Anda ingin lebih sehat?
Jawaban kuncinya, berjiwa petualanglah!
Jiwa petaualang?
Ya, tulis laman situs media Inggris terkenal,”the huffington post” hari ini, Senin, 06 Maret.
Menuurut laman situs itu, kepribadian seseorang ternyata juga berkaitan dengan pola makan dan kesehatan.
Mereka yang berkepribadian terbuka dan ekstrovert makan lebih banyak sayur dan buah.
Menurut sebuah studi terhadap seribu orang dewasa dan mereka yang terbuka pada pengalaman baru dan menginginkan variasi juga bersikap sama terhadap makanan.
Begitu kata Tamlin Conner, seorang profesor di University of Otago Selandia Baru.
Kepribadian mereka membuat mereka jadi mau mencoba sayur dan buah baru atau pun cukup berani untuk bereksperimen dengan jenis-jenis makanan yang awalnya tak disukai.
Tetapi, mungkin juga bahwa memakan makanan sehat dapat menyebabkan seseorang merasa lebih seperti ekstrovert.
Studi-studi lain Conner menemukan bahwa dalam jangka pendek, makan lebih banyak sayur dan buah menghasilkan perasaan vitalitas dan motivasi yang dikatakan Conner merupakan fitur kunci sifat ekstrovert.
Ingin makan lebih baik? Mulailah dengan makan seperti orang terbuka dan ekstrovert.
“Cobalah menanamkan sikap keterbukaan khususnya terhadap makanan sehat yang tak biasa. Pergilah ke toko lihat dan pilih produk baru. Berlakulah seperti orang terbuka,” kata Conner.
Mempraktikkan perilaku itu berulang kali terbukti sedikit mengubah kepribadian itu selama beberapa waktu.
Jadi makan dengan penuh petualangan mungkin akhirnya mengubah Anda menjadi seseorang yang menyukai petualangan.
Jika kepribadian lebih terbuka tak meyakinkan Anda mengeksplor produk baru, manfaat sehatnya mungkin bakal meyakinkan.
Buah-buahan dari jeruk hingga pepaya mengandung vitamin yang membantu mengenyahkan penyakit seperti kanker.
Sayuran kaya karotenoid seperti brokoli juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh
Memang, menurut para ahli, tipe kepribadian, dapat memengaruhi kesehatan baik fisik maupun mental.
Sebut saja orang introvert.
“Orang yang introvert mudah terstimulasi oleh lingkungan. Jika ada banyak kejadian atau keramaian di sekitarnya, mereka jadi mudah stres,” kata Laurie Helgoe, PhD, asisten profesor bidang psikologi di Davis & Elkins College dan penulis buku Introvert Power.
Tidak semua orang introvert membenci keramaian, tapi kebanyakan mereka lebih memilih bergaul dengan kelompok kecil teman, dibanding dengan kelompok besar atau dengan orang-orang yang tidak dikenal dekat.
Meski tidak terlalu suka keramaian, namun orang introvert lebih merasa nyaman jika dia tidak disertakan di dalam satu pembicaraan di pesta dan tidak merasa harus selalu “nyambung” dengan orang lain.
Dalam hal ini, introvert sangat berbeda dengan kecenderungan orang extrovert yang sering ingin terlibat dalam setiap pembicaraan, agar bisa mengemukakan pendapatnya dan cenderung ingin bisa akrab dan diterima oleh banyak orang.
“Tentu, orang introvert juga bisa merasa diabaikan tapi kami lebih mudah menetralisir perasaan itu,” kata Helgoe.
Tidak semua orang introvert tidak bahagia dan tidak semua orang yang tidak bahagia adalah introvert. Meski demikian, ada hubungan di antara keduanya.
“Ada beberapa karakter introvert yang berhubungan dengan depresi. Orang introvert cenderung kebih banyak merenung dan bisa terjebak secara emosi dengan renungannya itu. Di sisi lain, orang introvert lebih realistik, melihat masalah secara keseluruhan bukan hanya menangkap stimuli yang membahagiakan,” jelas Helgoe.
Penelitian menjelaskan bahwa orang ekstrovert cenderung lebih easy going sehingga secara keseluruhan lebih bahagia. Menurut Helgoe, suasana hati orang yang introvert dapat berubah jadi gembira sesaat dengan meniru sikap orang yang ekstrovert. Namun, itu bukan jalan keluar yang bisa terus diandalkan.
“Saya pikir lebih efektif jika kami yang introvert ini sadar bahwa kadang kami sangat protektif dengan zona aman kami, dan tidak mengambil keuntungan dari situasi untuk membahagiakan diri sendiri,” kata Helgoe lagi.
Orang yang berkepribadian terbuka memilki sistem imun yang lebib kuat dari yang berkepribadian tertutup, menurut studi dari University of Nottingham dan University of California, Los Angeles.
Ekstrovert cenderung mengembangkan gen ekspresi yang bersemangat dan gen ini memengaruhi kekuatan sistem imun manusia. Dengan kata lain, kegembiraan dapat menaikkan kekebalan tubuh sedangkan depresi melemahkannya.
Selain itu, diduga kuat orang ekstrovert cenderung lebih banyak terpapar bakteri atau jamur karena bergaul dengan banyak orang. Alhasil, tubuh mereka lebih terlatih melawan sumber penyakit.
Seorang introvert lebih mampu mengatasi efek negatif karena kurang tidur dibanding seorang ekstrovert, kata penelitian dari Walter Reed Army Institute tahun 2010.
Para peneliti menemukan, setelah terjaga selama 36 jam (termasuk 12 jam bersosialisasi dengan teman-teman), orang yang ekstrovert lebih tidak bisa fokus dan menjadi kurang hati-hati dibanding si introvert. Sosialisasi bisa sangat melelahkan bagian otak yang mengatur konsentrasi.
Para peneliti juga menemukan, bahwa orang yang introvert memiliki gairah kortikal di otak yang lebih tinggi sehingga mereka lebih bisa menahan kantuk dibanding rekannya yang memiliki kepribadian ekstrovert.