Susah tidur atau insomnia?
Ya itu adalah pengalaman yang hampir dialami oleh semua orang.
Survei juga meyebutkan, empat puluh persen orang dewasa Amerika mengalami sulit tidur beberapa kali dalam satu bulan.
Alasan paling umum adalah ketidakmampuan berhenti memikirkan sesuatu, termasuk mengkhawatirkan apa yang akan terjadi di masa depan.
Untuk mengatasi hal ini, ilmuwan Amerika mencoba menghubungkan sulit tidur dengan menulis. Temuan yang dipublikasikan di Journal of Experimental Psychology pada Oktober lalu
Dan itu menunjukkan bahwa menulis jurnal selama lima menit sebelum tidur akan menjadi solusi yang efektif.
Para peneliti menyarankan tulisan yang dibuat bukan tentang hal yang dialami seharian. Melainkan apa yang akan dilakukan esok pagi.
Dalam abstrak makalah, ilmuwan dari Uiversitas Baylor dan Universitas Emory, AS, melakukan uji coba pada lima puluh tujuh orang dewasa berusia delapan belas hingga tiga puluh tahun. Mereka diminta untuk menulis selama lima menit.
Michael Scullin dan timnya membuat dua kelompok dalam penelitian. Mereka ditugaskan secara acak untuk menulis kegiatan yang harus diselesaikan dalam beberapa hari kemudian atau menulis kegiatan yang sudah dilakukan dalam beberapa hari sebelumnya.
Hasil temuannya membuktikan bahwa kelompok yang menuliskan rencana kegiatan beberapa hari ke depan secara signifikan lebih cepat tertidur daripada mereka yang menuliskan daftar kegiatan yang sudah dilakukan.
“Semakin spesifik peserta menulis daftar kegiatan yang akan dilakukan, semakin cepat mereka tertidur. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada peserta yang menulis kegiatan yang sudah diselesaikan,” tuis tim peneliti dalam abstrak mereka.
Dalam mengamati pola tidur, peneliti menggunakan rekaman polysomnography di laboratorium tidur.
“Ini adalah hal kecil yang bisa dilakukan orang pada malam hari agar lebih cepat tertidur,” ujar Michael Scullin, ilmuwan psikologis dan peneliti tidur dari Universitas Baylor, seperti dilansir dari Psychology Today
Penelitian yang dibuat Scullin dan timnya mengembangkan penelitian sebelumnya yang mengungkap bahwa menulis daoat mengurangi kecemasan dan menulis sebelum tidur juga dapat membuat tidur nyenyak.
Dengan menulis hal-hal yang dipikirkan sebelum tidur, hal itu akan membantu untuk mengurangi kekhawatiran. Terutama hal-hal yang belum diselesaikan atau dilakukan.
Sehingga masuk akal jika hal ini membuat kita lebih tenang dan dapat segera tidur.
Kurang tidur juga sering dikaitkan dengan depresi dan gangguan kecemasan.
Hal ini diungkapkan oleh sebuah penelitian terbaru yang menyebut bahwa orang yang tidur kurang dari delapan jam yang disarankan cenderung memiliki pikiran negatif yang berulang.
Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa orang yang kurang tidur akan kurang mampu mengalighkan perhatian mereka terhadap rangsangan yang menyulitkan.
Akibatnya, pikiran negatif muncul dan menyertai mereka sepanjang hari.
Hal tersebut lebih kuat daripada orang yang beristirahat dengan baik.
Temuan yang dipublikasikan dalam Journal of Behavior Therapy and Experimental Psychiatry tersebut menunjukkan bahwa kurang tidur benar-benar bisa membuat kita sedih.
Penelitian ini juga merujuk pada istirahat sebagai pilihan pengobatan utama untuk kondisi keshatan mental tertentu, seperti depresi dan gangguan kecemasan.
Untuk penelitian ini, para peneliti melihat kebiasaan tidur dari lima puluh peserta yang memiliki pemikiran berulang moderat hingga tinggi
Para peserta diminta melihat gambar dan foto yang dirancang untuk memicu respon emosional negatif, seperti senjata dan pisau, serta gambar netral dan positif.
Para peneliti kemudian mempelajari gerakan mata peserta, memberikan perhatian khusus pada seberapa cepat peserta mengalihkan pandangan saat ada gambar yang mengganggu.
Hasilnya, orang yang kurang tidur dari delapan jam sehari lebih lambat berpaling dari gambar yang mengganggu.
Peneliti juga menyimpulkan bahwa masalah ini dapat semakin berat karena orang yang kurang tidur mungkin juga mengalami kesulitan dalam mengalihkan perhatian mereka dari pemikiran atau gagasan negatif.
Para peneliti berhipotesisbahwa pemikiran semacam itu bisa membuat orang-orang tersebut memiliki risiko lebih besar mendapat gangguan kecemasan atau depresi.
“Pemikiran negatif berulang ini relevan dengan beberapa gangguan yang berbeda seperti gelisah, depresi, dan lain-lain,” uangkap Meredith Coles, co-author penelitian ini dikutip dari Newsweek,.
“Dalam karya ini, kita mengeksplorasi tumpang tindih antara gangguan tidur dan cara mereka mempengaruhi proses dasar yang membantu mengabaikan pikiran negatif obsesif tersebut,” sambung Coles yang bekerja sebagai profesor psikologi di Binghamton University, Amerika Serikat.
Sayangnya, hubungan potensial antara depresi dan kurang tidur belum sepenuhnya diketahui.
Menurut National Sleep Foundation, penderita insomnia sepuluh kali lebih mungkin mengalami depresi dibanding orang yang tidur nyenyak.
Tapi ilmuwan melihat hal ini sebagai sebuah hubungan yang rumit untuk menyimpulkan bahwa tidak tidur dapat membuat Anda merasa sedih.
Jika kurang tidur memang memberi kontribusi pada depresi dan gangguan cemas, maka mengatasi gangguan tidur merupakan kunci untuk meringankan kondisi mental ini juga.