Disfungsi ereksi atau bahasa kasarnya impoten kebanyakan menyerang pria berumur.
Meski demikian, gejala gangguan seksual ini bisa berkembang pada usia yang lebih muda.
Efeknya, tidak hanya mempengaruhi kesehatan fisik tapi juga menimbulkan gangguan psikologis, seperti depresi dan kecemasan kinerja.
Banyak perawatan tersedia untuk mengatasi gangguan ini, baik secara langsung atau dengan mengatasi persoalan kesehatan tertentu yang menjadi pangkal dari gejala itu.
Dalam kondisi semacam ini, sering dianjurkan untuk memulai penanganan dengan mengatasi masalah yang mendasarinya.
Untuk diketahui, ereksi pada penis terjadi akibat mengalirnya sejumlah darah pada pembuluh darah di bagian penis, mengisinya sampai terisi penuh sehingga penis menjadi membesar dan mengeras.
Ada beberapa pria yang tidak dapat mengalami ereksi secara normal dan berujung pada kegagalan ereksi dan orgasme.
Disfungsi ereksi atau yang lebih akrab dikenal impotensi, adalah ketidakmampuan penis dalam mencapai kepuasan orgasme yang dilakukan dalam berhubungan seks.
Pria yang disfungsi ereksi sudah sudah pasti tidak bisa mencapai orgasme, tetapi pria yang tidak bisa orgasme belum tentu mengalami disfungsi ereksi.
Penis adalah pembuluh darah, bukan otot, karenanya jika aliran darah ke penis terganggu akibat penyakit tertentu ,maka orang tersebut kemungkinan mengalami gangguan ereksi atau impotensi.
Disfungsi ereksi adalah kelainan yang berkembang karena satu atau lebih penyebab di belakangnya.
Salah satu faktor signifikan yang berkontribusi terhadap masalah ini adalah usia.
Lalu, kita pun bisa melihat kecenderungan meningkatnya prevalensi disfungsi ereksi saat mengamati garis keturunan.
Saat memasuki fase andropause, defisiensi hormon testosteron yang beredar di dalam tubuh pun terpengaruh. Hal ini amat lekat terkait dengan faktor usia.
Andropause adalah kondisi pria usia tengah baya yang mempunyai gejala-gejala dan keluhan yang mirip dengan menopause pada wanita.
Lantas, orang biasanya akan berpikir bahwa kondisi disfungsi ereksi terkait dengan andropause tersebut.
Namun, pada kenyataannya, hanya sejumlah kecil kasus disfungsi ereksi yang disebabkan oleh kekurangan testosteron.
Dalam kebanyakan kasus, kelainan ini disebabkan oleh masalah medis lain.
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases melaporkan, banyak penyakit yang mendasar dapat menyebabkan gejala disfungsi ereksi.
Antara lain, penyakit yang mempengaruhi pembuluh darah dan jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, multiple sclerosis, penyakit ginjal, dan penyakit peyronie.
Penyakit peyronie adalah pengembangan jaringan parut fibrosa di dalam penis yang menyebabkan penis melengkung, dan membuat ereksi sangat menyakitkan.
Kemudian, jika penis, prostat, panggul, sumsum tulang belakang, atau pun kandung kemih bermasalah, maka mungkin juga berkontribusi terhadap disfungsi ereksi.
Belum lagi, cedera yang disebabkan oleh pengobatan yang diberikan untuk mengatasi kanker prostat. Hal ini pun mampu mempengaruhi fungsi ereksi.
Selain itu, faktor gaya hidup tertentu juga memegang peranan penting. Penyalahgunaan alkohol dan obat terlarang, serta penggunaan produk tembakau, kerap dikaitkan dengan gangguan ini.
Juga, tak bisa dilupakan, penyakit jiwa, seperti depresi, dapat mempengaruhi fungsi ereksi pria. Sebab sebenarnya problem disfungsi ereksi memang berawal dari dalam otak.
Ketika seorang pria menyadari bahwa ia tidak dapat mencapai ereksi saat menerima rangsangan seksual, hal itu akan terasa memalukan dan mempengaruhi harga diri.
Sayangnya, umumnya kecenderungan yang terjadi adalah muncul rasa panik, dan pria langsung memikirkan hal yang terburuk.
Padahal, tidak bisa mencapai ereksi yang keras, atau tak bisa mempertahankan ereksi, dalam waktu yang tidak setiap saat, terhitung relatif normal.
Nah, bila masalah terus berlanjut, maka itu kondisi itu barulah harus dianggap sebagai peringatan untuk pemeriksaan.
Jadi, jika seseorang tidak mampu mencapai ereksi atau mempertahankannya, atau tidak dapat mengalami ereksi hingga sulit melakukan hubungan intim, untuk waktu yang lama, barulah kondisi itu memerlukan atensi.
Sebaliknya, jika pria mengalami gejala ini hanya sekali sebulan atau sesekali dalam beberapa bulan, mungkin kondisi itu hanya karenahari-hari yang penuh tekanan.
Meski begitu, pemeriksaan umum ke dokter tetap merupakan langkah yang tak salah.
Rata-rata penyebab impotensi selain penyakitadalah perubahan gaya hidup, seperti merokok.
Sepertinya hampir semua orang tahu bahwa merokok bisa menyebabkan impotensi. Hal ini dikarenakan rokok melepaskan nikotin dan zat lainnya yang bisa menjadi penghambat pembuluh darah.
Jika pembuluh darah dalam tubuh terhambat, sudah pasti aliran ke penis pun akan terganggu yang bisa menyebabkan orang mengalami impotensi.
Sering minum minuman beralkohol juga dapat menyebabkan disfungsi ereksi, dikarenakan alkohol adalah zat depresan yang dapat memblokir kinerja saraf, sehingga menghambat komunikasi antar otak dan bagian tubuh lainnya, dalam kasus ini contohnya penis.
Inilah mengapa pecandu alkohol menderita disorientasi, karena pikiran mengalami kekosongan dan reflek gerakan kerja yang lambat.