahim.

Namun, selama 20 tahun terakhir, perempuan dan pasangan semakin memiliki banyak pilihan untuk menambahkan langkah pemeriksaan untuk siklus IVF mereka, yang menentukan banyak tentang embrio, termasuk gender.

Lantas pada tiga tahun silam, enam persen dari prosedur IVF termasuk pemeriksaan pada penyakit tertentu.

Sebuah survei dari klinik di Amerika Serikat menemukan bahwa tujuh puluh empat persen menawarkan layanan tersebut.

Salah satu jenis pemeriksaan yang paling umum, dikenal sebagai genetika pra-implantasi atau PGS, melibatkan untuk mengambil satu sel dari embrio dan melihat kromosomnya.

Ini membantu dokter menentukan embrio yang paling layak dan mengesampingkan kelainan kromosom yang mempengaruhi kondisi seperti Down Syndrome atau Turner Syndrome.

“Mengacu pada semua jenis pemeriksaan adalah untuk mengetahui jenis kelamin juga,” kata Sauer.

Sauer menyerahkan keputusan itu pada pasangan apakah mereka ingin mengetahui jenis kelamin embrio atau, untuk memilih untuk menanamkannya.

Mereka tahu penawaran selanjutnya—itu bagian dari informasi utama ketika pasangan melakukan pemeriksaan—dan kebanyakan dari mereka ingin tahu jenis kelamin embrio dan juga ingin menentukan jenis kelamin untuk implan.

Beberapa dokter berpendapat bahwa memanipulasi embrio untuk melakukan pemeriksaan dapat menyebabkan “risiko intrinsik” ke embrio.

Meskipun kekhawatiran terjadi, saat ini memang belum ada bukti bahwa hal tersebut tidak aman.

“Tapi ketika Anda punya ‘jutaan’ bayi [yang disaring dengan cara ini], Anda akan kekurangan embrio tersebut dan Anda telah melakukan kerusakan pada embrio Anda,” katanya.

Sauer menambahkan, ada bukti yang berkembang bahwa IVF secara umum itu aman.

Sebuah studi tahun lalu melihat lebih dari satu juta reproduksi yang dibantu dengan teknologidan tidak menemukan bukti yang menyebabkan komplikasi, meskipun ada peningkatan laporan terjadinya nyeri pada ovarium atau efek samping lainnya.

Selain itu, langkah pemeriksaan ini dapat membuat kehamilan lebih aman.

Para dokter pun dapat melakukan yang terbaik untuk menentukan embrio yang paling layak, semakin besar kemungkinan tersebut, mereka dapat pula untuk menanamkan hanya satu embrio dan mengurangi “peningkatan kelahiran kembar,” kata Sauer.

“Di masa depan, mungkin akan menjadi standar praktik untuk menyaring setiap embrio.”

Sejauh ini belum ada bukti, setidaknya di Amerika Serikat, yang memberikan pilihan untuk memilih jenis kelamin pada anak mereka, yang juga dapat menyebabkan surplus anak perempuan atau laki-laki.

“Kita harus hadapi bahwa ada diskriminasi terhadap perempuan, tapi saya tidak merasakan dalam praktik reproduksi yang dibantu teknologi, setidaknya dalam pengalaman saya, ada bias besar terhadap satu jenis kelamin atau yang lain,” kata Sauer.

Ada kekhawatiran yang muncul, terutama di beberapa negara Asia, tentang masyarakat yang menilai anak laki-laki lebih dari perempuan.

“Tapi sampai batas tertentu ini bisa menjadi stereotip budaya,” kata Brendan Foht, Asisten Editor The New Atlantic, sebuah jurnal yang menerbitkan artikel oleh para ahli dan masyarakat umum tentang isu-isu bioetika.

Bahkan jika pemilihan jenis kelamin ini tidak mungkin condong pada rasio jenis kelamin di Amerika Serikat dalam waktu dekat, ada kekhawatiran filosofis umum bahwa orang tua seharusnya tidak memiliki tingkat kontrol atas anak-anak mereka.

“Pemilihan jenis kelamin ini merusak konsep cinta tanpa syarat dan kewajiban bercinta dengan syarat pada anak menjadi suatu masalah, dalam hal ini, anak laki-laki atau perempuan,” kata Foht.

Sauer tidak mengkhawatirkan bahwa pemilihan jenis kelamin akan mempengaruhi bagaimana orang tua mencintai anak mereka.

“Mereka hanya ingin memiliki kesempatan itu. Mereka mencintai anak-anak mereka.”

“Hal ini tidak seperti yang mereka pikirkan bahwa jenis kelamin lebih penting dari segalanya, tapi mereka berpikir, ‘Bukankah lebih baik untuk memiliki anak dengan gender ini?'” ucap Sauer.

Pemikiran semacam ini terjadi jika, misalnya, pasangan yang sudah memiliki tiga anak laki-laki dan ingin mencoba untuk memiliki anak perempuan, konsep ini disebut “keseimbangan keluarga.”

Saat ini, satu-satunya cara yang dapat diandalkan bagi orang tua untuk keseimbangan keluarga mereka dalam hal jenis kelamin anak-anak mereka adalah melalui program IVF

Meskipun mungkin sampai batas tertentu untuk memilih jenis kelamin menggunakan inseminasi intrauterine, dengan memisahkan sperma wanita dan laki-laki.
Ini adalah ilmu yang jauh kurang tepat.

Namun, ada kemungkinan tidak banyak pasangan yang secara khusus melaksanakan IVF agar dapat memilih jenis kelamin anak mereka. Tapi sulit untuk mengetahui hasilnya dengan pasti.

Klinik IVF tidak perlu melaporkan motif klien mereka.

Saat ini hanya ada sistem sukarela untuk klinik melaporkan tingkat keberhasilan mereka, dalam hal metrik seperti persentase kelahiran hidup, kata Foht.

“Ini adalah industri nirlaba, jadi jika pelanggan datang dengan beberapa keinginan istimewa untuk IVF, mereka mungkin tidak akan menolak mereka,” kata Foht.

“Namun demikian, beberapa rencana asuransi untuk mencakup IVF, serta pemeriksaan, dan dalam kasus ini itu bahwa mungkin ada kompetisi untuk sumber daya yang terbatas IVF,” katanya.

Sejumlah negara, termasuk Inggris dan Kanada, telah menempatkan larangan pemilihan jenis kelamin untuk “kegunaan sosial,” sebagai lawan bila digunakan untuk menghindari risiko penyakit terkait seks, seperti sindrom Fragile X, yang mempengaruhi anak perempuan.

Namun, ahli etika telah menentang larangan tersebut, dengan alasan bahwa pemilihan jenis kelamin tidak akan menyebabkan ketidakseimbangan gender dalam populasi.

Exit mobile version