Apa Anda, seorang pria, lelah dengan rutinitas sehari-hari dan berencana untuk ahli profesi sebagai pengurus rumah tangga?
Hidup santai tanpai deadline dan ditanggung oleh istri?
Ternyata, bapak rumah tangga bukanlah ide yang baik, meski perbuatan tersebut sangatlah mulia.
Sebuah penelitian mengungkapkan, menjadi bapak rumah tangga dapat meningkatkan risiko jantung, paru-paru kronis dan maag.
Dalam penelitian yang dimuat di Journal of Aging and Heath, tim peneliti yang telah mempelajari hampir seribu seratus pasangan suami istri selama tiga dekade, menemukan masalah kesehatan pada pria yang istrinya menjadi pencari nafkah utama.
“Pria yang dibesarkan dengan didikan bahwa merekalah yang harus jadi pencari nafkah utama, akan merasa gagal.”
“ Mereka juga bisa dibuat merasa tidak mampu oleh teman-temannya, keluarga, atau bahkan oleh istri dan anak-anaknya sendiri,” ujar Deborah Carr, profesor di Boston University, Amerika Serikat, mengutip Time of India.
“Stigma ini bisa menghancurkan rasa maskulin dan harga diri pria,” lanjutnya.
Studi menunjukkan, pria yang “ditumbangkan” dari posisi pencari nafkah utama, bisa jadi mencari pembuktian kejantanan mereka lewat cara-cara yang merusak diri, seperti merokok, minum alkohol, atau makan makanan tidak sehat.
Memiliki suami sebagai bapak rumah tangga, mungkin belum begitu akrab di telinga sebagian besar orang.
Sosok bapak rumah tangga ini juga tak jarang menimbulkan stigma negatif.
Malas bekerja, tidak giat mencari nafkah atau menggantungkan hidup pada sang istri merupakan beberapa stigma yang kerap menempel pada pria yang sehari-harinya hanya berada di rumah.
Anggapan tersebut tidak bisa dibilang keliru, karena pada dasarnya suami yang berdiam di rumah memang bisa memberi dampak negatif terhadap kelangsungan rumah tangga.
Beberapa psikolog pun memberikan penjelasannya.
Suami yang bekerja di rumah untuk mengurus anak dan mengerjakan tugas rumah tangga lainnya berpotensi memicu pertengkaran dalam keluarga.
Hal ini biasanya sering terjadi pada pria yang memang malas bekerja.
Karena sifat malas dan hanya ingin berleha-leha dirumah tanpa mau bekerja, tak jarang mengakibatkan urusan rumah tangga maupun anak-anak menjadi terbengkalai.
Untuk itu coba bicarakan terlebih dahulu jika suami Anda ingin memutuskan menjadi bapak rumah tangga, buat kesepakatan hal-hal apa saja yang menjadi tanggung jawabnya di rumah.
“Pertengkaran dan kemarahan seperti ini justru membuat pernikahan menjadi tidak bahagia, bisa sampai berujung perceraian karena tingkat kualitas pertengkaran yang sering terjadi
Rasa tertekan atau tersudutkan menjadi seorang bapak rumah tangga, terkadang sering memicu terjadinya bunuh diri.
Terlebih lagi pandangan masyarakat yang masih menilai bahwa bapak rumah tangga adalah pria yang malas bekerja dan membiarkan istri mencari nafkah untuk suami dan anak-anaknya.
Untuk itu dibutuhkan dukungan secara moril untuk bapak rumah tangga agar tidak melulu berpikir negatif dan mempedulikan omongan negatif orang lain.
Bapak rumah tangga terkadang sering terjadi karena beberapa alasan, salah satunya karena baru dipecat dari pekerjaan atau sakit yang berkepanjangan.
Dalam kondisi terpuruk dan tidak memiliki pekerjaan, tak jarang membuat pria merasa mendapat kesialan.
Terlebih lagi ketika dia merasa terbebani untuk mengurus anak, mengatur rumah tangga dan mengatur uang belanja yang umumnya lebih lumrah dilakukan seorang istri.
Dampak yang paling buruk terjadi untuk sebuah pernikahan adalah timbulnya perceraian. Biasanya terjadi karena istri yang tidak bisa menerima kondisi suami menjadi seorang bapak rumah tangga.
Kalau istri yang cerdas dan berpikir ulang memiliki suami seorang bapak rumah tangga dan tidak bekerja, untuk apa dipertahankan terkecuali suami bekerja di rumah baru bisa dipertimbangkan.
Kondisi suami yang tidak bekerja cukup berpotensi menyebabkan perceraian karena memicu meningkatkan frekuensi pertengkaran.
Ada beberapa yang tidak kuat dengan sering dan intens-nya pertengkaran sehingga menimbulkan pemikiran untuk bercerai