Kasihan Barca. “Remontada” itu enggan menghampiri Nou Camp, di Kamis dinihari WIB, ketika “Si Bavaria” Bayern Muenchen mencabiknya kembali di tanah magis yang tidak bisa dicegah oleh tabuhan genderang Medeterenian. “Blaugrana” terlunta-lunta bak “paria” ketika tidak menemukan jati dirinya dalam konfigurasi “tiki taka” dan menangisi kekalahan 0-3 yang menjadikan agregat golnya menjadi 0-7 dalam dua laga.
Klub Catalonia itu kehilangan semuanya. Dan, seperti dikatakan Gary Lineker, legenda hidup sepakbola Inggris, dalam kalimat yang sangat filosofis kepada BBC Sport, “Kita telah menyaksikan awal dari akhir sebuah era Barcelona dan akhir dari awal era Bayern.”
Malam itu, waktu Nou Camp, tak ada sisa dari jejak kemasyhuran Barcelona sebagai penguasa jagad sepakbola yang menggoreskan permainan cemerlang lewat polarisasi permainan menyerang yang tajamnya bak “sembilu.” Tak irisan yang membentuk garis simetris pertahanan, dan sudah menguap “diagonal attacking” yang membuat semua tim yang pernah menghampirinya di sebuah laga merinding ketakutan.
“Blaugrana” adalah masa lalu, dan tutup buku diketiak permainan efesien dan efektif Bayern Muenchen. Permainan yang menempatkan standar pertahanan pada fungsi blok tengah dan melakukan serangan berjarak pendek yang sangat mematikan. Bayern mengundang decak kagum karena tahu bagaimana melakukan rotasi serangan melalui keseimbangan bertahan.
Bayern memang bukan “tiki taka” yang melakukan “swing position” dengan pergerakan “one-two passing,” atau pun “wallpass” kerucut yang intensitas sangat tinggi. Bayern bukan pula, bangunan permainan “overlapping simultan” dengan ruang sempit yang membentuk sudut lancip.
Tapi Bayern adalah eleganitas permainan yang mengakhiri sebuah serangan sekali sergap, langsung ke “ulu hati” pertahanan lawan. Mereka melakukan “attacking” terencana dengan hanya dua tiga sentuhan. Tak percaya? Saksikan pergerakan Frank Ribery yang tak peduli dengan kesadisan “death tackling” Gerard Pique. Ia terus bergerak-dan bergerak sebagai jawaban untuk menghidupkan pelaung serangan, sekecil apa pun dia.
Catat dengan baik, bagaimana Arjen Robben menjadi “setan” ketika melakukan pergerakan sembari melakukan “passing” yang sangat terukur untuk sampai ke kaki Thomas Mueller atau pun memelintir bola ke ruang kosong ketika Gomez berada. Ingatlah, peran Bastian yang bagaikan “trisula” menghunjam bola untuk dialirkan ke Mueller, Gomez atau Robben.
Atraktif sekali. Dan kita bisa mengingat kembali kejayaan “bomber” Gerd Mueller, “kaisar” Beckenbauer atau “palang pintu” Sepp Maier” ketika menjadikan Bayern sebagai tim “pembunuh” di era tujuhpuluhan. Dan itu telah kembali. Bayern akan menjadi “setan” menakutkan di kancah Europa. Apalagi di musim depan mereka mendapat pelatih beken Joseph “Pep” Guradiola, yang akan menularkan “reinkarnasi” tiki taka versi “Bavaria.”
Bayern akan melangkah lebih baik lagi. Dan usai di Nou Camp mereka akan menghampiri Wembley untuk menorehkan sejarah baru.. Sejarah yang untuk pertama kalinya, dua tim asal Jerman bertemu di final. Di partai puncak yang akan digelar di Wembley pada 25 Mei mendatang, Bayern akan menantang Borussia Dortmund yang lebih dulu lolos setelah mengempaskan wakil Spanyol lainnya, Real Madrid
Laga Bayern di Nou Camp memang tragedi bagi Barca. Tiga gol di babak kedua dari Robben, gol bunuh diri Gerard Pique, dan iThomas Mueller memang menyensarakan Barca yang tampil dengan tidak diperkuat oleh andalannya, Lionel Messi.
Barca kepayahan menembus rapatnya barisan pertahanan Bayern sepanjang pertandingan. Sementara itu, duet Robbery—julukkan Robben dan Franck Ribery—sukses menjadi kreator gol-gol tersebut. Barcelona sudah mencoba mengambil alih penguasaan bola sejak menit-menit awal. Namun, beberapa kali kubu tim tamu juga melakukan serangan cukup rapi yang beberapa kali menciptakan peluang berbahaya.
Sepanjang pertandingan babak pertama, lini tengah kedua kubu berperan penting dalam melancarkan serangan masing-masing. Barcelona yang dikomandoi Xavi Hernandez dan Andres Iniesta terlihat beberapa kali mencoba menembus barisan pertahanan Bayern.
Bayern lebih sabar dan banyak mengandalkan serangan balik memanfaatkan kecepatan Robben dan Franck Ribery di sisi sayap lapangan. Adapun dua gelandang bertahan, Javi Martinez dan Bastian Schweinsteiger, tampil cukup baik saat mengawal daerah pertahanannya dari serangan tuan rumah.
Kesulitan menembus rapatnya baruisan pertahanan tim tamu, Barcelona mulai mencoba tendangan spekulasi dari luar kotak penalti Bayern. Usaha itu hampir membuahkan hasil pada menit ke-24, jika saja bola tendangan keras Pedro Rodriguez dari luar kotak penalti tidak bisa ditepis kiper Bayern, Manuel Neuer.
Barcelona terus menekan pertahanan tim tamu. Namun, barisan belakang Bayern tampil cukup disiplin mengawal setiap pergerakan pemain Barcelona sehingga membuat skor kacamata bertahan hingga turun minum.
Di babak kedua, Bayern langsung tampil menggebrak. Laga baru berjalan empat menit, Robben membuat pendukung tuan rumah terdiam setelah sukses menyarangkan bola ke dalam gawang Valdes pada menit ke-49.
Berawal dari umpan panjang Alaba dari sisi kiri lapangan, Robben mengontrol bola itu kemudian melakukan penetrasi ke jantung pertahanan Barcelona dari sisi kanan. Dengan ciri khasnya, pemain asal Belanda itu pun melepaskan bola dengan kaki kiri di antara kawalan bek Barcelona, Adriano, yang tak dapat ditepis Valdes.
Gol itu pun memaksa Barcelona mau tidak mau harus mencetak enam gol jika ingin lolos ke final. Situasi itu membuat pemain Bayern bermain semakin tenang. Meski banyak bertahan, skuad asuhan Jupp Heynckes itu masih mampu menciptakan sejumlah peluang yang diawali kerja sama tim yang cukup baik.
Kesulitan menembus pertahanan Bayern, pemain Barcelona mulai terlihat frustrasi. Keluarnya Xavi pada menit ke-55 membuat beberapa serangan mereka cukup mudah dipatahkan oleh Philipp Lahm dan kawan-kawan.
Hal itu pun dimanfaatkan Bayern. Berawal dari aksi Ribery di sisi kiri, Pique membuat asa tuan rumah semakin tertutup setelah dirinya mencetak gol bunuh diri pada menit-72. Mantan pemain Manchester United itu salah mengantisipasi umpan silang Ribery, yang bolanya justru masuk ke gawangnya sendiri.
Unggul dua gol dengan agregat enam gol, Bayern tak menurunkan serangan. Benar saja, lagi-lagi Valdes dipaksa menjadi saksi gawangnya kebobolan tiga kali setelah Thomas Mueller mampu mencatatkan namanya di papan skor empat menit berselang. Gol tersebut ditorehkannya dengan memanfaatkan umpan silang Ribery dari sisi kiri lapangan.
Kebobolan tiga kali membuat permainan Barcelona menurun. Hingga menit-menit akhir, meski mampu menguasai jalannya pertandingan, mereka pun tetap kesulitan menembus pertahanan Bayern. Skor 3-0 untuk Bayern bertahan hingga wasit meniup peluit panjang.