Site icon nuga.co

Wanita Kelebihan “Hormon Lelaki?”

Laman situs “women helthing maag,” hari ini, Jumat, 02 September 2016, menulis tentang wanita yang mempunyai kelebihan hormon milik pria, androgen.

Menurut situs itu wanita juga memilikihormon androgen tapi dalam jumlah yang sedikit, yaitu satu persen.

Lantas bagaimana kalau wanita memiliki kelebihan “hormon lelaki” itu?

Kelebihan tersebut memicu berbagai gangguan.

Dalam tubuh wanita, androgen diproduksi oleh kelenjar adrenal dan indung telur. Hormon ini berperan penting dalam terjadinya pubertas, pertumbuhan rambut kelamin, hingga dorongan seksual.

Kelebihan hormon androgen akan menyebabkan berbagai gejala klinis yang disebut dengan polycystic ovary syndrome.

Gejalanya antara lain muncul rambut di bagian tubuh yang biasanya tidak ditumbuhi rambut, jerawat yang sulit sembuh, kebotakan, kegemukan, dan siklus menstruasi tidak teratur atau haid cuma beberapa bulan sekali.

Wanita yang mengalami PCOS biasanya baru mengetahui kondisinya karena sulit hamil atau gangguan haid

Sekitar sepuluh persen wanita beresiko memiliki PCOS.

Faktor yang memperbesar risiko ini antara lain karena faktor genetik, hipotiroid, dan kegemukan.

PCOS jangan diabaikan karena bisa berdampak serius bagi kesehatan, antara lain obesitas, hipertensi, hingga penyakit diabetes.

PCOS biasanya diatasi dengan pemberian pil kontrasepsi kombinasi yang mengandung antiandrogen. Pada umumnya pil itu harus dikonsumsi dalam jangka panjang.

Pemberian pil kontrasepsi itu juga bisa diberikan pada remaja yang juga mengalami hiperandrogen.

Sellain masalah androgen secara klinis wanita dan pria itu memang berbeda. Misalnya, dalam pemakaian obat pereda nyeri

Hal itu terungkap dalam penelitian baru.

Mereka mengungkapkan banyak wanita diberi resep obat yang belum pernah secara khusus diuji pada tubuh perempuan.

Kaum wanita sering tak dilibatkan dalam uji klinis didasarkan asumsi obat itu berlaku untuk pria dan wanita.

Dipercaya pula bahwa pereda nyeri baru bakal sama efektifnya untuk pria dan wanita.

Tetapi, semakin banyak ilmuwan yang mengatakan perbedaan hormon dan genetik mempengaruhi perilaku obat dalam tubuh.

Artinya, obat mungkin bereaksi berbeda di tubuh laki-laki dan perempuan.

Dilaporkan dalam jurnal Cell Metabolism, gender harus diperhitungkan dalam uji klinis untuk membuat kemajuan dalam pengobatan.

Studi-studi sebelumnya membuktikan ibuprofen lebih efektif pada pria.

Sedangkan wanita mengalami penurunan nyeri lebih besar dari pereda nyeri opioid.

Riset lain membuktikan wanita merespon lebih baik pada antidepresan  sementara pria lebih baik merespon tricyclics.

Profesor Deborah Clegg dari Cedars-Sinai Hospital California mengatakan, “Saat ini ketika Anda periksa ke dokter, mungkin Anda diberi resep yang mungkin belum pernah diuji secara khusus terhadap wanita.”

Hampir semua riset dasar, tak memandang riset itu melibatkan hewan percobaan atau manusia, umumnya percobaan dilakukan pada pria. “Kebanyakan riset dilakukan dengan asumsi secara biologi pria dan wanita itu sama,” katanya.

Profesor Clegg mengatakan satu alasan wanita tak dilibatkan dalam studi karena kadar hormon seperti oestrogen dan progesteron berfluktuasi selama siklus menstruasi.

Hal ini dapat berdampak pada studi. Karena itu mereka menggunakan responden pria.

Tetapi hormon berdampak pada semua proses biologi, termasuk sensitivitas terhadap asam lemak atau juga kemampuan memetabolisir gula sederhana.

Profesor Clegg mengatakan perbedaan itu berdampak pada uji klinis, termasuk pengujian efek obat atau kemampuan tubuh mentolerir transplantasi organ.

Walau sudah mengurangi asupan kalori, membatasi gula, berolahraga rutin, dan menjalankan kiat sehat lainnya, bagi seorang wanita menurunkan berat badan tak semudah yang dibayangkan.

Sebaliknya dengan kaum adam, mereka cukup melakukan separuh dari upaya yang dilakukan lawan jenisnya, tapi hasilnya lebih cepat terlihat.

Memang ada sebagian pria yang harus berjuang lebih keras untuk menurunkan berat badan, tapi secara umum para pria lebih beruntung.

Dalam penelitian di dua tahun silam, pria dan wanita gemuk diminta melakukan empat pola makan yang berbeda.

Setelah dua bulan, tak peduli jenis dietnya, para pria berhasil mencapai penurunan berat badan signifikan dibanding para wanita.

Ketidakadilan itu sebenarnya dipicu oleh faktor biologis. Pertama, pria memang secara fisik lebih besar, dengan otot yang lebih banyak. Itu berarti mereka memiliki metabolisme lebih cepat.

“Pria butuh lebih banyak kalori untuk menjaga berat badannya. Karenanya, jika mereka mengurangi asupan kalori, bahkan sedikit, mereka lebih mudah mencapai defisit kalori dan turun berat badan,” kata Jessica A.Cunane, ahli diet olahraga tersertifikasi.

Yang kedua, pria dan wanita memiliki kadar hormonal yang sangat berbeda. Para wanita memiliki hormon testosteron 15-20 persen lebih sedikit. Padahal, hormon ini memicu pembakaran lemak dan pembentuk otot.

Penelitian tahun 2016 oleh Universitas Yale juga menunjukkan, wanita memiliki kadar estrogen dan progesteron lebih tinggi yang berkontribusi pada nafsu ngemil.

Setelah masa subur, kadar estrogen wanita akan turun dan progesteron meningkat. Jadi, di antara waktu ovulasi dan menstruasi, wanita mengonsumsi sekitar 238 kalori lebih banyak setiap hari. Kelebihan kalori itu bisa menghasilkan penambahan berat badan sekitar 4,5 – 9 kilogram pertahun.

Kadar hormon tiroid, yang mengatur berat badan dan metabolisme, juga sangat berbeda di antara pria dan wanita.

“Gangguan hormon tiroid juga lebih sering dialami wanita. Risiko mengalami kadar tiroid yang rendah terjadi pada masa kehamilan, setelah melahirkan, dan sekitar masa menopause,” kata Brunilda Naziro, dokter penyakit dalam spesialis hormon.

Exit mobile version