Dunia secara serempak berteriak ketika ketiga wasit memberi angka kemenangan mutlak untuk Floyd “The Money” Mayweather Jr, Sabtu tengah malam, 02 Mei 2015, waktu Las Vegas, Amerika Serikat, dan dari “ring” Manny “Pac-Man” Pacquiao hanya mengatakan dengan pendek,”tak percaya dengan kakalahannya.”
Bahkan, ketika M.Nigara dan Johny Asodama, komentator “tvOne,” jaringan televisi yang menyiarkan siaran langsung pertarungan yang dikemas dalam “Duel Abad Ini,” terperangah dengan penilaian wasit, semua komentar, untuk kemudian, bersatu secara serempak meneriakkan ketidak percayaan mereka terhadap hasil pertandingan.
Tidak hanya masyarakat Asia yang berang dengan hasil itu, dan mengumpat penilaian ketiga juri, para selebriti dan petinju hebat semacam Evander Holyfield dan Mike Tyson juga berang dan mengeluarkan pernyataan keheranan.
Juga Muhammad Ali, sebagaimana disampaikan oleh anaknyanya Laila Ali, yang juga petinju wanita terkenal, dengan nada meradang mengatakan, mau kemana di bawa sportifitas tinju dunia ini. “Keterlaluan,” kata Liala kepada boxing scene, 03 Mei 2015.
Dari Manila, Filipina, negeri asal “Pac-Man,” kekalahan sang petinju disambut oleh tangis, kemarahan, dan berbagai tuduhan oleh rakyat Filipina.
Di kota Jenderal Santos, Filipina, beberapa pendukung Pacquiao menangis dan meminta adanya tanding ulang. Mereka mengatakan bahwa Pacquiao pantas menang karena ia telah menjadi petinju yang lebih agresif dan mengejar Mayweather kemana pun ia bergerak ke setiap sudut ring.
“Keputusan ini memenangkan petinju tuan rumah,” kata Karlo Alexei Nograls, seorang ahli hukum dari kota Davao. “Seharusnya Manny menang. Ia membuat Mayweather berlari dan menyudutkannya ke pinggiran ring. Manny tidak mengecewakan rakyat Filipina. Ia telah memberikan segalanaya.”
Laga Fight of The Century tersebut membuat jalanan kosong dan seluruh aktivitas di Filipina seolah terhenti, dengan rakyat Filipina beramai-ramai menonton laga tersebut di bioskop, hotel, dan taman-taman yang memasang layar besar.
Sementara itu, pangkalan militer Filipina pun membolehkan pasukannya menonton pertarungan tersebut.
Presiden Benigno mengucapkan terima kasih kepada Pacquio karena ia telah memberikan inspirasi kepada rakyatnya agar mereka berjuang untuk hidup yang lebih baik.
“Ia bertarung untuk kehormatan, bukan untuk angka,” kata juru bicara presiden. “Ia telah memenangkan hati seluruh dunia.”
Sementara banyak pendukung Pacquiao tak senang dengan hasil tersebut, beberapa menyatakan persetujuan bahwa Mayweather adalah petinju yang lebih baik.
“Saya sedih, tapi mari terima kekalahan ini,” kata Isidro Santos, seorang penjaga keamanan pusat perbelanjaan kepada Reuters. “Manny akan terus menjadi idola saya. Ia kalah kepada petinju yang lebih pintar.”
Pengamat lokal berkata bahwa Mayweather lebih baik secara bertahan dan juga mendaratkan pukulan lebih akurat. Sementara Pacquiao bergerak dengan agresif, mereka juga berkata bahwa ia hanya memenangkan tiga atau empat ronde.
Jika penonton merasa tak puas karena Manny Pacquiao dinyatakan kalah, itu mungkin karena petinju Filipina itu tampil lebih “menghibur”.
Statistik menunjukkan sebaliknya.
Reputasi Pacquiao terlanjur membuat fans tinju seluruh dunia jatuh hati. Ia tak cuma milik Filipina dan Asia, tapi juga dunia.
Pacquiao adalah petinju yang tak kenal takut, selalu menyerang, menyerang, menyerang.
Bukankah itu yang ingin dilihat penonton dalam sebuah pertarungan tinju?
Ibarat sepakbola, kesebelasan yang menampilkan permainan terbuka dan menyerang, umumnya akan diberi tepuk tangan lebih keras daripada tim yang “parkir bus” untuk meredam lawan, sebelum melancarkan serangan balik untuk meraih kemenangan.
Laki-laki 36 tahun itu juga punya kekuatan fisik yang juga luar biasa, yang membuat dirinya sanggup bertarung sampai bel terakhir berbunyi, dengan intensitas yang terjaga sejak ronde pertama. Jika dia menang, penonton akan standing applause. Jika kalah, penonton akan tetap melakukan hal yang sama.
Orang tidak terlalu memedulikan rekor bertanding Pacquiao. Empat kekalahan yang dia alami sebelum menghadapi Mayweather seperti dianggap “tidak ada”.
Dua setengah tahun lalu dia dipukul jatuh di ronde keenam oleh Juan Manuel Marquez. Di pertandingan berikutnya, melawan Brandon Rios, dia juga kalah angka. Tapi sekali lagi, orang “awan” kerap tidak menganggap penting rekor itu karena Pacquiao adalah seorang penghibur di atas ring.
Pac Man selalu tampak simpatik. Dia selalu tersenyum. Dia juga dermawan. Sejak awal dia sudah mendeklarasikan untuk menyumbangkan setengah dari uang yang dia dapat dari pertandingannya melawan Mayweather sebagai amal. Bayangkan: sedekah 50 juta dolar.
Bandingkan dengan Mayweather. Dia dikenal sebagai “si mulut sampah” — bukankah itu salah satu daya tarik seorang petinju? — dan mungkin juga … “mata duitan”.
Tak heran, ketika tiga juri memberi skor kemenangan buat Mayweather, terdengar “huuu… ” dari penonton. Sebab, Pacquiao memang tampil lebih agresif daripada Mayweather. Ia tampak lebih rajin melepaskan pukulan ketimbang lawannya itu. Setiap kali memaksa Mayweather ke sudut ring, penonton bersemangat, berharap akan ada pukulan bertubi-tubi dari Pacquiao.
Tapi, sejumlah analis tinju melihat dari sudut pandang yang berbeda. Bahwa Pacquiao bermain lebih “heroik”, itu tak terbantahkan. Tapi, Mayweather meladeni dengan piawai. Kerap kali terlihat pukulan Pacquiao menerpa angin karena The Pretty Boy sangat cepat berkelit. Dia lincah bergerak ke samping untuk menghindari duel jarak rapat dengan Pacquiao. Pertahanannya juga sangat solid.
Mayweather tahu, jika meladeni tawaran “jual-beli” dari Pacquiao, ia akan lebih mendapatkan kesulitan.
Ia tak perlu “malu” untuk merangkul cepat jika merasa agak terdesak. Dan hal yang tak boleh dilupakan adalah, dia memiliki serangan balik yang efektif, dengan jab-jab dan straight yang keras dan terarah. Itu sebab dia tak terkalahkan sepanjang kariernya — dan bergemilang gelar dan uang.
“Mayweather, pastinya, adalah seorang sarjana pertahanan, ilmuwan, teknisi, seorang yang klinis, dan ahli taktik. Hampir semua bromida tinju yang mentereng adalah milik Mayweather, yang punya gaya bikin ngantuk, tapi hasilnya tak perlu dipertanyakan lagi,” tulis Jason Keidel dari CBS Sport.
cbs sport, bbc sports dan guardian