Anda pelupa?
Pernah menyadarinya dan kemudian mencari tahu tentang pengaruh buruk itu.
Nah, Anda nggak usah terlalu repot mencari sumber kebiasaan yang tak menyenangkan itu.
Sebab, sebuah tulisan di laman situs “pick the brain” memberitahu Anda bahwa pelupa itu bisa datang dari pengaruh kurang tidur, fluktuasi horom dan kesibukan otak.
Ya, tulis “pick the brain,” Anda harus sadar memori yang ada dikepala adalah hal yang unik dan agak lucu.
Terkadang kita bisa mengingat hal-hal yang terjadi belasan tahun lalu sampai ke detailnya.
Di lain waktu, kita bisa lupa di mana menaruh ponsel dua menit lalu.
Walau penurunan daya ingat seiring usia adalah hal yang normal, tetapi sering lupa bisa terjadi pada usia berapa pun.
Penelitian mengungkap, kebiasaan sehari-hari tanpa disadari berpengaruh pada daya ingat jangka pendek dan bisa meningkatkan risiko penyakit penurunan saraf seperti demensia.
Makanya kenalilah apa saja faktor-faktor yang membuat kita jadi pelupa.
Sebut saja karena kurang tidur. Tidur adalah kegiatan yang sangat penting untuk kesehatan fisik dan mental.
Tidur bahkan menjadi hal yang wajib jika kita ingin mempertahankan kemampuan otak dalam mengingat.
Memori jangka pendek disimpan di area otak yang hanya bisa menyimpan informasi secara terbatas, misalnya nama, tanggal, atau nomor telepon, sehingga kita bisa dengan mudah lupa jika ada informasi baru masuk.
Ketika kita tidur, gelombang otak membawa memori jangka pendek ini ke prefrontal cortex di mana memori jangka panjang di simpan. Dengan demikian kita akan dengan mudah mengingatnya saat dibutuhkan.
Kualitas tidur yang buruk bisa mengganggu proses pengiriman informasi itu. Untuk mengoptimalkannya, kita butuh tujuh hingga delapan jam waktu tidur setiap malam.
Selain itu lupa bisa juga datang dari fluktuasi hormone.
Sebut saja eksrogen, progesteron, testosteron, dan hormon tiroid, yang sangat penting untuk fungsi kognitif.
Ketidakseimbangan hormonal dan penurunan kadarnya tentu berdampak pada fugnsi otak. Gejala yang paling terasa adalah kurang konsentrasi dan daya ingat berkurang.
Wanita sering mengalami gangguan memori ini saat sedang hamil dan memasuki menopasue. Pria juga akan mengalaminya ketika testosteron mereka turun di usia lanjut.
Walau demikian, kita bisa melakukan banyak hal untuk menjaga fungsi otak.
Konsumsi makanan sehat, olahraga, belajar bahasa baru, mengisi TTS, atau membaca, terbukti mampu memperlambat penurunan daya ingat.
Lupa bisa juga datang dari kesibukan otak
Gelombang informasi yang sangat deras di era digital ini membuat kita sulit mengingat karena berkurangnya rentang konsentrasi.
Penelitian yang dilakukan Microsoft menungkap, rata-rata rentang perhatian kita hanya delapan detik.
Otak kita sangat sibuk oleh berbagai layar yang kita lihat, bahkan di saat bersamaan. Sambil menonton televisi atau mengerjakan sesuatu di laptop, kita juga asyik mengecek ponsel.
Selain dari ketiga faktor di atas, Anda memerlukan untuk menjaga tensi darah agar tidak terjadinya penurunan daya ingat.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah penyakit yang muncul karena gaya hidup tidak sehat dan bisa mengundang demensia atau penyakit pikun.
Sebuah penelitian terbari menyatakan, demensia ternyata sering ditemukan pada orang-orang yang mengidap hipertensi.
Gejala awal demensia adalah penurunan daya ingat dan sedikit kerusakan bahasa. Ingatan jangka pendek tidak dapat disimpan.
Sudah banyak penelitian menunjukkan, orang yang hipertensi berisiko lima kali lipat terkena demensia pada usia lanjut.
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak, kemudian terjadi pendarahan sehingga otak kekurangan oksigen.
Lama-kelamaan, otak menyusut atau mengecil pada usia lanjut.
Menyusutnya otak akan mempengaruhi memori. Akibatnya, terjadi penurunan daya ingat.
Berdasarkan hasil pemindaian di otak, pada orang yang hipertensi ternyata ditemukan bercak-bercak putih atau plak di otak.
Plak di otak itu juga bisa memicu kepikunan.
Tekanan darah bisa menurunkan fungsi kognitif di usia lanjut.
Dalam penelitian lain yang pernah dilakukan, orang yang tekanan darahnya lebih terkontrol karena minum obat hipertensi memiliki risiko demensia yang lebih kecil dibanding mereka yang tidak minum obat hipertensi.
Menurutnya, konsumsi obat untuk pasien hipertensi jangan dianggap sebagai ketergantungan, tetapi kebutuhan.