“Ngopi”
Ya, ngopi!
Itulah tradisi dari gaya hidup orang Aceh. Gaya ke warung kopi, duduk berlama-lama dan membicarakan berbagai masalah dari yang sepele hingga serius.
Lantas bagaimana kondisinya dengan “musim” pandemi, covid, yang mewabah sekarang ini?
Nggak terkecuali.
Warung kopi tetap menjadi tempat “pelarian” untuk mengejar “kenikmatan” bagi orang Aceh.
Dan warung kopi tetap berjubel tanpa pernah diabsenkan olah masyarakat Aceh.
Iya juga ketika banyak orang menuliskan bahwa kopi tidak dapat dipisahkan dari kopi dari masyarakat Aceh.
Karena itulah, kedai kopi masih buka di berbagai pelosok negeri berjuluk Serambi Mekkah ini. Baik siang maupun malam, berbagai lapisan masyarakat di Aceh mengisi kedai-kedai kopi untuk bersantai.
Komunitas kedai kopi tidak terbatas dari yang muda. Yang tua, pria maupun wanita, miskin maupun kaya, semua berbaur tanpa sekat-sekat pembatas.
Bisa dikatakan, kopi ibarat nafas bagi orang Aceh yang sulit dipisahkan dari kehidupan sehari-hari mereka sejak zaman kesultanan Aceh.
Tradisi minum kopi ini telah berasmbung secara turun temurun seiring perkembangan Aceh sebagai salah satu daerah produsen kopi kelas dunia.
Sejak era kolonial Belanda hingga sekarang, setidaknya ada dua daerah sentra produksi kopi di Aceh, yaitu Ulee Kareng dan Gayo
. Kopi Ulee Kareng yang termasuk jenis kopi Robusta dihasilkan dari Kecamatan Ulee Kareng.
Sementara, kopi Gayo yang termasuk jenis Kopi Arabika di pasar dunia termasuk kelas kopi premium.
Kedua jenis kopi inilah yang mengharumkan nama Aceh sebagai salah satu produsen kopi terbaik yang merajai empat puluh persen pasar dalam negeri.
Khusus untuk Kopi Ulee Kareng, bisa dikatakan hampir semua kedai kopi di Banda Aceh menyuguhkan kopi ini. Proses pengolahan bubuk kopi di kedai-kedai kopi ini menyimpan keunikan tersendiri.
Bubuk kopi tidak sekedar diseduh dengan air panas tetapi dimasak, sehingga aroma dan citarasa kopi yang keluar benar-benar kuat. Kopi yang telah dimasak ini kemudian mengalami beberapa kali proses penyaringan menggunakan saringan berbentuk kerucut.
Di kedai-kedai kopi ini, umumnya kopi ditawarkan dalam tiga variasi penyajian, yaitu kopi hitam, kopi susu dan sanger.
Kopi hitam dan kopi susu mungkin sudah sering kita temui di daerah-daerah lain di Indonesia, tapi Sanger adalah racikan yang khas dan orisinil dari Aceh.
Sepintas melihat tampilannya, kopi ini mirip dengan kopi susu. Tetapi yang khas dari Sanger adalah komposisi susu dan gulanya yang tidak dominan membuat keharuman dan citarasa kopinya lebih terasa. Campuran kopi saring, susu kental dan gula ini kemudian dikocok hingga berbusa.
Meskipun zaman telah berubah, budaya minum kopi di tengah masyarakat Aceh tetap terjaga.
Tradisi ini tetap menurun hingga ke generasi muda mereka saat ini. Yang membuatnya berbeda, saat ini kenyamanan dan fasilitas yang ditawarkan pengelola ikut menentukan ramai tidaknya suatu kedai kopi di Banda Aceh.
Kini, tata ruang yang nyaman dan fasilitas internet hotspot gratis umumnya menarik lebih banyak kalangan muda untuk betah berlama-lama di kedai kopi.
Meski demikian, bagi mereka yang benar-benar penikmat kopi tulen, warung yang sederhana namun menyajikan salah satu racikan kopi terbaik di Aceh seperti Kedai Solong di Ulee Kareng, tetap menjadi tujuan nomor satu saat bertandang ke Banda Aceh.