Pada dasarnya, manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan interaksi yang baik dengan orang lain untuk bertahan hidup.
Jika kebutuhan untuk berinteraksi tidak terpenuhi, kita cenderung terisolasi dari lingkungan sosial yang ditandai dengan merasa kesepian.
Fenomena ini dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang, dan secara tidak langsung juga mempengaruhi kesehatan fisik.
Merasa kesepian dapat memperburuk kondisi emosi seseorang sehingga memicu stress.
Tidak seperti stress pada umumnya, stress yang disebabkan kesepian cenderung bertahan lama dan selalu terjadi berulang saat seseorang sedang mengalami suatu masalah.
Stress kronis akibat merasa kesepian dapat menyebabkan kondisi depresi dan fobia sosial, bahkan meningkatkan kecenderungan seseorang untuk bunuh diri.
Seiring dengan pertambahan usia, seseorang orang yang mengalami kesepian akan lebih cepat mengalami penurunan fungsi kognitif.
Hal ini dikarenakan interaksi sosial juga berpengaruh terhadap cara kerja otak dan kekuatan memori, sehingga orang mengalami kesepian lebih berisiko mengalami penurunan fungsi pada sistem saraf pusat.
Suatu penelitian juga menunjukkan bahwa merasa kesepian meningkatkan risiko dementia sebesar enam puluh empat persen pada usia lanjut.
Ya, terlalu banyak menghabiskan waktu sendirian bisa jadi tidak sehat bagi perkembangan jiwa seseorang.
Bahkan sudah ada bukti bahwa efek psikososial dari kesendirian yang terlalu lama bisa berlangsung seumur hidup.
Tapi adakalanya orang memerlukan jeda dari keramaian sosialnya. Dan hal tersebut ternyata tidak selalu berarti buruk.
Hal ini diungkapkan dalam sebuah penelitian yang baru diterbitkan oleh seorang psikolog dari University at Buffalo.
Julie Bowker, sang peneliti, menemukan fakta-fakta bahwa tidak semua bentuk menarik diri dari lingkungan sosial terkait dengan hasil negatif.
Sebaliknya Bowker mengungkapkan jika kesendirian bisa berkaitan dengan hal yang positif seperti kreativitas.
“Ini soal motivasi. Kita harus memahami mengapa seseorang menarik diri dari sosial untuk memahami resiko serta manfaat yang terkait,” kata Bowker seperti dikutip dari Science Daily
Selama ini yang terjadi, jika kita menarik diri dari orang-orang di sekitar kita, maka kita akan kehilangan interaksi positif seperti menerima dukungan sosial, mengembangkan ketrampilan sosial serta manfaat lainnya.
“Ini mungkin mengapa ada penekanan pada efek negatif menarik diri dari lingkungan sosial,” jelas Bowker.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, ada perkembangan alasan mengapa seseorang menarik diri dari lingkungan sosial.
Dan penelitian yang melibatkan tiga ratusan peserta ini berhasil mengungkapkan bermacam motivasi yang mendasari seseorang menarik diri dari lingkungan sosial.
Beberapa orang menarik diri karena rasa takut atau cemas.
Tipe menarik diri ini terkait dengan rasa malu. Lainnya menarik diri karena mereka tidak menyukai interaksi sosial.
Tetapi beberapa orang menarik diri karena orang-orang ini menikmati menghabiskan waktu sendiri, dengan membaca atau mengerjakan sesuatu di depan komputer mereka.
Tidak seperti rasa malu dan menghindar, penelitian menunjukkan jika hal tersebut ada hubungannya dengan sesuatu yang positif yaitu kreatifitas.
“Meskipun seseorang lebih banyak waktu sendirian bukan berarti kemudian mereka antisosial. Mereka tidak menolak untuk berinteraksi,” jelas Bowker.
“Jadi mereka cukup berinteraksi dan ketika mereka sendirian, mereka dapat menikmati kesendirian itu. Mereka dapat berpikir kreatif dan mengembangkan gagasan baru,” imbuhnya.
Sementara menarik diri atas dasar malu dan menghindari sosial justru memiliki korelasi negatif terhadap kreativitas.
Bowker berpikir individu yang pemalu dan tidak menyukai interaksi sosial tidak dapat menggunakan waktu kesendiriannya untuk hal-hal yang produktif karena cenderung terganggu oleh kognisi negatif dan ketakutan mereka.
“Dengan temuan yang menghubungkan menarik diri dengan kreativitas, maka kami bisa katakan itu merupakan bentuk menarik diri yang berpotensi menguntungkan,” kata Bowker.