ROKOK bahaya?
Siapa yang tidak tahu!!
Bukankah daftar penyakit dari yang ditimbulkan dari dampak “pembakaran” tembakau ini sudah umum diketahui. Jantung, tb, hipertensi, diabet , kanker, kerusakan janin dan lainnya. Daftar penyakit, yang disimpulkan oleh para ilmuan kesehatan sebagai perusak nomor satu organ tubuh dan menjadi penyebab pembunuh terbesar di dunia kesehatan.
Apakah dengan daftar panjangnya sebagai pemicu penyakit-penyakit “berkualitas” itu rokok akan dicampakkan orang sehingga menemukan sakarat dalam perdagangannya.
“Tidak. Rokok akan tetap eksis sebagai “kebutuhan” dengan segala resikonya Kebaradaannya bisa-bisa sampai dunia kiamat,” kata ahli ilmu kedokteran Syamsurizal dengan berseloroh.
Orang tidak peduli berapa juta manusia yang sudah terbunuhnya oleh kecanduannya. Ia akan tetap menjadi kontroversial di ranah konsumerisme dan tetap akan menggeliatkan perdagangannya. Generasi bisa berganti. Tapi rokok tak pernah mati dari kebutuhan manusia,” kata Syamsurizal yang menjadi pengamat paling getol untuk menjauhi pengaruh tembakau.
Kenikmatan rokok sebagai konsumsi hingga bisnis, pabrik dan petani tembakau bisa menimbulkan polemik yang tak akan pernah habis. Ikuti saja bagaimana Peraturan Pemerintah tentang Tembakau yang di“telantar”kan pengesahannya hingga empat tahun, sejak undang-undang kesehatan disahkan DPR, akibat tarik menarik kepentingan antar “stakeholder.”
Sebuah peraturan, setelah diberlakukan pun, tetap menjadi kontroversial hingga hari ini dan mengundang debat dan demonstrasi karena tersentuhnya kepentingan “rezeki” ditambah permainan duit yang digelontorkan produsen rokok.
Tahu berapa duit yang dikeluarkan pemerintah lewat jaminan kesehatan masyarakat untuk membiayai akibat penyakit yang ditimbulkan tembakau? Menurut catatan yang ada di Kementerian Kesehatan RI, biaya yang dikeluarkan oleh Jamkesmas untuk membayar pengobatan akibat tembakau sudah mencapai Rp 2,11 triliun dari seluruh dana jaminan kesehatan yang Rp.7, 4 triliun. “Bukan kecil,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Ben Mboi.
Menurut Nafsiah, yang sebelum diangkat menjadi menteri kesehatan sudah bergulat panjang dengan masalah penyakit masyarakat, dana besar yang sudah dibayarkan untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh rokok ini akan makin besar bila masyarakat tidak punya pilihan untuk berhenti merokok.
“Yang menikmati keuntungan dari konsumsi rokok adalah produsen, distributor dan pedagang. Penikmat dirugikan oleh pengeluaran dan derita penyakit,” katanya dengan nada serius.
Menurut data orang-orang kaya di Indonesia, pemuncak tertinggi diisi oleh pemilik pabrik rokok. Sebut saja Jarum, Gudang Garam, Bentoel dan Sampurna. Mereka menempati ranking teratas dari daftar orang terkaya di tanah air. Yang diuntungkan lagi oleh kehadiran rokok adalah biro iklan dan media yang menyiarkan atau memasang iklan rokok.
Sebagai pelindung masyarakat, terutama warga miskin dan tidak mampu, Jamkesmas tidak bersifat diskriminatif. Ia melindungi semua warga masyarakat yang sakit. Untuk penggunaannya harus benar-benar disadari oleh masyarakat sebagai pengobatan penyakit yang tidak dicaricari seperti akibat rokok. Paling tidak para perokok harus menjaga kesehatannnya dengan membatasi pemakaiannya dikaitkan dengan kondisi tubuh masing-masing.
Bagi mereka yang rentan terhadap dampak rokok hendaknya menghentikan penggunaannnya dan kembali ke jalur hidup sehat.
Dr. Kartono Mohamad, mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia, malah dengan ekstrim menganjurkan agar Jamkesmas tidak membiayai orang-orang yang sakit akibat merokok. Baginya, perokok dengan sengaja telah membeli penyakitnya dan harus pula membeli pengiobatannya. “Sehingga perokok tidak berhak mendapat biaya pengobatan Jamkesmas,” katanya.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2013 ini sedang melancarkan program pencatatan pasien yang terkena penyakit akibat rokok. Hasil dari pencatatan ini akan diumumkan pada akhir tahun untuk bahan kajian kebijakan penerapan peraturan penggunaaan tembakau dikaitkan dengan kampanye anti rokok agar bisa lebih diterima oleh masyarakat.