Populasi orang utan di Aceh makin mendekat pada kepunahan bersamaan dengan hancurnya “rumah” satwa bagi primate itu. Beberapa habitat orang utang kini terus menyusut bersamaan dengan dibukanya lahan perkebunan. Terakhir, yang paling dahsyat adalah hancurnya hutan gambut rawa Tripa yang menjadi “kandang” paling besar bagi binatang itu.
Kini, kawasan Leuser yang menjadi harapan terakhir bagi makhluk itu mulai diincar oleh petualang perusak lingkungan. Primata ini pun sangat tidak nyaman karena cakupan luas “rumah”nya terus dihancurkan.
Untuk menentang penghancuran rumah satwa itu sejumlah pegiat dan pemerhati orangutan di Aceh melakukan aksi damai di Bundaran Simpang Lima, pusat Kota Banda Aceh, dalam rangka menyambut hari peringatan satwa sedunia, Jumat 04 Oktober 2013..
Aksi ini juga sebagai bentuk keperihatinan terhadap jumlah populasi orangutan di Aceh yang semakin menurun setiap tahunnya.
“Penurunan (jumlah) orangutan di Aceh per tahunnya antara 40 sampai dengan 60 persen, tentu kondisi ini sangat ironis,” kata Ratno Sugito, Juru Kampanye Forum Orangutan Aceh siang ini.
Ratno menjelaskan, berdasarkan data survei terakhir di dalam Rencana dan Strategi Aksi Konservasi Orangutan Indonesia tahun 2009, populasi orangutan di Aceh sekarang hanya tinggal sekitar 6.000 ekor.
Padahal, di tahun 1990 jumlah orangutan Sumatera sebanyak mencapai 80.000, tahun 1995 ada sebanyak 12.500. Namun di tahun 2004 menurun menjadi 7.500. “Artinya jumlah populasi orangutan Sumatera sekarang telah hilang sebanyak 80 persen,” kata dia.
Dalam aksinya yang berlangsung selama satu jam, mulai dari pukul 10.00 wib tadi, mereka menggunakan replika wajah orangutan dan menenteng sejumlah poster kampanye penyelamatan orangutan. Melalui aksi ini mereka memberikan pemahaman kepada masyarakat Aceh untuk terus menjaga dan menyelamatkan orangutan yang kian mendekati kepunahan.