Klaim klasik tentang pemakan nasi memiliki kecenderungan untuk gemuk, tidak selamanya bisa dibenarkan. Paling tidak, sebuah jurnal di surat kabar prestise “Washington Post” memberi bantahan terhadap pernyataan klasik itu.
“Post,” begitu media raksasa Amerika Serikat itu di sapa, dalam edisi terbarunya menulis tentang hasil studi para ahli, bahwa memakan nasi tidak identik dengan kegemukan.
Mereka memberi pilihan tentang cara memasak nasi yang dapat memangkas kandungan kalori dalam jumlah yang sangat signifikan.
Sebagai makanan pokok sembilan puluh persen orang Asia, Karibia dan bagian kecil orang Amerika Serikat populer karena praktis karena bisa dipadukan dengan macam-macam lauk dan sayur, harganya juga relatif murah.
Tapi, seperti kebanyakan makanan bertepung, nasi penuh dengan karbohidrat.
Konsumsi nasi putih berlebihan, disebut-sebut ada kaitannya dengan peningkatan risiko diabetes.
Satu cangkir nasi yang sudah dimasak mengandung sekitar dua ratus kalori, sebagian besarnya berupa tepung yang di dalam tubuh diolah jadi gula dan jika tidak terpakai, disimpan sebagai lemak.
Kini ada cara baru memasak nasi yang dapat memotong kandungan kalori hingga lima puluh persen.
Seorang mahasiswa program sarjana di College of Chemical Sciences di Sri Lanka, bersama dosen pembimbingnya, belum lama ini menemukan cara menanak nasi yang lebih sehat.
Caranya dengan memotong jumlah kalori di dalam nasi yang ditanak.
Tak cuma itu, cara mereka menanak juga menawarkan beberapa manfaat sehat yang lain.
“Cara kami menanak nasi hampir sama dengan cara kalian. Didihkan air, sebelum memasukkan beras, tambahkan minyak kelapa tiga persen dari berat beras,” papar Sudhair James saat mempresentasikan temuannya di acara National Meeting & Exposition of the American Chemical Society
“Setelah matang, dinginkan di kulkas selama dua belas jam. Selesai.”
Untuk memahami bagaimana beras dan minyak kelapa dapat memotong jumlah kalori sedemikian banyaknya, Anda harus sedikit belajar tentang ilmu kimia makanan.
Pertama camkan, tidak semua tepung diciptakan sama.
Ada tepung yang mudah dicerna, ada yang tidak mudah dicerna. Tepung yang mudah dicerna, gampang diubah menjadi glukosa kemudian menjadi glikogen di dalam tubuh.
Sisa glikogen yang tidak terpakai akan disimpan sebagai lemak terutama di wilayah perut.
Sementara tepung yang tidak mudah dicerna, tidak diubah menjadi glukosa ataupun glikogen karena tubuh kita tidak punya cukup kemampuan untuk itu. Ini artinya, lebih sedikit juga kalori yang dihasilkan oleh tepung yang sulit dicerna.
“Kalau Anda bisa mengurangi jumlah tepung mudah cerna yang terkandung dalam suatu makanan, berarti Anda mengurangi jumlah kalorinya,” kata Dr. Pushparajah Thavarajah , profesor yang menjadi dosen pembimbing dalam riset ini.
“Minyak kelapa berinteraksi dengan tepung dalam beras, sehingga komposisi senyawa dalam beras berubah. Dalam hal ini yang berubah adalah jumlah tepung mudah cernanya,” kata James.
“Proses pendinginan membantu mendorong konversi tepung. Hasilnya adalah nasi yang lebih sehat, bahkan ketika Anda memanaskannya kembali. ”
Temuan duet mahasiswa dan dosen ini mendapat pujian dari banyak kalangan dan diulas di berbagai media utama di negara-negara Barat.
Mereka menganggap temuan ini sangat penting, mengingat banyaknya penyakit berbahaya yang muncul akibat pola konsumsi kalori yang berlebihan.
“Dengan metode yang lebih baik, kami akan membuat nasi yang kalorinya berkurang sebanyak enam puluh persen” ujar James yang disambut tepuk tangan meriah para ilmuwan peserta kongres. Bravo James!
Agar tubuh sehat dan terhindar dari kegemukan, keseimbangan asupan kalori merupakan hal yang wajib diperhatikan. Namun, pola makan tak seimbang sudah jadi kebiasaan yang dianut oleh kebanyakan orang.
Kebutuhan kalori setiap orang berbeda-beda tergantung pada beberapa faktor, antara lain faktor usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktivitas. Ini karena faktor-faktor ini menentukan besarnya energi yang dikeluarkan tubuh.
Ada banyak makanan yang bisa menyumbangkan kalori, antara lain sumber karbohidrat, protein, lemak, hingga camilan, dan minuman mengandung gula.
Sementara itu kontribusi makanan lain terhadap asupan kalori relatif kecil dibandingkan nasi
Untuk asupan minuman manis, menurut Dr.Helda Khusun, peneliti senior dari South East Asian Minister of Education Organziation yang melakukan re-analisis tersebut, minuman berpemanis tanpa susu yang menjadi sumber kalori orang Indonesia adalah kopi manis dan teh manis.
Sementara itu minuman berpemanis seperti minuman bersoda, jus buah, es pasar, sirup, atau teh kemasan, secara total berkontribusi satu persen terhadap asupan kalori.
Berat badan seseorang merupakan hasil dari keseimbangan jumlah kalori yang kita makan serta jumlah energi yang dikeluarkan.
Jadi jika asupan kalori melebihi kebutuhan untuk beraktivitas, dapat terjadi kegemukan.
Beberapa fakta menunjukkan, di era teknologi tinggi seperti sekarang pengeluaran energi rata-rata penduduk makin berkurang karena berkurangnya aktivitas fisik.
Contohnya, banyak anak yang keranjingan bermain games dan menonton TV ketimbang beraktivitas di luar rumah; banyak orang yang semula harus berjalan kaki dari kendaraan umum ke rumah sekarang bisa menggunakan ojek, atau orang kantoran lebih suka memakai lift untuk naik dua lantai.
Kegemukan yang kini banyak dialami penduduk merupakan kondisi yang penyebabnya kompleks dan tidak bisa dikaitkan dengan satu penyebab tunggal, tapi lebih pada pola asupan gizi yang tidak seimbang dan tidak diimbangi dengan gaya hidup yang aktif.