Marah dan stress?
Awas, kedua gejolak itu adalah pemicu dari sakit jantung.
Ya, penyakit yang mencakup kondisi jantung, struktur, pembuluh dan pembekuan darah ini dapat menyerang siapa saja bila di picu oleh faktor stres dan hobi marah-marah
Keduanya dapat meningkatkan risiko berkembangnya penyakit kardiovaskular ini.
Untuk Anda tahu, data terbaru dari SRS Survey empat tahun lalu mencatat satu dari empat kematian di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit jantung.
Sedangkan data Riskes lima tahun lalu juga menyatakan penyakit jantung merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia.
Dari data itu, didapat sebanyak dua puluh dua persen penderita penyakit jantung masih berusia lima belas hingga tiga puluh lima tahun.
“Ini merupakan peringatan bahwa penyakit jantung bisa menyerang siapa saja dan gaya hidup mempengaruhi progresivitas penyakit jantung,” kata dokter ahli penyakit jantung dan pembuluh darah Johan Winata
Johan menjelaskan gaya hidup yang dilakukan bakal memengaruhi perkembangan penyakit jantung yang umumnya disebabkan oleh penyumbatan pembuluh darah atau dikenal jantung koroner.
Penyumbatan itu terjadi karena adanya penumpukan lemak di pembuluh darah sehingga menghambat aliran darah dari dan menuju jantung.
Menurut Johan, penumpukan lemak itu sudah mulai timbul sejak usia 10 tahun.
Namun, pada setiap orang proses penumpukan lemak menjadi penyumbatan pembuluh darah itu berlangsung berbeda-beda dipicu oleh beberapa faktor.
Anak dengan obesitas cenderung bakal lebih cepat mengalami penyumbatan pembuluh darah karena lemak yang berlebih.
“Dari usia sepuluh tahun sudah mulai muncul perlemakan. Anak dengan obesitas akan sangat rentan menderita jantung koroner,” ujarnya.
Selain itu, beberapa faktor lain seperti stres yang terus menerus, mudah marah, serta memiliki paranoia lebih mudah terkena jantung koroner.
Johan menjelaskan sikap-sikap tersebut mempercepat detak jantung, pernapasan dan tekanan darah sehingga memicu penyempitan pembuluh darah.
“Faktor ini mempercepat tumbuhnya penyempitan pembuluh darah dan gampang terkena jantung koroner,” ucap Johan.
Selain faktor gaya hidup ini, Johan menyoroti lima faktor penting lainnya yang meningkatkan risiko terkena penyakit jantung.
Faktor tersebut adalah riwayat penyakit jantung di keluarga, gula darah tinggi yang tidak terkontrol, merokok, hipertensi, dan kolesterol.
“Faktor riwayat keluarga, gula darah dan merokok itu merupakan faktor yang mandiri sehingga dapat menyebabkan progres yang sangat cepat.
Dua faktor lain hipertensi dan kolesterol membutuhkan faktor lain untuk mempercepat penyumbatan pembuluh darah,” tutur Johan.
Jika memiliki faktor risiko tersebut, Johan menyarankan untuk segera memeriksakan diri dan mulai melakukan tindakan pencegahan dengan menghindari rokok, aktif berolahraga dan mengatur pola makan.
Sebaliknya, jika tidak merasa memiliki faktor tersebut, Johan menyarankan tetap waspada. Johan menyebut pada laki-laki usia empat puluh tahun proses penumpukan lemak pada pembuluh darah berlangsung lebih cepat.
Sedangkan pada perempuan proses itu berlangsung setelah menopause.
“Sebaiknya jika sudah memasuki usia atau waktu tersebut segera lakukan pemeriksaan,” kata Johan.
Pada dasarnya, stres bukanlah penyebab langsung dari penyakit jantung. Hanya saja, orang yang memiliki stres memang cenderung rentan mengalami penyakit jantung, khususnya serangan jantung atau gagal jantung.
Tetapi, belum tentu juga stres akan langsung mengakibatkan penyakit jantung. Jika dibiarkan terus menumpuk dan tidak ditangani, stres berat barulah dapat meningkatkan risiko penyakit jantung Anda.
Lalu, apa alasannya?
Stres yang Anda alami akan meningkatkan tekanan darah. Jika stres diatasi, maka tekanan darah akan kembali normal dan tak berdampak apapun ke tubuh.
Namun, jika stres tak kunjung hilang dan malah semakin menjadi-jadi, maka tekanan darah akan tetap tinggi.
Tekanan darah yang tinggi ini yang kemudian menyebabkan seseorang berisiko terkena penyakit jantung.
Ketika tekanan darah tinggi, maka aliran darah tidak lancar, sehingga bisa saja menimbulkan gangguan pada kerja jantung.
Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa tekanan darah tinggi adalah salah satu faktor risiko dari serangan jantung, gagal jantung, bahkan stroke.
Banyak orang yang mengalami stres berkepanjangan justru menjadikan makanan sebagai pelariannya.
Selain itu, terbukti juga jika stres bisa bikin nafsu makan meningkat. Hal ini terkait dengan tingginya hormon kortisol ketika stres terjadi.
Hormon ini memiliki kemampuan untuk meningkatkan nafsu makan, sehingga membuatnya makan berlebihan dan tak terkendali.
Makanan-makanan tersebut tentu melebihi kebutuhan tubuh dan menyebabkan tumpukan lemak semakin banyak. Nah, tumpukan lemak ini yang akan membuat seseorang terserang penyakit jantung.
Lemak dapat membuat pembuluh darah tersumbat dan akhirnya aliran darah tidak lancar. Kemudian, fungsi jantung pun terganggu.
Kalau sedang merasa stres, Anda pasti malas untuk melakukan kegiatan lain. Rasanya murung dan sedih saja seharian.
Kondisi ini membuat Anda tidak melakukan aktivitas fisik apapun. Kalau hanya dilakukan sehari saja, tidak apa.
Tetapi, jika kondisi ini selama seminggu saja terjadi, maka selama satu minggu tersebut Anda tidak melakukan aktivitas fisik. Jangan heran kalau nanti berat badan Anda melonjak saat ditimbang.
Sebab, gaya hidup sedentari atau tidak melakukan aktivitas fisik sama sekali hanya akan membuat timbunan lemak tubuh semakin banyak.
Dan lagi-lagi, lemak memiliki kemampuan untuk menyumbat aliran darah Anda dan akhirnya jantung tidak bisa memompa darah dengan baik.
Tak hanya makanan, orang yang mengalami stres akan mencari pelarian lain yang dapat membuat dirinya nyaman, seperti halnya mengonsumsi alhokol dan merokok.
Kebiasaan buruk tersebut tentu semakin meningkatkan risiko berbagai penyakit kronis, tak hanya risiko penyakit jantung saja.