Hampir semua orang memiliki smartphone sebagai alat komunikasinya.
Segala kegiatan komunikasi berindah ke telepon pintar itu.
Karena itu disebutlah smartphone mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.
Namun, penggunaannya saat ini memiliki dampak yang cukup luar biasa.
Terutama bagi kesehatan tidur seseorang, tentu akan berkurang waktu dan kualitas tidurnya.
Dikutip dari New York Post, penelitian pada dua tahu silam menyebutkan bahwa empat dari sepuluh remaja memiliki waktu tidur yang kurang, yakni kurang dari tujuh jam semalam.
Dan menurut penelitian yang dipublikasikan di jurnal Sleep Medicine, hal ini adalah dampak dari penggunaan smartphone yang semakin tidak terkontrol saat ini.
“Tidur yang tidak memadai dapat memiliki efek negatif pada kesehatan,” ujar dr Yolanda Reid Chassiakos dari David Geffen School of Medicine at UCLA.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa 50 persen remaja menganggap dirinya telah kecanduan smartphone. Ini disebut nomofobia, yaitu ketakutan akan tidak bisa menggunakan gadget.
“Ini berimplikasi pada masa depan,” tutup dr Yolanda.
Barangkali bukan hanya anak-anak, kita pun tanpa sadar sudah kecanduan ponsel, dan bingung tak karuan bila ponsel lupa dibawa.
Padahal pemilik yang tak bisa lepas dari ponsel cenderung mengalami masalah konsentrasi di sekolah atau tempat kerja, belum bahaya di jalan raya karena tidak fokus mengemudi atau menyeberang jalan.
Mereka juga mengalami masalah seperti kurang tidur yang berakibat buruk di lingkungan kerja. Kondisi ini berimplikasi pada bisnis di masa depan.
“Kekurangan tidur dapat memberikan efek negatif pada kesehatan,” menurut Dr Yolanda Reid Chassiakos, seorang asisten profesor pediatrik di David Geffen School of Medicine, UCLA yang meneliti masalah kecanduan ponsel.
“Studi menunjukkan bahwa lima puluh persen pelajar kecanduan ponsel pintar,” katanya.
Sebuah studi lain mengungkapkan kasus kejadian text neck di rumah sakit meningkat, terutama di kalangan anak muda.
dr Todd Lanman, pakar bedah saraf dari Cedars-Sinai Medical Center, Los Angeles, mengatakan meningkatnya jumlah pengguna smartphone berbanding lurus dengan kasus kejadian nyeri leher di kalangan anak muda.
Hal ini menurutnya terjadi karena penggunaan smartphone dalam jangka waktu lama dengan postus tubuh yang tidak baik.
“Normalnya, tulang leher agak bengkok ke belakang. Namun sering menunduk ketika menggunakan smartphone selama berjam-jam membuat leher menjadi bengkok ke depan,” tutur dr Lanman, dikutip dari Reuters.
Studi yang dilakukan dr Lanman mengungkap seseorang menunduk saat menggunakan smartphone lebih dikarenakan berkirim pesan atau mengunakan media sosial.
Di sisi lain, penggunaan smartphone untuk menonton video atau menjelajah internet memiliki risiko lebih kecil untuk membuat seseorang mengalami nyeri leher.
Hal ini bisa menjadi masalah besar bagi generasi muda di masa depan. Saat ini, anak usia delapan tahun sudah memegang gadget selama berjam-jam.
Dikatakan dr Lanman, bisa saja nantinya mereka bisa membutuhkan operasi leher di usia dua p[uluh delapan tahun.
Ketika anak-anak yang tulangnya masih bertumbuh dan belum sempurna, penggunaan gadget yang berlebihan tentunya akan membuat anatomi tulangnya berubah.
Risiko mengalami nyeri leher, masalah tulang belakang hingga harus menjalani operasi pun semakin besar.
“Dan ketika mereka akhirnya pergi ke dokter karena mengalami nyeri leher, kondisi tulang lehernya sudah buruk dan memiliki masalah pada cakram tulang belakangnya,” tambahnya lagi.