Kedelai bisa membunuh bakteri?
Ya. Itulah studi terbaru yang dipublikasikan University of Guelph.
Para peneliti menyebutkan bahwa kedelai memiliki prospek yang memungkinkan menjadi bahan alami pembunuh bakteri.
Penelitian yang diterbitkan di Journal Biochemistry and Biophysics itu menyebutkan bahwa kandungan isoflavon pada kedelai memungkinkan menghambat pertumbuhan mikroba patogen yang dapat menyebabkan penyakit.
Selama ini kedelai sudah banyak dimanfaatkan dalam berbagai bentuk makanan, mulai dari dimakan dalam bentuk utuh, olahan seperti tahu atau tempe, bahkan es krim, kue, hingga minuman seperti susu kedelai.
Tanaman kacang-kacangan ini juga menjadi andalan para vegetarian untuk mendapatkan protein guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Kedelai diketahui menjadi salah satu bahan nabati yang memiliki kandungan protein tinggi.
Namun protein pada kedelai dalam bentuk peptida ternyata bukan hanya berguna memperbaiki jaringan yang rusak pada tubuh, tapi punya kemampuan mengurangi kontaminasi lebih efektif dibandingkan bahan kimia sintetik.
“Penggunaan antimikroba kimia yang berat telah menyebabkan beberapa strain bakteri jadi sangat resisten dan menjadikan penggunaan antimikroba tidak efektif,” kata Suresh Neethirajan, Direktur Laboratorium BioNano University of Guelph.
Peptida merupakan bagian dari protein yang bertindak sebagai hormon, pembuat hormon, serta neurotransmitter.
Sedangkan isofalvon bertindak sebagai hormon dan mengendalikan sebagian besar aktivitas pada tingkat sel.
Neethirajan dan timnya menemukan bahwa peptida atau protein kedelai serta kandungan isoflavon bisa menghambat pertumbuhan beberapa bakteri seperti Listeria dan Pseudomonas.
“Hal yang benar-benar menarik dari penelitian ini adalah dapat menunjukkan harapan dalam mengatasi isu antibiotik yang membunuh bakteri tanpa pandang bulu, entah patogen atau probiotik.” katanya.
Dia menambahkan kekhawatiran banyak orang akan dampak negatif jangka panjang dari penggunaan antibiotik sintetik dapat saja terjawab dengan pengembangan antibiotik dari kedelai ini.
Untuk itu, ia mengatakan para peneliti perlu melakukan pengujian lebih lanjut.
Kini tampaknya Anda perlu menambahkan kacang pada menu makan sehari-hari.
Dalam sebuah penelitian di Korea Selatan, terungkap bahwa kacang-kacangan dapat menurunkan risiko terkena kanker usus.
Penelitian tersebut dilakukan oleh Aesun Shin, dari Seoul National University College of Medicine dan diumumkan pada pertemuan tahunan American Association for Cancer Research, di Ernest N Morial Convention Center New Orleans, Louisiana, Amerika Serikat.
Shin menemukan bahwa mengonsumsi kacang selain bermanfaat untuk menurunkan risiko kegemukan, diabetes, dan penyakit jantung, namun ternyata juga dapat menurunkan risiko kanker usus baik pada pria maupun wanita.
Para peneliti mempelajari pasien yang terdiagnosa kanker usus.
Pola makan mereka lalu dibandingkan dengan orang tanpa kanker usus.
Shin dan kawan-kawan menemukan bahwa pria yang mengonsumsi kacang tiga porsi atau lebih dalam sepekan, mempunyai enam puluh sembilan persen risiko lebih rendah terkena kanker usus, dibandingkan yang tidak mengonsumsi kacang.
Sementara wanita yang mengonsumsi kacang tiga porsi atau lebih, punya delapan puluh satu persen peluang lebih rendah terkena kanker usus, dibandingkan yang tak makan kacang.
Dilansir dari Live Science, peneliti mengungkapkan bahwa porsi kacang yang berpengaruh dalam penelitian ini adalah lima belas gram per porsi.
Jumlah ini lebih rendah dibandingkan standar porsi kacang di Amerika Serikat, yaitu dua puluh delapan gram per porsi.
Sedangkan di Indonesia, kacang-kacangan dikonsumsi baik dalam bentuk kacang maupun olahan.
Meski menunjukkan peluang sebagai pencegahan kanker usus, namun penelitian ini tidak membuktikan hubungan sebab-akibat mengonsumsi kacang dengan rendahnya risiko kanker usus.
Tapi para peneliti beranggapan, kandungan yang dimiliki oleh kacang-kacangan, seperti serat dan antioksidan dapat membantu mengurangi risiko terjadinya kanker.