Perdebatan tentang darah babi di filter rokok, yang dirilis Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau atau Komnas PT, DR. Hakim Sorimuda Pohan, menuai heboh dan menggegerkan gabungan pabrik dan pengusaha rokok. Bahkan, pernyataan ini melata memasuki ranah politik dan mengulang kembali pertentangan antara kepentingan kesehatan konsumen dengan pekerja serta menyeret kepentingan cukai yang diemban oleh pemerintah.
Hakim yang diserang oleh banyak kepentingan “rokok” kukuh mengatakan, dalam filter rokok yang digunakan di Indonesia terkandung darah babi.
Gabungan pabrik dan pengusaha rokok menuduh Hakim menebarkan kebohongan publik yang disengaja. Sebab, menurut GAPPR, mengutip hasil riset Lembaga Penelitian Pengkajian Obat dan Makanan Majelis Ulama Indonesia, filter rokok yang beredar di Indonesia tidak ada yang mengandung darah babi.
Sekretaris Jenderal GAPPRI, Hasan Aoni Aziz menyatakan, isu darah babi pada filter rokok pernah muncul di Indonesia dan Australia pada tahun 2010. Kala itu, ia menjelaskan bahwa LPPOM MUI kemudian melakukan penelitian terhadap filter rokok yang beredar di Indonesia, baik dalam negeri maupun impor.
“Hasil riset LPPOM MUI terhadap filter rokok yang beredar di Indonesia, tidak ada yang mengandung darah babi, dan itu sudah dirilis resmi MUI. Kesimpulan penelitian LPPOM MUI sebenarnya menjadi jawaban atas tudingan yang tidak benar ketika itu,” ungkap Hasan dalam siaran pers.
Hasan menyebutkan, hanya satu persen kemungkinan seorang berpendidikan tinggi seperti Hakim Sorimuda melakukan kesalahan kutip secara tidak sengaja. “Jadi, 99 persennya memang sadar mengutip secara salah. Ini kebohongan publik yang disengaja,” kata Hasan.
Hakim Sorimuda membuat pernyataan itu, pekan lalu di Banjarmasin, dalam kampanye anti-rokok yang dihadiri ratusan PNS, pengelola hotel, restoran dan pengelola tempat-tempat umum.
Hakim mengatakan, pendapatnya itu berdasarkan studi ilmiah dari Profesor Kesehatan Masyarakat Universitas Sydney, Simon Chapman. Simon sendiri merujuk dari hasil riset Christien Meindertsma, peneliti dari Eindhoven, Belanda.
Dengan merujuk pernyataan Simon, Hakim mengatakan terdapat 185 perusahaan rokok di Belanda menggunakan hemoglobin atau darah babi sebagai bahan pembuat filter rokok.
Sebagai wakil pengusaha dan pabrik, Hasan meyakini hanya ada dua kemungkinan kesalahan, yaitu Hakim Sorimuda yang salah mengutip, atau dua-duanya (Hakim dan Simon Chapman) salah mengutip hasil riset Meindertsma. “Jangan-jangan Komnas PT sudah kehilangan isu, sehingga memilih cara-cara yang tidak patut,” tambah Hasan.
Terkait kemungkinan akan memperkarakan tudingan Hakim ke jalur hukum, Hasan mengatakan bahwa GAPPRI sudah mempersiapkan diri membawa masalah ini ke jalur hukum. “Kami akan mengadukan Komnas PT ke jalur hukum jika tidak mencabut pernyataannya,” tegas Hasan.
Sumber “kontan” dan kotributor nuga.co, Mohamad Fikri