Tulisan mengejutkan bagi pengguna ponsel datang dari laman jurnal “New England Journal of Medicine,” seperti yang dikutip “independent.co.uk, yang mengungkapkan telah terjadinya kebutaan akibat kebiasaan membuka ponsel di ruang gelap.
Dua orang wanita, tulis “independent co.uk,” di edisi Sabtunya, 25 Juni 2016, dilaporkan mengalami kebutaan sementara akibat sering mengecek ponsel di ruangan yang gelap.
Dokter menyarankan kepada pengguna ponsel agar selalu melihat layar ponsel dengan kedua mata apabila berada di ruangan yang gelap.
Mereka mengalami “transient smartphone blindness” selama beberapa bulan.
Wanita tersebut mengeluh sering kehilangan penglihatan hingga selama lima belas menit.
Setelah melakukan sejumlah pengecekan kesehatan, dokter tidak bisa menemukan penyebabnya.
Dokter Gordon Plant, dokter spesialis mata di sebuah Rumah Sakit Mata di Moorfield, Inggris mengatakan, “Saya menanyakan, ‘apa yang sedang Anda lakukan saat hal ini terjadi?'”
Jawaban kedua pasien itu sama.
Menurut dokter Plant, keduanya kerap mengecek ponsel di tempat tidur sambil berbaring miring, dengan satu mata, sementara mata yang satunya lagi tertutup bantal.
“Jadi satu mata mereka beradaptasi dengan cahaya karena melihat layar ponsel, sementara yang lain beradaptasi dalam gelap,” kata dokter Plant.
Saat ponselnya diletakkan, mereka tidak bisa melihat dengan menggunakan mata yang barusan dipakai melihat layar ponsel. Hal itu terjadi karena mata butuh beberapa menit untuk menyesuaikan dengan mata satunya lagi yang beradaptasi dalam gelap.
Sementara dokter Rahul Khurana, juru bicara dari American Academy of Ophthalmology mengatakan, hipotesis tersebut menarik utuk dikaji, namun dua kasus tidak cukup untuk dijadikan landasan umum bahwa melihat ponsel di kegelapan dengan satu mata bisa menyebabkan kebutaan sementara.
Khurana juga meragukan apakah kasus itu juga terjadi pada semua pengguna ponsel.
Dokter Khurana yang juga mengaku pengguna smartphone berat itu mengaku ia dan istrinya mencoba skenario yang sama, namun justru malah sulit melihat layar ponsel dengan satu mata di kegelapan.
“Sangat aneh,” katanya.
Kebutuhan terhadap teknologi ponsel cerdas kini semakin tak terelakkan.
Sebuah survei di Amerika Serikat memaparkan, sembilan dari sepuluh orang dewasa membawa ponsel ke mana pun mereka pergi.
Menurut survei yang sama, lebih dari setengah pemakai ponsel meletakkannya di samping tempat tidur.
Belakangan, tingginya intensitas penggunaan ponsel di seluruh dunia itu memicu banyak isu kesehatan.
Apalagi, tak dimungkiri, paparan radiasi dari layar ponsel dapat memengaruhi kesehatan mata.
Mata manusia rata-rata terbuka selama enam ribu jam dalam setahun, dan kebanyakan dari waktu tersebut terpapar oleh sinar dari lampu.
Karena itu, kita wajib jeli memilih ponsel.
Perkembangan awal teknologi layar ponsel dimulai dengan basis LCD, yaitu layar jenis thin film transistor.
Layar TFT mampu menghasilkan resolusi warna lumayan tinggi, tetapi masih memancarkan radiasi tinggi bagi mata. Selain itu, teknologi ini menghabiskan daya cukup besar.
Seiring tingginya ketergantungan masyarakat akan teknologi layar ponsel berkualitas dan ramah di mata, produsen asal Korea Selatan mengembangkan teknologi layar active matrix organic light emitting diode. Teknologi ini berbasis LED dengan penambahan sel organik di dalamnya.
Radiasi yang dipaparkan pun lebih rendah sehingga lebih aman untuk kesehatan mata.
Selain itu, keunikan lain layar AMOLED adalah kemampuan menyesuaikan tingkat kecerahan layar secara otomatis.
Jadi, kerja mata saat menatap layar pun semakin ringan. Apalagi, saat harus melakukan kegiatan sambil melakukan perjalanan di luar kantor.
Tak ayal, teknologi yang disematkan pada Samsung Galaxy Note Edge ini kian diminati masyarakat. Sebab, selain nyaman, pemakaiannya pun aman buat mata.