Site icon nuga.co

Facebook “Tenggelamkan” Berita “Hoax”

Dituduh sebagai “biang” berita “hoax,” Facebook kembali datang dengan fitur khusus untuk menangkal berita bohong itu lewat  perubahan algoritma News Feed agar bisa bisa mendeteksi dan memprioritaskan konten yang dianggap orisinil oleh banyak orang

Untuk membuat pembaruan tersebut, Facebook terlebih dulu mengategorikan berbagai Pages yang sering membagikan kabar hoax, artikel dengan judul menipu, atau sering menyembunyikan konten unggahannya.

Artikel dari Facebook Pages ini kemudian dipakai sebagai bahan latihan.

Tujuannya agar algoritma Facebook dapat mengenali pola atau ciri-ciri tertentu yang digunakan dalam pembuatan kabar hoax dalam akun Facebook Pages tersebut.

Pola atau ciri khusus itu kemudian didata dan dijadikan bahan perbandingan dengan berbagai artikel yang disebarkan di News Feed.

Seperti ditulis laman “techno crunch,” hari ini, Kamis, 02 februari 2017,  jika artikel di News Feed tidak memiliki ciri-ciri berita palsu sebagaimana dipelajari oleh algoritma tersebut, maka artikel itu akan dipromosikan untuk dilihat banyak orang.

Sebaliknya, jika mengandung ciri-ciri berita palsu, maka artikel tersebut akan dibuat “tenggelam” di linimasa News Feed, sehingga tidak dilihat banyak orang dan disebarkan.

Dengan cara demikian, Facebook berharap berita palsu yang bertebaran di News Feed semakin berkurang dan tidak menjadi viral.

Sebelumnya, Facebook sempat dituding sebagai salah satu pusat persebaran berita palsu yang menguntungkan dan membantu Donald Trump memenangkan Pemilihan Umum Presiden Amerika Serikat.

Raksasa media sosial ini kemudian menanggapinya dengan mengeluarkan rencana penanggulangan berita palsu. Salah satunya adalah bekerja sama dengan organisasi pengecek fakta untuk membubuhkan label peringatan pada setiap artikel di News Feed.

Sebelumnya Facebook telah menyangkal bahwa New Feed adalah biang penyebar hoax.

CEO Mark Zuckerberg menegaskan berita pada News Feed sembilan puluh sembilan persen memaparkan fakta.

Cuma satu persen yang bersifat hoax.

“Kami tak mau ada berita hoax di Facebook. Tujuan kami adalah memberikan konten berita yang bermakna dan akurat,” kata dia, sebagaimana dilaporkan BBC

Masalahnya, sebuah hasil studi menunjukkan berita hoax lebih cepat menyebar di internet.

Ketika ada klarifikasi atau follow up bahwa berita itu tak benar, warga maya sudah terlanjur percaya pada berita awal.

Gaung beritanya pun tak segencar berita hoax yang lebih dahulu viral.

Sebab, rata-rata berita klarifikasi tak se-viral berita pertama yang akurasinya kurang.

Hal ini disadari Facebook.

Aplikasi itu  sesumbar Facebook telah berupaya mengikis berita hoax dengan fitur flag dan berjanji akan meningkatkan kinerja layanan.

“Kami telah merilis fitur flag yang memungkinkan pengguna melaporkan berita palsu atau hoax. Masih banyak upaya kami ke depan. Setidaknya kami terus berprogres dan akan selalu meningkatkan layanan,” ia menuturkan.

“Saya yakin kami akan menemukan banyak cara untuk memberikan konten kredibel. Tapi saya juga percaya yang terpenting kita semua harus berhati-hati menyaring informasi untuk diri kita sendiri,” ia menjelaskan.

Associate profesor di University of North Carolina, Zeynep Tufekci mengatakan, ada berita hoax tentang Trump yang jadi viral di News Feed.

Berita tersebut menguntungkan Trump sebagai kandidat yang kala itu sedang berkampanye.

“Ada sebuah cerita fiktif yang mengklaim Paus Fransiskus mendukung Trump. Cerita itu dibagikan lebih dari sejuta kali, dan diprediksi dilihat oleh lebih dari sepuluh juta orang,” kata Zeynep.

“Sementara itu artikel yang mengoreksi cerita fiktif itu sama sekali tidak terdengar. (Melihat hal ini) tentu saja Facebook memiliki pengaruh terhadap hasil Pemilihan Umum Presiden AS lalu,” ia berasumsi.

Facebook kerap menerima kritik untuk urusan pemberitaan. Mulanya pada awal tahun ini, ketika tim editorial Facebook dilaporkan sering memilih berita sensasional sebagai yang terpopuler.

Padahal berita terpopuler semestinya merujuk pada banyaknya berita diklik.

Alhasil, Facebook memecat oknum di tim editorialnya dan memperbaiki sistem pemilihan berita terpopuler berdasarkan algoritma khusus.

Selanjutnya Facebook berjanji  bahwa setiap artikel yang ada di linimasa miliknya dilengkapi dengan fitur pelaporan.

Letaknya di sudut kanan atas layar.

Jika suatu artikel mengandung unsur penyebaran kebencian, hoax, atau spam, pengguna bisa langsung melaporkannya ke Facebook. Ada beberapa alasan template yang bisa dipilih untuk memperkuat laporan.

“Kami sangat bergantung pada Anda sebagai komunitas kami dalam membantu mengatasi permasalahan ini (berita hoax),” kata VP News Feed Facebook Adam Mosseri.

Facebook berasumsi bahwa semakin banyak berita disebar dan tak menimbulkan kontroversi, maka semakin tinggi tingkat kebenaran berita itu.

Makanya, berita-berita yang banyak disebar dan tak memicu kebencian akan lebih banyak terpatri di linimasa Facebook ke depannya.

Facebook juga sadar bahwa situs hoax bukan semata-mata untuk menggiring opini publik, namun juga untuk mendapat keuntungan finansial.

Dalam hal ini, Facebook telah mengeliminasi kemampuan pembelian domain yang sifatnya menipu, sehingga mengurangi prevalensi dari situs-situs yang berpura-pura sebagai media sesungguhanya.

Media sosial itu juga sesumbar tengah menganalisis situs penerbit untuk mendeteksi tindakan penegakan jika dibutuhkan.

“Penting bagi kamu untuk memastikan bahwa segala hal yang Anda lihat di Facebook adalah otentik dan bermakna,” Mosseri menuturkan.

Exit mobile version