Perceraian Marshanda dan Ben Kasfayani belum lagi usai dari gonjang ganjing pemberitaan media. Bahkan secara serampangan, ada media, yang menyeret nama organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia.. Di lain pihak, Ben Kasyafani juga mengakui dirinya menjadi anggota dalam organisasi Lembaga Dakwah Islam Indonesia.
Diutak-atiknya lembaga dakwah itu disebabkan keterlibatan Ben di organisasi tersebut di gosipkan ikut menjadi alasan Marshanda menggugat cerai.
Dilain pihak, sebelum memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai, Marshanda ternyata, meminta saran dari guru mengajinya, Ustad Yusuf Mansyur. Di lain pihak,
Cukup mengejutkan memang gugatan yang dilayangkan Marshanda di Pengadilan Agama Jakarta Pusat itu. Sebab seperti diketahui, keduanya menjalin keluarga yang begitu hangat terlebih setelah kehadiran seorang anak.
Kabar menyebutkan, Ben setelah masuk LDII menjadi begitu sibuk. Begitu juga dengan Marshanda yang ikut pengajian Yusuf Mansyur.
Lalu apa kata sang ustad menjawab kabar yang beredar itu?
“Saya nggak tahu, ngaji saya kan ngaji sedekah bukan ngaji yang lain,” kata Yusuf saat ditemui di Masjid Istiqlal.
Menurutnya, Marshanda memang pernah mengatakan ingin bercerai. Sebagai ustad, ia mengaku tak bisa berbuat apapun selain memberikan pencerahan.
“Nasihat saya cuma perbanyak salat, minta bimbingan Allah,” tuturnya.
Meski terlihat begitu dekat dengan Marshanda, Yusuf ternyata tidak mengenal sosok Ben. Menurutnya ia tidak mengetahui sosok suami Marshanda.
“Nggak mengenal. Namanya saja baru kenal. Secara saya kan terbuka,” ujarnya.
Sementara itu dari LDII, Joko Haryanto, salah seorang pengurusnya, membantah kabar ttentang hubungan organisasi dengan gugatan cerai Marshanda. Dia meminta agar organisasi LDII tidak dilibatkan dalam perceraian tersebut.
“Itu masalah pribadi masing-masing, sudah biasa (kawin cerai di kalangan artis). Jangan dihubung-hubungkan dengan LDII,” kata Joko.
Bagi LDII, lanjut Joko, hal ini tidak menjadi masalah apa-apa di organisasi. Mereka tetap menjalani aktivitas biasanya. “Senin malam nanti ada pengajian di tempat kami, jika teman-teman jurnalis mau ikut, silakan saja,” ungkapnya.
Ben Kasyafani yang ditemui media juga kaget dengan isu tersebut. Padahal, tidak ada yang ekstreem dari organisasi yang diikutinya.
“Memang ada yang ekstrem? Nggak ada yang ekstrem, aktivitasnya syuting, beribadah, salat sunnah. Iya terus kenapa? Salat juga teman media pernah ikut. Nggak sesuatu yang salah kan?,” kata Ben.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Amidan, yang diminta pendapatnya tentang eksistensi LDII mengatakan,di mata masyarakat organisasi itu sering dikaitkan sebagai aliran sesat karena dianggap jelmaan dari aliran Islam Jamaah yang dulu sudah pernah dinyatakan sesat.
“LDII dianggap penjelmaan Islam Jamaah, itu sudah difatwakan sebagai sesat. Ganti nama menjadi Lemkari, kemudian ganti nama menjadi LDII. Tapi para pimpinan LDII mengemukakan paradigma baru dan mereka katanya tidak lagi seperti konsep yang lama tentang keamiran itu,” jelas Amidan.
Saat ini, MUI masih meneliti dan mengkaji apakah LDII tergolong aliran sesat atau tidak. MUI Pusat pun menyerahkan semuanya kepada MUI di daerah.
“Masih dalam penyelidikan dan penelitian diserahkan kepada daerah. Ada yang menerima, ada yang tidak menerima karena itu dianggap bagian dari siasat, seolah-olah menerima tapi sebenarnya kamuflase,” terangnya.
Ben sendiri mengakui dirinya tergabung dalam LDII. Namun, dia menganggap LDII suatu pengajian biasa dan bukan aliran sesat.
Ben Kasyafani secara terbuka mengakui dirinya tergabung dalam Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Ben pun menegaskan pengajiannya itu bukan aliran sesat seperti yang diisukan selama ini.
“LDII masih bermasalah. Mereka mengaku punya paradigma baru. Tapi belum bisa dikatakan bahwa itu bukan aliran sesat. Masih perlu pendalaman terhadap paradigma baru itu,” ujar Amidan..
Amidan menambahkan, LDII dulu dianggap sesat karena sangat ekslusif. Sampai saat ini, MUI belum pernah memutuskan atau memfatwakan LDII tergolong aliran sesat atau tidak.
“Mereka sangat ekslusif dan punya sistem keamiran dan tidak mau salat berimaman dengan orang lain. Mereka juga punya masjid sendiri. Kalau ada orang lain di luar jamaah mereka salat, langsung dibersihkan. Tapi dalam paradigma baru mereka menyebut sudah tidak ada lagi. MUI Pusat sendiri belum ada penegasan terkait LDII ini,” katanya.