Berlarilah!
Hanya sepuluh menit. Dan Anda akan menjauh dari “sergapan” stroke.
“Ini kabar gembira,” tulis “healthy,” Selasa, 15 Desember 2015 yang menuliskan kembali laporan jurnal sebuah studi yang dilakukan Mayo Clinic itu.
Menurut p[enelitian itu lari selamasepuluh menit setiap hari selama sepekan, atau minimal lima puluh menit seminggu, cukup untuk menjauhkan tubuh dari risiko stroke.
Selain “healthy, laman situs “huffington post,” juga menuliskan hasil para peneliti Mayo Clinic itu.
Selain stroke, risiko lain yang juga bisa dihindari dengan berlari selama sepuluh menit setiap hari adalah artritis, diabetes, kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi serta menurunkan risiko kanker.
Tapi jika ingin manfaat kesehatan yang lebih besar, para peneliti Mayo Clinic menyarankan untuk mengombinasikan lari dan jalan.
“Berlari selama sepuluh menit kemudian berjalan bisa menghindarkan tubuh dari bahaya obesitas, penyakit jantung dan diabetes,” ujar Vivek Murthy, salah seorang peneliti.
Di sisi lain, dalam penelitian sebelumnya, ilmuwan menemukan bahwa terlalu banyak berlari juga punya sisi buruk bagi kesehatan.
Para peneliti di University Hospital of Ulm di Jerman juga melakukan studi terhadap para pelari ultramarathon selama lomba lari Italia-Norwegia pada enam tahun lalu, yang berjarak empat ribu lima ratus kilometer.
Setiap sembilan ratus kilometer, mereka mengukur perubahan tubuh pelari menggunakan scanner MRI portable, juga mengukur tekanan darah dan melakukan tes urin.
Mereka menemukan untuk dua ribu lima ratus kilometer pertama, fungsi tulang rawan pelari menurun. Tulang rawan berfungsi meredam guncangan antara dua tulang.
Yang luar biasa, mereka juga menemukan bahwa otak seorang pelari menyusut sebanyak enam persen pada akhir lomba.
Latihan memang dianggap bermanfaat bagi otak karena dapat menunda pikun dan mengatasi depresi, namun otak yang menyusut, secara umum tidaklah baik.
Para peneliti Ulm belum yakin mengapa otak menyusut setelah lari dalam jarak yang demikian panjang, selain semata-mata karena kelelahan ekstrem dan asupan makanan yang buruk.
Peneliti mengungkapkan hasil penelitian itu dalam pertemuan tahunan Radiological Society of North America.
Di antara para pelari ultramarathon, daerah otak yang paling banyak menyusut adalah yang terlibat dalam pemrosesan visual.
Bisa jadi karena bagian otak itu kurang stimulasi karena hanya melihat jalanan selama enam puluh empat hari berturut-turut.
Bisa jadi pula hasil mekanisme ‘penggandaan’ untuk mengalihkan energi berharga ke bagian tubuh yang lebih membutuhkan.
Selain itu, sebuah penelitian terbaru menyimpulkan, joging atau lari pelan dinilai lebih menyehatkan dibanding terlalu sering lari cepat.
Berdasarkan penelitian di Denmark, joging beberapa kali dalam seminggu dapat memperpanjang usia hidup.
Sebaliknya, jika terlalu keras melakukan olahraga lari malah tidak baik bagi kesehatan.
Peneliti ini menganalisis orang yang suka lari tetapi tidak joging.
Dan hasil analisisnya menunjukkan, mereka yang joging memiliki usia hidup yang lebih lama daripada yang tidak.
Penelitian ini telah diterbitkan dalam Journal of American College of Cardiology.
Peneliti menjelaskan, yang dimaksud dengan joging, yaitu menempuh delapan kilometer per jam beberapa kali saja dalam seminggu dan total lari kurang dari dua setengah jam selama seminggu.
“Temuan ini menunjukkan olahraga ada batasnya untuk dapat optimal manfaatnya bagi kesehatan,” ujar
peneliti dari Copenhagen City Heart Study dan Rumah Sakit Frederiksberg di Denmark, dokter Peter Schnohr.
Menurut Peter, untuk melakukan olahraga berat sebaiknya disesuaikan dengan kondisi tubuh.
Jika tujuan Anda berolahraga adalah untuk panjang umur, maka jogging beberapa kali dalam seminggu adalah pilihan tepat. Olahraga berat dinilai tidak aman bagi kesehatan jantung.
Hal senada dikatakan dokter Karol Watson dari Universitas California, Los Angeles. Menurut dia, sejumlah penelitian sebelumnya pun menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian kali ini.
Menurutnya, menjadi pelari maraton tetap bermanfaat bagi kesehatan jantung, tapi mereka juga harus mewaspadai peningkatan risiko kematian jika dibandingkan dengan pelari jarak menengah.
Menurut Duck-chul Lee, dari Departemen Kinesiology di Iowa State University, penelitian ini bukan untuk menakut-nakuti orang yang melakukan olahraga berat.
Para ahli berharap penelitian ini dapat mengungkapkan berapa lama sebaiknya seseorang melakukan olahraga.