Facebook memenuhi janjinya dengan membuat langkah jitu untuk memerangi peredaran berita palsu alias hoax yang ndiwujudkan dalam bentuk label khusus.
Label itu sangat sederhana. Bunyinya “disputed” atau kebenarannya disangsikan.
Dan label itu disematkan di-posting secara individual, bukan di akun pengunggah secara keseluruhan.
Posting yang kebenaran kontennya diragukan.
Dalam contoh ini, Seattle Tribune memang bukan media sungguhan, melainkan pengunggah konten satir untuk keperluan hiburan.
Isi konten dinilai kebenarannya oleh pihak ketiga yang bekerja sama dengan Facebook sebagai pemeriksa fakta.
Seperti diungkapkan. dalam contoh di samping yang dilansir oleh Gizmodo, pemeriksa dimaksud adalah Snopes dan Politifact.
Para pemeriksa fakta ini bergabung di bawah organisasi jurnalis non-profit, Poynter.
Total anggotanya ada empat puluh dua, namun Facebook baru aktif menggunakan jasa dari empat di antaranya, yakni Snopes, Factcheck.org, ABC News, dan PolitiFact.
Tahun lalu Facebook menjelaskan bahwa informasi keberadaan konten palsu diperoleh lewat laporan pengguna atau penyisiran algoritma khusus untuk mengendus hoax.
Laporan dugaan hoax ini kemudian diteruskan ke para pemeriksa fakta untuk dicek kebenarannya.
Apabila setidaknya dua pemeriksa fakta sependapat bahwa konten bersangkutan merupakan hoax, label “disputed” pun akan disematkan.
Meski bisa memberi peringatan pada pengguna Facebook saat menjumpai hoax, penerapan sistem label ini masih belum sepenuhnya ideal.
Posting yang telah dilabeli tetap beredar, sementara isi label sendiri hanya menyebutkan bahwa kebenaran isinya “diragukan”, bukan dengan tegas menyatakan bahwa konten tersebut merupakan berita palsu atau hoax.
Saat ini pelabelan konten yang diduga hoax baru tersedia secara terbatas. Belum diketahui kapan fitur itu bakal bisa diterapkan di seantero Facebook.
Banyaknya hoax atau berita palsu di media sosial menjadi perhatian serius banyak pihak. Facebook sendiri menunjukkan keseriusan itu dengan menggodok sejumlah formula penangkal hoax.
Tindakan terbarunya adalah perubahan algoritma News Feed agar bisa mendeteksi dan memprioritaskan konten yang dianggap orisinil oleh banyak orang, serta mengabaikan konten yang dianggap spam atau hoax.
Untuk membuat pembaruan tersebut, Facebook terlebih dulu mengategorikan berbagai Pages yang sering membagikan kabar hoax, artikel dengan judul menipu, atau sering menyembunyikan konten unggahannya. Artikel dari Facebook Pages ini kemudian dipakai sebagai bahan latihan.
Tujuannya agar algoritma Facebook dapat mengenali pola atau ciri-ciri tertentu yang digunakan dalam pembuatan kabar hoax dalam akun Facebook Pages tersebut.
Sebelumnya Facebook memang sudah menjanjikan akan membuat konten khusus untuk meniadakan hoax.
Pola atau ciri khusus itu kemudian didata dan dijadikan bahan perbandingan dengan berbagai artikel yang disebarkan di News Feed.
Diungkapkan Facebook jika terdapat artikel di News Feed yang tidak memiliki ciri-ciri berita palsu sebagaimana dipelajari oleh algoritma tersebut, maka artikel itu akan dipromosikan agar dapat dilihat banyak orang.
Sebaliknya, jika mengandung ciri-ciri berita palsu, maka artikel tersebut akan dibuat “tenggelam” di linimasa News Feed, sehingga tidak dilihat banyak orang dan disebarkan.
Dengan cara demikian, Facebook berharap berita palsu yang bertebaran di News Feed semakin berkurang dan tidak menjadi viral.
Sebelumnya, Facebook sempat dituding sebagai salah satu pusat persebaran berita palsu yang menguntungkan dan membantu Donald Trump .
Raksasa media sosial ini kemudian menanggapinya dengan mengeluarkan rencana penanggulangan berita palsu.
Salah satunya adalah bekerja sama dengan organisasi pengecek fakta untuk membubuhkan label peringatan pada setiap artikel di News Feed.
Banyaknya hoax atau berita palsu di media sosial menjadi perhatian serius banyak pihak.
Facebook sendiri menunjukkan keseriusan itu dengan menggodok sejumlah formula penangkal hoax.
Tindakan terbarunya adalah perubahan algoritma News Feed agar bisa mendeteksi dan memprioritaskan konten yang dianggap orisinil oleh banyak orang, serta mengabaikan konten yang dianggap spam atau hoax.
Situs penyebar berita palsu alias hoax dan pengguna media sosial berhubungan erat dan sama-sama bertanggung jawab atas merajalelanya berita palsua belakangan ini.
Relasi keduanya sebagai “lingkaran setan”.
Antara situs hoax dan media sosial itu seperti vicious circle
“Pengguna media sosial pun sering mengutip situs hoax. Berputar-putar di situ saja.
Pengelola situs hoax berupaya membuat kontennya menjadi viral alias menyebar luas lewat media sosial.
Semakin viral sebuah konten, semakin tinggi pula trafik yang masuk ke situs pembuat hoax, sehingga pada gilirannya meningkatkan potensi pendapatan dari iklan.
Proses produksi konten hoax relatif mudah, cukup dengan mengkopi isi berita di situs media resmi dan memanipulasinya sesuai keinginan.
Dari sisi pengguna media sosial, penyebaran hoax didorong oleh sikap masyarakat pengguna internet di Indonesia yang kurang kritis menyikapi benar-tidaknya informasi yang beredar di dunia maya.
Akibatnya, banyak orang terpancing meneruskan berita berjudul provokatif yang sengaja dirancang oleh situs hoax, meski isinya belum tentu benar.