Site icon nuga.co

Orang Malas Itu Cenderung Lebih Cerdas

Orang malas itu cerdas.

Ya, begitulah yang  di tulis kembali oleh situs “your tango,”  tentang orang malas yang cerdas berdasarkan periset dari Florida Gulf Coast University

“Orang yang cenderung malas beraktivitas memiliki tingkat intelegensia atau Intelligence Quotient  yang tinggi,” lanjut tulisan itu

Dalam studi itu, para peneliti membagi dua kelompok yang diberikan alat monitor aktivitas. Para responden melakukan eksperimen selama tujuh hari.

Ternyata, hasil riset memperlihatkan bahwa mereka yang termasuk dalam kategori pemikir dengan kemampuan intelegensia tinggi lebih pemalas.

Riset memperlihatkan bahwa orang yang sangat cerdas dan berpikir rasional memiliki rentang perhatian yang panjang dalam memecahkan permasalahan.

“Mereka yang ber-IQ tinggi bisa duduk berjam-jam untuk membaca, tidur siang, dan kembali berpikir mencari pemecahan masalah,” tulis hasil studi.

Sementara itu, responden dengan IQ biasa-biasa saja lebih aktif dan ulet dalam berkegiatan sehari-hari.

Riset menyimpulkan bahwa tidak semua orang yang ber-IQ tinggi sukses mewujudkan cita-cita.

Sebaliknya, orang ber-IQ standar lebih sukses dalam hidup karena mereka tidak keberatan untuk bekerja keras demi kehidupan yang lebih baik.

Orang malas sangat memahami cara berprioritas dan fokus pada tujuan mereka sendiri.

Mereka terlalu malas untuk memperhatikan prioritas orang lain dan terlalu malas pula untuk ngomongin orang lain, sehingga mereka bisa lebih fokus pada diri mereka sendiri.

Orang pemalas merupakan orang yang sangat kreatif. Mereka lebih suka mengatur pekerjaan mereka sendiri.

Mereka juga tidak akan membuang waktu mereka untuk hal yang lain selain kerjaannya.

Bahkan mereka akan berusaha membuat cara dan proses kerja mereka semudah mungkin saking malasnya.

Ide cemerlang adalah senjata pamungkas seorang pemalas, karena orang malas cenderung akan mencari cara untuk mendapatkan hasil yang maksimal tanpa harus susah payah.

Mereka akan berusaha menyelesaikan pekerjaannya secepat mungkin.

Karena hal ini biasanya pemalas susah bekerja sama dengan orang lain.

Bersantai adalah hal terpenting buat seorang pemalas, bahkan harus dinomorsatukan.

 

Karena itu seorang pemalas akan berusaha sekuat mungkin untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat demi mendapatkan waktu untuk bersantai yang lebih banyak.

Orang yang pemalas ternyata juga memiliki kualifikasi yang tinggi dalam menjalankan pekerjaannya.

Mereka biasanya ingin mendapatkan hasil kerja yang terbaik dengan cara yang sangat gampang.

Karena apabila hasil kerjanya sudah baik, pastinya mereka gak perlu kerja dua kali untuk memperbaiki, sehingga waktu bersantainya juga lebih banyak.

Nah, cobalah simak pengalaman fisikawan terkenal dunia Stephen Hawking.

Tidak banyak yang mengetahui mengenai masa lalu ilmuwan asal Inggris itu.

Stephen Hawking merupakan orang paling cerdas sekolong jagad ini ternyata tergolong siswa pemalas sewaktu mengenyam bangku kuliah.

“Sewaktu saya berkuliah di Oxford University saya termasuk mahasiwa yang malas kuliah. Saya hanya memikirkan diagnosis bahwa saya akan mati muda,” katanya dalam sebuah kuliah umum di Royal Albert Hall, London, seperti yang dikutip Telegraph,

“Saya bahkan tidak bisa membaca hingga usia delapan tahun. Berbeda dengan kakak saya Philippa sudah bisa membaca ketika berusia empat tahun,” tambahnya.

Bahkan Hawking mengaku tidak pernah menyelesaikan tugas sekolah dan tulisan tangannya sampai tak dapat dibaca.

Tapi itu tidak membuat teman-teman sekelasnya menjauhi dirinya. Bahkan dia selalu dipuji sebagai orang yang mempunyai kelebihan berbeda.

Ketika berusia dua puluh satu tahun, di situlah titik balik fisikawan ini. Dia yang divonis hanya memiliki beberapa tahun untuk hidup, malah mulai memaknai hidupnya, karena dia mulai fokus pada pekerjaannya.

“Ketika berhadapan dengan kemungkinan mati muda, itu akan membuat Anda menyadari keinginan untuk hidup layak dan masih banyak hal yang ingin dilakukan,” katanya.

Temuan dari sebuah studi yang berbasis di Amerika Serikat tampaknya mendukung bahwa orang dengan IQ tinggi adalah orang yang mudah bosan dengan sesuatu, membuat mereka menghabiskan lebih banyak waktu untuk berpikir

Seperti dilansir dari theindependent.co.uk, sebaliknya, orang-orang yang aktif, mereka bekerja secara fisik, dan membutuhkan kegiatan eksternal untuk merangsang pikiran mereka.

Para peneliti dari Gulf Coast University memberikan tes klasik kepada suatu kelompok mahasiswa.

Kuesioner yang akan memperlihatkan kemampuan kognisi ini meminta para peserta untuk menilai seberapa kuat mereka percaya dengan pernyataan seperti “Saya sangat menikmati sebuah tugas yang membutuhkan pemecahan atas suatu masalah” dan “Saya berpikir semampu saya.”

Kemudian, para peneliti yang dipimpin oleh Todd McElroy memilih  pemikir dan dan orang  yang malas  dari semua kandidat yang ada.

Selama tujuh hari berikutnya, kedua grup ini diharuskan mengenakan sebuah alat di pergelangan tangan untuk mendeteksi pergerakan dan tingkat aktivitas mereka.

Alat ini secara konstan menyediakan data bagaimana mereka aktif secara fisik.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok pemikir jauh lebih aktif selama seminggu, daripada kelompok non pemikir.

Temuan ini dipublikasikan ke dalam Journal of Health Psychology, yang digambarkan sebagai hasil yang sangat signifikan dan kuat dalam hal statistik.

Namun, pada akhir pekan, tidak ada perbedaan di antara kedua kelompok ini, yang sampai sekarang belum bisa dijelaskan secara ilmiah.

Para peneliti menyarankan bahwa temuan ini dapat memperkuat bahwa orang yang tidak suka berpikir adalah orang juga mudah bosan, dan memerlukan waktu untuk aktivitas fisik.

Todd juga menekankan bahwa menjadi seorang pemikir, sekaligus orang yang malas dapat menjadi gaya hidup negatif. Ia menyarankan bahwa orang yang kurang aktif, walaupun ia juga sangat pandai harus meningkatkan aktivitas untuk tujuan kesehatan sendiri.

Pada intinya, seperti dikutip dari British Psychological Society, yang menjadi faktor penting dan dapat membantu seorang individu meningkatkan aktivitas mereka adalah kesadaran.

Exit mobile version