Puasa dan hidup sehat adalah dua sisi dari banyak sisi lain dari anjuran “menahan” diri selama menjalani ritual perintah agama di bulan Ramadhan. Puasa tidak hanya tidak makan dan minum. Tapi bagaimana mengubah cara berpikir menjadi tetap “positive thinking.”
Tentu tidak mudah. Tapi itulah hakekatnya dan terkait erat dengan “hidup sehat” dan “hidup bersih.” Secara fisik dan psikis puasa menempatkan kedua dalam satu alur. Dan dari kedua alur inilah kita bisa mendapatkan pengaruh langsung dari “diet.”
Ada celah, ketika menjalan puasa, bagi kita untuk menurunkan “kelebihan” berat badan. Tentua asal displin. Itu kuncinya.
Selain menjalankan perintah agama, tak sedikit orang yang memanfaatkan momen puasa di bulan Ramadhan untuk menurunkan berat badan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, kebanyakan orang justru bertambah gemuk setelah berpuasa.
Harus diakui kebanyakan orang justru belanja bahan makanan dan minuman lebih banyak di bulan puasa. Saat berbuka puasa “aksi balas dendam” dijalankan dengan mengonsumsi berbagai makanan dan minuman sepuasnya.
“Puasa justru membuka peluang orang bertambah gemuk. Asupan yang tinggi dibarengi aktivitas yang terbatas, menjadi pemicu penambahan berat badan,” kata dr.Tirta Prawita Sari, Sp.GK, Ketua Yayasan Gema Sadar Gizi.
Tirta menjelaskan, saat berpuasa metabolisme tubuh ikut menurun sehingga pembakaran kalori lebih sedikit. Selain itu, saat puasa biasanya terjadi pergeseran sumber energi.
Bila dalam keseharian tubuh memperoleh energi dari pembakaran karbohidrat, maka saat puasa sumber energi bergeser ke lemak. Lemak sendiri merupakan sumber energi kedua yang lebih mudah diolah daripada protein.
Selama bulan puasa kita juga umumnya membatasi aktivitas fisik, akibatnya permintaan energi ikut menurun sehingga lemak dalam tubuh tidak dipecah menjadi energi dan terus bertumpuk.
Untuk mencegah menumpuknya lemak, lakukan olahraga ringan saat berpuasa sehingga metabolisme tetap berjalan cepat.
Selain itu konsumsi makanan dan minuman yang sehat saat sahur dan berbuka. Pilihlah sumber karbohidrat yang menyebabkan gula darah stabil, yaitu karbohidrat yang kaya serat seperti nasi merah.
Menurut Tirta, ada panduan yang bisa dijadikan parameter apakah pola makan dan aktivitas fisik yang kita lakukan sudah tepat. Hal ini bisa dilihat dari berat badan dan lingkar perut.
“Lingkar perut yang tetap menandakan bantalan lemak yang tidak bertambah. Sementara lingkar perut yang membesar mengindikasikan jumlah lemak yang meningkat. Sedangkan lingkar perut yang mengecil, merupakan indikasi jumlah lemak yang menurun,” katanya.
Menurut Tirta lingkar perut kecil dengan badan gemuk lebih sehat dibanding berbadan kurus tapi lingkar perut besar.