“Remontada.” Kebangkitan kembali. Itulah sisa kata yang diagung Barcelona untuk mencerahkan kembali laga keduanya di semifinal Champions dengan Bayern Muenchen di Nou Camp 1 Mei mendatang.
“Remontada” pernah menjadi sihir ketika Barcelona bangkit dari kekalahan kandangnya di San Siro dari AC Milan 3-0. Sihir itu menjadi sebuah ajimat ketika klub Catalan itu membalikkan keadaan dan mengelupaskan mimpi Milan untuk bisa sampai keperempat final Champion setelah dikoyak empat gol.
Kali ini, untuk Bayern, “remontada” menjadi pertanyaan besar untuk sebuah klub Bavaria yang telah menginjak Barca dengan “sepatu lars” legion Allianz Arena. Empat kosong. Bukan tiga seperti Milan. Dan bukan pula datang dari sebuah tim yang tercabik dan mampunya bertahan dengan perkelahian keroyokan di garis gawang.
Bayern Muenchen bikan Milan yang penakut. Thomas Mueller, Arjen Robben, Gomez dan Bastian tidak datang dari lenggang rumah mode khas Milano yang kebanci-bancian. Mereka adalah kumpulan tentara yang menaklukkan Europa dengan “jargon” yang menakutkan berbau “nazi”isme, “ubber alles.”
Bayern menekuk Barca dengan kepala tegak. Mereka, seperti dikatakan pelatih Heynckes, tidak pernah tahu siapa itu Lionel Messi. Mereka tidak memerlukan menekuk langkah Iniesta atau Xavi untuk mendapatkan ruang. Mereka membuat ruang sendiri dan berlari mengejar kota pinalti untuk membunuh Pique dan mengimpaskan Alba serta meniadakan peran Dani Alves.
Bayern memang malapetaka bagi “Blaugrana.” Dan ketika “Mundo Deportivo” menuliskan catatannya dengan mengatakan, “kekalahan bersejarah” bagi Catalan, semua orang mengangguk betapa anggunnya Thomas Mueller menaklukankkan garis gawan Barcelona. Dua gol dari pemain jangkung yang sangat “bavarian” itu dan satu “assist” untuk Arjen Robben serta sebuah akselerasi yang membuat Gomez bisa melesatkan gol.
Thomas Mueller memang khas “bavarian.” Ia adalah personifikasi dari Jerman yang garang dan tidak pernah menemukan kata berhenti untuk menaklukkan sebuah vazal. Tak peduli itu Barcelona yang “tiki taka” dari Mediteranian yang selama ini membajak kagungan sepakbola Europa.
Bayern adalah sebuah jawaban dari tim yang sangat disiplin. Musim lalau, ketika mereka membunuh Madrid yang sombongnya minta ampun karena memiliki Cristiano Ronaldo, Sergio Ramos, Oezil dan Karim Benzema dalam genggaman Jose Mourinho semua orang tercekik kerongkongannya.
Mereka hanya takluk dengan Chelsea yang bertuah ditangan Di Matteo\ di final Champions dalam kegalauan Allianz Arena. Dan mereka juga, hanya bisa menyerah diselangkang Arsene Wenger dalam pertandingan yang tidak memerlukan angka setelah di 16 Besar setelah menghajar Arsenal di Emirates.
Bayern datang ke semifinal Champions dengan hunusan kekuatan Neur, sang kiper yang belum lagi tertembus oleh tembakan dan sundulan pemain sekaliber Lionel Messi atau pun Pedro dan tidak juga Iniesta.
Juventus mereka “kadal”kan dalam dua laga perempat final. Mereka mematikan Pirlo di Allianz dan mereka bunuh Si Nonya Besar itu di Turin secara kesatria. Dan Rabu depan mereka datang ke Nou Camp untuk mengatakan kepada Tito Villanova, “persetan” dengan “remontada.”
Mereka juga mempersetan Messi yang, seperti dikatakan Heynckes, bukan hantu yang tidak bisa ditebas. “Kami akan datang dengan pola yang sama ketika di Allianz. Kami tidak punya kamus seperti Chelsea, bertahan. Kami juga tidak mengerti dengan permainan AC Milan yang berkurumun di kotak pinalti. Yang kami tahu berkelahi membuka ruang dengan satu tujuan, gawang lawa,” kata pelatih yang akan mengakhiri kariernya di Bayern musim ini.
Untuk mengalahkan Barca, Heynckes juga tidak butuh seorang Joseph “Pep” Guardiola. “Biarkan dia mengambil estafet dari saya. Tapai jangan campur-adukkan antara saya dengan dia dalam mengalahkan Barca. Nonsen, untuk sebuah nasihat Pep Guradiola,” kata Heynckes kepada “Bild” surat kabar Jerman.
Bahkan kepada harian “Marca” yang datang menggelitik tentang strategi yang akan dimainkannya di Nou Camp, Heynckes dengan sombong mengatakan, “pulang saja Anda. Kita bertemu di Nou Camp nanti dan tulis apa yang kami goreskan di lapangan.Titik”
Heynckes memang terkenal galak dan menjauhkan basa basi dari komentarnya. Ia benci dengan perkataan “remontada” yang didengung-dengungkan sebagai jampi-jampi untuk membalikkan kekuatan Bayern. “Kami tidak memiliki remontada. Kami hanya memiliki satu kata, habiskan penghalan. Dan penghalang itu adalah Barca,”ujarnua dengan sinis.
Bayern dalam pertandingan nanti, pasti akan menerapkan kembali perpaduan sistem bertahan yang disiplin dan menggerakkan agresifitas serangan dengan konfigurasi pola 4-3-2-1 yang merupakan jawaban dari polarisasi Barca yang 4-3-3 dengan gaya latin yang mengandalkan dua sayap gantung Alves dan Alba.
Mereka tahu, Barca akan melakukan deterimansi serangan serempak dan akan terus menerus bermain “impresif.” Mereka akan menekan dan mencuri serangan secara cepat dengan “passing” pendek satu-dua atau membentuk kerucut dari pergerakan simetris lewat “wal pass.”
Bangunan permainan inilah yang selama satu dekade mereka mainkan dengan sedikit sentuhan gerakan misterius dari Messi atau Iniesta yang melakukan “swing position” secara mendadak. Tipuan ini yang sering menyengsarakan lawannya karena lambat “memblok” melalui pembentukan garis simetris mau pun diagonal di lapangan tengah.
Tapi tidak untuk Bayern. Mereka memendekkan serangan dengan mendinamisasi blok tengah lapangan dan bergerak dengan cepat menjangkau garis gawang lewat akurasi umpan dan pergerakan Frank Ribery yang anggun.
Menghadapi dinamisasi lapangan tengah ini Barca terhalang untuk mendekat ke garis gawang Bayern. Pola ini, seperti diingat” Koran Spanyol lainnya, “AS” pasti akan dimainkan Bayern. Bahkan Johan Cruyff, legenda Barca, telah memberi segepok “pe-er” untuk Tito dan asistennya Jourdi Roura untuk melakukan perubahan fungsi Messi dan menampat Iniesta lebih keluar sembari membenbani Xavi dengan tugas “playmaker” murni.
Cruyff menghendaki adanya seorang “destroyer” yang menjadi bulan-bulan Dante agar tersedia ruang kosong di garis pertahanan Bayern. Ia setuju jika Pedro difungsikan disana. Ia seorang pemain yang sangat manipulatif. Ia bisa memengaruhi wasit dengan aksi-aksinya, yang terkadang tidak simultan dengan kondisi lapangan. Saya percaya bila Tito mau berdiskusi lebih intens ada hasilnya.
Tentang peranan Messi pada pertandingan leg kedua nanti, pelatih Tito Villanova optimis Blaugrana mampu menyamakan kedudukan, sebelum akhirnya lolos ke semifinal karena unggul gol tandang.
“Pertandingan di Allianz kami dicekam kekhawatiran dengan kondisi Messi. Bukan suatu hal yang baru kami sangat tergantung dengan Lionel, dan itu normal sejak dia menjadi yang terbaik di dunia. Dalam beberapa tahun, kami memang berharap pada dirinya,” ujar Vilanova, seperti dilansir Goal.
Vilanova, yang merupakan suksesor Josep ‘Pep’ Guardiola, juga mengatakan kalau kekalahan telak dari Bayern Munich pada leg pertama semifinal Liga Champions lalu, tak bisa diartikan akhir dari era Barca. Menurutnya, dengan lolos ke empat besar pun merupakan bukti bahwa timnya belum habis. Dan, ia pun belum mau menyerah, karena masih ada 90 menit di Camp Nou.
“Saya tak berpikir kalau ini adalah akhir dari eranya Barca. Jika kami tak memiliki tim hebat, kami tak akan bisa sedekat ini untuk memenangi liga dan berada di babak semifinal Liga Champions,” ujar Villanova, yang sempat absen melatih Barca lantaran harus menjalani kemoterapi dan radioterapi usai menjalani operasi tumor kelenjar parotid.
“Kami adalah Barca. Kami bermain di kandang dan kami punya kewajiban kepada fans untuk bertarung (pada leg kedua). Saya (bisa menerima) kritik yang datang setelah pertandingan melawan Bayern, tapi kami belum akan melempar handuk,” pungkas pelatih berusia 44 tahun tersebut.