Site icon nuga.co

Belajarlah Kesederhanaan dari Jan Koum

Belum ada yang berubah dari Jan Koum. Lelaki Kiev, Ukraina, itu tampil dengan kaos oblong yang dibalut jas tanpa dikancing. Ia masih memakai sepatu “kets’ biru dan celana “jeans” belel.

Hari itu, Sabtu pekan lalu, Jan Koum bukan lagi seorang lelaki yang menunggu di pintu masuk kantor dinas sosial mengantre pembagian kupon jatah hidup harian. Hari itu, di pelataran WMC Barcelona, Jan Koum anak manajer “miskin” konstruksi di Kiev yang lari dengan ibunya di usia enam belas tahun ke Amerika Serikat sudah menjadi orang terkaya ke-202 versi Forbes.

Ia, hari itu, tidak lagi sebagai “bergajul” yang menghajar para “penghina” di sebuah SMA atau pun seorang yang menunggui ibunya di sebuah rumah sakit untuk kemotherapi. Hari itu Jan Koum memang yatim yang kaya, setelah ibunya dan ayahnya berpulang di tengah dera kemiskinan menggelayutnya.

Jan Koum adalah tipikal lelaki sederhana ketika ia memiliki kekayaaan USD 6, 8 miliar. Tak ada yang berubah dari tampilannya, yang ber postur “miskin” itu.

Layanan messaging WhatsApp yang ia dirikan bersama sahabatnya, Brian Acton, sebulan yang lalu telah dibeli dengan harga selangit oleh Facebook. WhatsApp. USD 19 miliar atau di kisaran Rp 209 triliun.

Perjuangannya dari nol telah membuahkan sukses luar biasa. Kini ia kaya raya dan masuk dewan pimpinan Facebook. Ya, Jan Koum harus susah payah dahulu sebelum merengguk manisnya kejayaan.

Koum yang saat ini berusia 38 tahun, lahir dan dibesarkan di sebuah desa di Ukraina, sebuah negara di Eropa Timur yang saat ini dilanda prahara politik. Ayahnya seorang manajer konstruksi dan ibunya tidak bekerja.

Saat itu, Ukraina juga dilanda gejolak politik cukup parah. Hidup tidaklah mudah bagi keluarga Koum, terlebih mereka adalah keturunan Yahudi.

Orang tua Koum jarang menggunakan telepon karena takut disadap dan bisa berakibat buruk. Tidak banyak yang bisa dilakukan saat itu. Fasilitas di desa juga seadanya.

“Sekolahku tidak punya kamar mandi dalam. Bayangkan musim dingin yang menusuk di Ukraina, cuacanya minus 20 derajat celcius, anak-anak harus mengantre di luar untuk menggunakan kamar mandi,” kata Koum mengenang.

Pada tahun 1990 ketika Koum berusia 16 tahun, ia dan sang ibu berimigrasi ke Mountain View, Amerika Serikat. Langkah ini dipandang paling aman karena gejolak politik dan gerakan anti Yahudi makin besar di Ukraina.

Ayahnya berencana segera menyusul, namun sayangnya tidak pernah kesampaian. Ia meninggal dunia di tahun 1997.

Di Amerika Serikat, keadaan Koum dan ibunya tidak serta merta membaik. Mereka masih hidup kekurangan. Ibunya bekerja sebagai pengasuh bayi dan Koum kadang menyapu toko untuk mendapat upah.

Begitu miskinnya mereka sehingga harus hidup dengan makanan subsidi pemerintah. Mereka tinggal di apartemen dengan dua kamar tidur yang juga dibiayai pemerintah AS. Cobaan kembali datang setelah ibu Koum didiagnosa menderita kanker. Sang ibu akhirnya meninggal dunia di tahun 2000.

Koum sejak remaja sudah bisa berbahasa Inggris dengan baik sehingga memudahkannya sekolah di AS. Namun mungkin karena kurang bisa menyesuaikan diri, dia dikenal sebagai anak nakal di sekolah dan sering terlibat perkelahian. Posturnya yang tinggi besar membantunya mempertahankan diri.

Meski bandel, Koum adalah bocah yang pintar. Pada usia 18 tahun, dia berinisatif untuk belajar networking komputer secara otodidak. Dia juga bergabung dengan klub hacker berjuluk w00w00.

Setelah lulus SMA, Koum diterima di San Jose State University. Sambil kuliah, dia bekerja sambilan di beberapa tempat, antara lain sebagai pengujicoba sistem sekuriti di Ernst & Young.

Suatu hari pada tahun 1997, dia bertemu dengan Brian Acton yang kala itu pegawai Yahoo. Keduanya akhirnya menjadi teman akrab. Koum iseng melamar kerja ke Yahoo dan dia diterima sebagai teknisi infrastruktur.

Saat diterima di Yahoo, Koum masih kuliah. Suatu ketika, server Yahoo rusak, padahal Koum masih berada di ruang kelas mengikuti perkuliahan. Dia mendadak ditelepon oleh David Filo, salah satu pendiri Yahoo yang meminta tolong.

“Apa yang kau lakukan di kelas? Cepatlah pergi ke kantor,” perintah Filo yang tidak peduli Koum sedang kuliah. Saat itu, tim teknisi Yahoo masih sedikit sehingga semua orang dikerahkan.

Koum menyanggupi permintaan Filo. Setelah kejadian itu, dia memutuskan untuk drop out kuliah sepenuhnya dan fokus bekerja. “Lagipula aku memang benci bersekolah,” katanya.

Setelah ibunya meninggal di tahun 2000, Koum menjadi yatim piatu. Koum pun merasa kesepian. Beruntung, ia terus didukung oleh Acton. Mereka sudah menjadi sahabat karib.

“Dia sering mengundangku ke rumahnya,” kata Koum. Mereka sering melakukan aktivitas bersama-sama.

Bersama sama pula Koum dan Acton menyaksikan jatuh bangun Yahoo, tempat mereka bekerja. Acton sempat pula berinvestasi di perusahaan internet pada tahun 2000-an, namun menuai kegagalan dan rugi besar.

Semasa bekerja di Yahoo, Koum sempat bekerja di proyek iklan dan ia membencinya. “Menangani iklan itu bikin depresi. Anda tidak membuat hidup seseorang menjadi lebih baik dengan iklan,” katanya. Mungkin inilah alasan WhatsApp bebas iklan.

September 2007 dengan berbagai pertimbangan, Koum dan Acton sepakat meninggalkan Yahoo. Selama setahun, mereka bersenang senang dan berwisata ke Amerika Selatan.

Kemudian keduanya melamar kerja di Facebook. Sayang sekali, keduanya menerima penolakan. Padahal suatu hari nanti, produk mereka begitu diminati Facebook dan dibeli triliunan rupiah.

Pada Januari 2009, Koum membeli iPhone. Ia kemudian menyadari toko aplikasi App Store akan menjadi bisnis yang besar. Mendadak ia punya ide menarik.

Suatu hari, dia ikut berkumpul di kediaman pria bernama Alex Fishman, di mana tiap minggu, komunitas orang Rusia berkumpul di sana. Koum mengobrol soal ide mentahnya mengenai cikal bakal WhatsApp.

“Jan menunjukkan padaku buku alamat kontaknya di telepon. Dia pikir akan keren jika bisa memiliki status di samping nama individu,” kata Fishman. Status itu akan menunjukkan apakah individu itu sedang sibuk, baterainya hampir habis atau sedang berada dalam gim.

Koum kemudian menemukan nama program tersebut, yaitu WhatsApp yang terdengar familiar seperti kalimat whats up. Seminggu kemudian pada 24 Februari 2009, Koum mendirikan perusahaan WhatsApp Inc di California. Aplikasi itu sejatinya belum dibuat, namun dia nekat jalan terus.

Koum menghabiskan waktunya melakukan kode untuk sync aplikasi dengan nomor ponsel di seluruh dunia. WhatsApp versi awal pun jadi. Namun demikian, aplikasi itu belum sempurna dan sering crash. Saat peluncurannya, hanya ratusan jumlah download, kebanyakan teman teman Fishman dan Koum sendiri.

Koum hampir saja berhenti di tengah jalan dan berniat mencari pekerjaan saja. Namun Acton mencegahnya, ia melihat potensi besar WhatsApp. “Kamu idiot jika berhenti sekarang. Berikan waktu beberapa bulan lagi,” kata Acton ketika itu

Koum pun jalan terus meski ragu-ragu. Pertolongan kemudian datang dari Apple yang meluncurkan push notifications di Junia 2009. Fitur ini memungkinkan Koum memodifikasi WhatsApp sehingga setiap kali pengguna mengubah status, otomatis mengabarkan pada setiap orang di jaringan.

“WhatsApp kemudian menjadi instant messaging,” kata Fishman. Jan menyadari ia telah menciptakan WhatsApp sebagai instant messaging baru dari sebelumnya hanya ditujukan sebagai aplikasi untuk update status di kontak

Saat itu, layanan messaging populer yang menjadi pesaing hanya BlackBerry Messenger (BBM), namun kelemahannya terbatas hanya bisa digunakan di BlackBerry. Koum kemudian merilis WhatsApp 2.0 dengan fitur messaging dan jumlah penggunanya naik menjadi 250 ribu.

Potensi WhatsApp membuat Acton semakin tertarik. Ia berhasil menarik pendanaan dari lima orang mantan karyawan Yahoo senilai USD 250 ribu. Acton pun bergabung secara resmi dan bersama Koum, mereka memiliki saham WhatsApp sampai 60%.

WhatsApp pun kemudian dibuat untuk bermacam platform populer termasuk iPhone, Android dan BlackBerry. Mereka memilih metode aplikasi berbayar dan akhirnya mampu menuai pendapatan USD 5000 per bulan di awal tahun 2010.

Pada Desember 2009, WhatsApp untuk iPhone bisa dipakai untuk mengirim foto. Kemudian semenjak itu, pertumbuhan user WhatsApp tak terbendung. Awal tahun 2011, WhatsApp sudah masuk top 20 aplikasi di App Store Amerika Serikat.

Koum sendiri masih terkesan malu malu dan tak mau mempublikasikan WhatsApp secara berlebihan. “Marketing dan media membuat Anda malah tidak fokus pada produk,” kata Koum.

Kesuksesan luar biasa WhatsApp membuat investor berdatangan ingin berinvestasi. Akhirnya Koum dan Acton memutuskan untuk menerima pendanaan senilai USD 8 juta dari Sequoia.

Pada bulan Februari 2013, jumlah pengguna WhatsApp sudah tembus 200 juta dan terus tumbuh. Sequia kembali menanam dana USD 50 juta dan membuat WhatsApp bernilai USD 1,5 miliar.

Kendati sudah dibeli Facebook, Koum berjanji WhatsApp tidak akan banyak berubah. Dan tidak akan dimasuki iklan. “Tiada yang lebih personal dari komunikasi yang Anda lakukan dengan teman dan keluarga, dan menginterupsi hal itu dengan iklan bukan solusi yang tepat,” tutur Koum.

Exit mobile version