Anda pernah tahu kenapa harus menguap dan apa dampaknya bagi tubuh?
Walaupun belum ditemukan penyebab pasti mengapa anda menguap, sebuah teori hipotesis memastikan tidak ditemukan hasil lain yang berlawanan, walaupun berbagai penelitian ini belum dapat menemukan bukti pasti bahwa menguap terjadi akibat peningkatan suhu otak anda.
Otak merupakan organ tubuh yang paling banyak menghabiskan energi.
Para peneliti menemukan bahwa menguap memberikan suatu efek mendinginkan pada otak, untuk mencegah suhu otak menjadi terlalu panas, yang dapat menurunkan tingkat kewaspadaan atau bahkan menyebabkan penurunan kesadaran.
Suhu otak anda akan meningkat saat anda merasa lelah, saat otak terstimulasi, saat berada pada lingkungan yang panas, atau saat anda menderita suatu infeksi.
Suhu otak ditentukan oleh tiga hal. Pertama kecepatan aliran darah di dalam pembuluh darah arteri, suhu darah dan panas yang dihasilkan oleh metabolism di dalam otak
Oleh karena itu, menguap mungkin terjadi akibat adanya peningkatan kecepatan aliran darah di dalam pembuluh darah arteri dan untuk menurunkan suhu darah yang masuk ke dalam otak.
Saat anda menguap, mulut anda akan terbuka untuk menarik napas panjang, yang diakhiri dengan menghembuskan napas secara singkat.
Saat menguap, otot-otot di sekitar tulang tengkorak anda akan berkontraksi dan meregang, yang menyebabkan darah yang lebih dingin dialirkan ke arah kepala anda dan darah yang lebih hangat pun dikeluarkan.
Hal ini menyebabkan peningkatan aliran darah ke dalam otak dan tulang tengkorak dan pada saat yang bersamaan menyebabkan darah yang lebih hangat di dalam pembuluh darh vena keluar dari dalam kepala.
Peregangan otot-otot di sekitar tulang tengkorak dapat meningkatkan sirkulasi darah di daerah tersebut.
Gerakan meregangkan lengan atau menggoyangkan kepala anda ke belakang saat anda menguap juga dapat mendinginkan otak anda.
Sebuah penelitian menemukan bahwa peningkatan suhu otak menyebabkan manusia maupun tikus menguap, dan setelah menguap, suhu otak pun menurun.
Saat suhu lingkungan di sekitar anda panas, maka anda pun lebih sering menguap. Akan tetapi, bila suhu lingkungan sekitar anda sangat tinggi, melebihi suhu di dalam otak anda, maka anda justru jarang menguap.
Apakah menguap itu dapat menular?
Anda tentunya pernah mengalami kejadian unik berikut ini, yaitu saat pasangan anda atau teman di dekat anda menguap, maka anda pun ikut menguap, yang membuat menguap tampak seperti menular.
Sebagian besar penelitian yang bertujuan untuk mencari penyebab mengapa menguap dapat menular menduga bahwa peristiwa penularan ini tampaknya berhubungan dengan faktor psikologis, yaitu rasa empati anda.
Dugaan ini timbul akibat adanya kemiripan peristiwa ini dengan bagaimana reaksi anda saat menonton sebuah adegan televisi di mana sang korban terluka, maka anda pun akan bergidik seperti ikut merasakan keadaan sang korban di film tersebut.
Satu hal yang menarik adalah orang yang menderita autisme atau gangguan kepribadia skizotipal, yang mengakibatkan penderitanya kurang memiliki rasa empati dan belas kasihan, tidak mudah tertular saat ada orang lain yang menguap di dekatnya.
Kesimpulannya adalah menguap dapat terjadi saat tubuh anda berusaha menurunkan suhu otak anda atau untuk meningkatkan kewaspadaan anda (saat mengantuk atau lelah) atau karena anda melihat orang di dekat anda menguap.
Dalam penelitianpaling baru yang dipublikasikan di Biology Letters, sejumlah ilmuwan menunjukkan adanya korelasi antara durasi menguap dengan berat otak Anda.
Begitu juga jumlah dari saraf kortikal, misalnya jumlah sel di dalam korteks serebral, bagian terbesar dari otak. Para peneliti menemukan bahwa mamalia dengan otak lebih besar, biasanya menguap lebih lama.
Pemimpin penelitian Andrew Gallup meneliti data berat otak dari dua puluh sembilan mamalia dan kemudian meminta timnya untuk memperhatikan bagaimana hewan-hewan tersebut menguap. Mereka lalu mencatat durasi menguap dan mendapatkan rata-rata waktu untuk setiap jenis mamalia.
Sebagian besar penelitian mereka dilakukan dengan menonton video Youtube sejumlah mamalia saat menguap.
Dikutip Metro.co.uk, para peneliti ini telah meneliti dua ratus lima mamalia yang menguap termasuk tupai, gajah Afrika, dan manusia.
Mereka menemukan bahwa manusia menguap selama rata-rata tujuh detik, sementara simpanse menguap selama lima detik. Tikus menguap rata-rata selama setengah detik.
Telah lama diketahui bahwa menguap adalah cara untuk memberikan lebih banyak oksigen ke dalam tubuh, namun penelitian ini memberikan hipotesis lain.
Para peneliti mengatakan, kalau menguap adalah cara untuk mendinginkan otak dalam dua cara berbeda.
Pertama, melalui arus udara dingin dari luar, dan kedua, karena kita mengerutkan, kemudian merilekskan otot wajah kita saat menguap.
Dengan begitu, kita mengirim lebih banyak lagi darah hangat di sekitar kepala dan melepaskan panas. Karena itulah, otak yang lebih besar membutuhkan durasi menguap yang lebih lama.
Tidak bisa dipungkiri, menguap sangat erat kaitannya dengan mengantuk atau kelelahan. Anda sendiri pun pasti pernah merasakannya.
Menurut beberapa penelitian, menguap bisa menjadi tanda mengantuk, kelelahan, atau gangguan tidur. Robert Provine, seorang ahli syaraf dari Universitas Maryland, Amerika Serikat, yang sudah meneliti tentang menguap selama tiga puluh tahun, mengatakan bahwa seseorang menguap sebagai tanda kelelahan.
Menurutnya, orang akan menguap ketika mendekati jam tidur atau setelah bangun tidur.
Selain itu, menguap juga ada kaitannya dengan kebosanan. Dia juga melakukan percobaan terkait apakah menguap berhubungan dengan kebosanan dengan cara membagi dua kelompok remaja.
Kelompok pertama diberi tontonan tentang tes warna yang tidak menarik, sementara kelompok kedua diberi tontonan video musik.
Hasil penelitian menunjukkan, remaja pada kelompok pertama terlihat lebih banyak menguap
Adrian G. Guggisberg, MD, seorang dokter di Universitas Geneva, Swiss, pun setuju dengan teori tersebut.
Dia melihat efek menular dari menguap sebagai petunjuk utama. Menurutnya, makin banyak orang yang mudah tertular dengan menguap, maka makin baik pula kemampuan mereka berempati.
“Pada manusia, sudah jelas bahwa menguap memiliki efek sosial,” ungkapnya.
Guggisberg juga menyebutkan, selama ini aktivitas menguap dikaitkan dengan rasa bosan atau mengantuk. Dia pun mengasumsikan bahwa orang yang menguap saat berkomunikasi dengan seseorang menjadi tanda orang tersebut tidak nyaman selama sesi perbincangan.