Anda percaya anak jangkung lebih cerdas dari anak yang pendek?
Sebuah studi terbaru membenarkan bahwa anak jangkung atau tinggi memiliki kecerdasan yang bagus.
“Ada keterkaitan antara tinggi tubuh dan kecerdasan seorang anak. Ada beberapa hasil riset yang menyatakan, anak yang tinggi cenderung lebih cerdas,” tulis laman situs “healthy.co,” Jumat, 09 September 2016 .
Riset dari Princeton University pada sepuluh tahun silam menguak anak-anak yang lebih tinggi memiliki hasil signifikan dalam tes kognitif.
Penelitian lain oleh tim dari University of Colorado menyatakan, orang yang pandai cenderung memilih pasangan dengan postur yang tinggi. Pasalnya, tinggi badan dan kecerdasan dinilai sebagai sesuatu yang menarik.
“Pasangan ini pun akhirnya memiliki keturunan dengan tinggi badan di atas rata-rata dan kecerdasan yang tinggi pula,” kata Matthew Keller, sang kepala riset.
Senada dengan riset di atas, Medical News Today mengupas penelitian yang dilakukan University of Colorado Boulder.
Dikatakan, orang bertubuh tinggi, sejak dulu dinilai lebih menarik dan memilih orang dengan IQ tinggi untuk dinikahi.
Hal ini disebut pleiotropy atau kecenderungan bahwa orang yang memiliki sifat lebih akan memilih menikah dengan orang yang juga memiliki sifat lebih dalam hal lain.
Alhasil, keturunan atau anak mereka selain bertubuh tinggi karena faktor genetik juga memiliki IQ yang lebih tinggi.
Riset lain, dari Universitas Bristol, Inggris, menyebutkan, anak yang tinggi memiliki kecerdasan lebih tinggi. Penelitian itu juga mengungkap, hubungan IQ dengan hormon pertumbuhan.
Riset dilakukan terhadap anak usia TK dan SD yang menjalani tes IQ dan diukur level Insulin Growth Factor dalam darahnya.
Hasilnya, terdapat hubungan antara IQ dan level pertumbuhan hormon, yakni anak yang pertumbuhan hormonnya tinggi memiliki tingkat inteligensi yang lebih baik.
Riset itu menyebut, kadar IGF atau hormon pertumbuhan dipengaruhi berbagai faktor seperti pola makan, genetik, dan psikologis.
Faktor ini berperan penting dalam berkembangnya organ-organ fisik dan psikologis anak. Riset tersebut juga menyebut, hal lain yang menyebabkan anak tinggi cenderung lebih pintar adalah faktor nutrisi dan stimulasi.
Setiap orang tua tentu ingin mempunyai anak yang cerdas dan sehat. Memberikan gizi yang optimal adalah salah satu caranya.
Namun sebenarnya apa saja faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak?
Ada banyak faktor yang mempengaruhi kecerdasan seorang anak termasuk di antaranya gizi. Bukan rahasia lagi, gizi yang baik adalah kunci kecerdasan bagi anak. Namun itu bukan satu-satunya.
Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi kecerdasan anak secara umum yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal merupakan faktor genetika, sedangkan faktor eksternal yang merupakan lingkungan, meliputi nutrisi, stimulasi, aktivitas fisik, dan upaya penjagaan kesehatan.
“Itulah mengapa ada anak yang mungkin gizinya kurang baik namun tetap cerdas,” kata dokter dengan sapaan akrab Tati ini.
Ia menjelaskan, meskipun dua faktor tersebut sama-sama berpengaruh, namun faktor internal yaitu faktor genetik memiliki kontribusi yang relatif kecil yaitu hanya sekitar lima persen.
Sedangkan faktor eksternallah yang berperan besar yaitu sekitar sembilan puluh lima persen.
Jadi bukannya mustahil kalau orang tuanya kurang cerdas, namun anaknya bisa cerdas.
Menyoal ungkapan, “jika ingin anaknya cerdas, ibunya juga harus cerdas”, ada benarnya.
Sebab, pada tubuh seorang ibu-lah anak “dititipkan” saat dalam kandungan.
Namun, bukan berarti ayah tidak berperan dalam membentuk kecerdasan bayi.
Ibu dapat membuat anaknya sehat dan cerdas pun tidak terlepas dari peran ayah yang menjaga istrinya saat mengandung. Dan tentu saja merawat anak saat anak sudah lahir.
Ingin anak Anda berprestasi di sekolah?
Biasakanlah mereka untuk selalu tidur tepat waktu setiap malam.
Hasil riset terbaru para ahli di Amerika Serikat menunjukkan, pola tidur yang teratur membuat anak-anak lebih cerdas.
Dibandingkan anak yang tidurnya tidak teratur, mereka yang istirahatnya selalu terjadwal memiliki kemampuan bahasa, membaca dan matematika yang lebih baik di sekolah.
Ini adalah hasil penelitian independen para ahli di SRI International yang melibatkan delapan ribu anak.
Salah satu kesimpulan yang dipaparkan dalam pertemuan Associated Professional Sleep Societies itu juga menyebutkan, anak-anak rata-rata tidurnya kurang dari sebelas jam setiap hari menunjukkan kemampuan yang kurang baik.
Dalam riset itu, peneliti menganalisis informasi tentang tidur anak-anak melalui wawancara dengan orang tua. Informasi ini dikumpulkan saat anak-anak berusia sembilan bulan dan diulang saat mereka menginjak usia empat tahun.
Pimpinan riset Dr Erika Gaylor menyatakan, data riset juga mengungkapkan banyak anak di AS yang tidak memenuhi kebutuhan tidurnya.
Alhasil, anak-anak ini mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan sulit mencapai prestasi di sekolah.
Ia merekomendasikan para orang tua untuk mengatur jadwal tidur yang tepat sehingga anak-anak dapat mencapai kualitas tidur yang sehat.
Orang tua juga harus meluangkan waktu berinteraksi dengan anak di tempat tidur secara rutin seperti membacakan buku atau mendongeng.