Anda tahu bahwa serangan jantung pada wanita berbeda dengan serangan pada pria?
Nah, pada wanita serangan jantung sering terlewatkan atau sering dikira penyakit lain.
“American Heart Association,” dalam sebuah laporannya yang dikutp “healthy day,” Rabu, 27 Januari 2016, mengingatkan bahwa gejala-gejala serangan jantung pada wanita sangat berbeda dengan pria.
Wanita cenderung mengalami gejala nausea, napas pendek-pendek, nyeri rahang dan punggung dibandingkan gejala pada pria yang berupa nyeri dada menusuk.
Karena itu, dalam pernyataannya AHA mengatakan dokter mungkin tidak mendiagnosa serangan jantung pada wanita sehingga menghasilkan pengobatan tak tepat.
Laporan itu mengulas bagaimana faktor risiko serangan jantung pada wanita juga berbeda.
Wanita muda penderita diabetes tipe 2, misalnya, berisiko empat sampai lima kali lebih besar daripada pria.
Bukti-bukti juga kuat mengindikasikan bahwa stres psikologis dapat meningkatkan risiko penyakit jantung pada wanita dibandingkan pria.
Catatan dari laporan tersebut, wanita pun kurang terwakili dalam percobaan klinis penyakit jantung.
Mereka umumnya meliputi kurang lebih 20 persen dari masyarakat yang terdaftar.
Bahkan ketka wanita terlibat dalam percobaan, periset sering tidak menguraikan data berdasarkan jenis kelamin yang dapat memperdalam pemahaman ilmuwan mengenai penyakit jantung pada tubuh wanita.
Tidak ada diskriminasi gender dalam penyakit jantung. Baik pria maupun wanita memiliki risiko terkena penyakit mematikan ini.
Meskipun tak mengenal gender, tetapi ada perbedaan gejala serangan jantung antara pria dan wanita.
“Dalam serangan jantung, waktu adalah otot. Semakin cepat Anda mendapat pertolongan, jantung Anda akan semakin bisa diselamatkan,” kata Richard Krasuski, ahli penyakit jantung dari Cleveland Clinic.
Hal itu berarti kita harus bisa mengenali gejala serangan jantung. Namun, tanda-tanda yang muncul bisa jadi bukan yang seperti ini Anda pikir, terutama jika serangan ini dialami wanita.
“Ketika seorang wanita datang ke rumah sakit, mereka mungkin tidak mendeskripsikan ‘serangan jantung seperti di film’, yakni mencengkeram dada dengan rasa sakit menjalar ke lengan,” terang Direktur Joan H Tisch Center for Women dari NYU Langone Medical Center, Nieca Goldberg.
Gejala-gejala seperti ada tekanan di dada, sesak napas, atau ada tekanan di antara bahu, sering membuat seorang wanita berobat ke dokter.
Namun, mereka tidak menyadari bahwa itu sebenarnya adalah serangan jantung.
Sebuah penelitian pada tiga tahun lalu menemukan, satu dari lima wanita yang pernah mengalami serangan jantung, gejala yang mereka alami bukanlah rasa sakit di dada.
Tetapi, yang dirasakan adalah sakit pada rahang, leher, atau tenggorokan, serta merasa amat kelelahan, mual, dan pusing.
Tidak mengenal tanda tersebut sebagai gejala serangan jantung dapat berisiko memperlambat penanganan medis.
Sayangnya, kebanyakan orang tidak menyadari keluhan yang dialaminya adalah gejala dari serangan jantung.
Faktor risiko penyakit jantung pada pria dan wanita sebenarnya sama, yakni ada riwayat penyakit ini dalam keluarga, obesitas, merokok, dan hipertensi.
Tetapi, wanita memang diuntungkan karena biasanya penyakit jantung mereka alami sedikit lebih lambat dari pria.
Hal ini karena adanya hormon estrogen.
“Hormon estrogen menjaga fleksibilitas pembuluh darah dan memperlancar aliran darah,” kata Marla Mendelson, kardiolog dari Center for Womens Cardiovaskular Health di Bluhm Cardiovaskular Institute.
Penelitian telah membuktikan bahwa risiko penyakit jantung meningkat seusai wanita mengalami menopause, ketika menstruasi berhenti, dan produksi estrogen menurun.
Wanita yang lebih muda yang mengalami menopause dini kehilangan estrogennya lebih dini pula, maka mereka juga berisiko.
Kondisi terkait kehamilan juga mampu meningkatkan risiko penyakit jantung. Sebuah penelitian awal tahun ini mengaitkan diabetes gestasional—jenis diabetes yang terjadi selama kehamilan- dengan pengerasan arteri atau ateroklerosis.
Serupa dengan kondisi tersebut, wanita yang mengalami peningkatan tekanan darah selama kehamilan—dikenal sebagai preeklampsia—juga dua kali berisiko terkena penyakit jantung pada masa mendatang.
Wanita yang memiliki faktor-faktor risiko tersebut bisa lebih memperhatikan gaya hidupnya.
Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala, kendalikan tekanan darah, dan berolahraga secara teratur.
Sayangnya, dibandingkan dengan pria, kaum wanita kerap menunda mencari pertolongan saat mengalami serangan jantung.
“Bahaya terbesarnya adalah ketika seseorang baru datang ke rumah sakit saat gejalanya makin berat atau sudah di tahap lanjut serangan jantung, maka pilihan terapinya lebih sedikit,” kata Catherine Kreatsoulas, peneliti dari Harvard School of Public Health.
Kreatsoulas melakukan wawancara dengan para pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan keluhan angina dan sedang menunggu tes angiogram untuk mengetahui adanya tanda penyakit arteri koroner.
Angina atau nyeri dada terjadi ketika jantung tidak mendapat cukup darah dan oksigen karena penyumbatan pembuluh darah.
Pada pria, jika mereka mengalami gejala tersebut maka mereka akan cepat ke rumah sakit.
“Sebaliknya dengan wanita, mereka merasa yakin gejala tersebut akan segera hilang dan membaik sendiri,” katanya.
Para wanita juga akan mengabaikan gejala tersebut untuk waktu lama jika ternyata rasa sakitnya mulai mereda.
Salah satu penyebab mengapa wanita kerap meremehkan gejala serangan jantung adalah karena banyak yang tidak sadar apa yang dialaminya merupakan serangan jantung.
Gejala khas penyakit jantung pada pria antara lain rasa sakit hebat di dada, seperti tertimpa gajah, dan sesak napas.
Tetapi pada wanita gejalanya justru ringan, tak ada nyeri dada sama sekali sehingga sering tidak disadari.
Karena gejalanya yang ringan tersebut, banyak perempuan mengira ia hanya sedang flu, stres, atau masuk angin biasa, sehingga tak segera ke rumah sakit.