Hari itu, Rabu, pekan kedua bulan September.
Ada kabar duka yang menjalar..
Kabar duka di tengah carut marutnya perjalanan hari-hari di republik ini yang membuat banyak anak bangsa nelangsa.
Kabar duka tentang telah “pulangnya” seorang pejuang kemanusiaan
Ya, sang pejuang, yang kukuh sebagai guru bangsa, hingga hari “kepergiannya,” telah tiada.
Dan di hari itu, persisnya rabu tengah hari, ketika detak jantung jam berdingsut diangka satu lewat tiga puluh menit,, sang pejuang itu, Jacob Oetama, mengakhiri kefanaan hidup duniawi
J.akob Oetama meninggal dunia.
Sang guru bangsa telah mengakhiri sebuah perjalanan panjang dari liku hidupnya yang penuh gejolak dan tak pernah meyerah terhadap tantangan yang menghadang.
Ya. Hari itu ada senggukan panjang dari anak bangsa yang ia tinggalkan.
Ada tangis berderai air mata dari Rosi Silalahi, sang wartawati, yang menjadi presenter kondang Kompas TV yang mengabarkan berita duka itu secara live.
Ada tangis miris dari Ninuk Laksono Pambudi kala mengenag eksistensinya ktika wawancara berlangsung
Dan tak absen pula suara garang yang resendat dari penulis senior Parni Hadi. ketika membaca sebait puisi yang ia tulis dan bacakan di hari itu.
Ataupun, bagaimana Buya sepuh Syafei Ma’arif, tokoh Muhamadiyah, yang bersuara lantang itu, mengingat banyak momen tentang kebersamaan dengan Jakob yang bersuara teduh itu.
Semuanya, para anak bangsa,di hari itu sesenggukan ketika kabar duka itu menigisi cakrawala perbincangan .
Semuanya mengungkit kembali memori yang mereka patrikan di di keping ingatannya tentang seorang Jacob.
Semuanya setuju untuk mengamini bahwa Jacob Oetama adalah seorang pejuang tanpa tanda kutip.
Jacob Oetama memang pejuang.
Memulai hari-harinya di sebuah kota kecil Muntilan. Hari-hari, ketika anak seorang guru itu, menerima takdirnya uuntuk mengikuti jejal sang ayah. Jejak seorang guru, yang ia mulai dari sebuah sekolah seminari.
Jacob memang memilih menjadi guru. Dan selepas pendidikannya ia melanglang buana ditahun-tahun awal keberadaannya di banyak sekolah. Di mulai dari Bandung hingga ke Jakarta yang kemudian mengantarkannya berkenalan dengan dunia jurnalistik. Dunia kewartawanan.
Dunia dimana ia berkenalan dengan keragamanan hidup, keragaman keyakinan dan keragaman perilaku insani yang membutuhkan kejujuran untuk menuliskannya.
Jacob berada di sana secara terus menerus tanpa goyah sekalipun. Ia hadir di tengah banyaknya kepentingan yang menohok dan tidak pernah bergeser dari hakekat yang ia yakini, kemanusiaan.
Ya. Kemanusiaan adalah panji-panji yang ia usung sebagai simbol yang ia pahatkan sebagai kunci dari kemajemukan peradaban bangsa ini.
Simbol kemanusiaan yang menjadi ciri dari perjalanan Jacob Oetama adalah harmoni.
Ia menyatukan kemajemukan itu dalam sebuah panggung orkestra yang menghasilkan bunyi yang padu dan indah.
Lihtlah bagaimana wujud dari Bentara Budaya yang hadir sebagai kiprah kemanusiaan
Kiprah dari pegejawantahan kehidupan kultur anak bangsa.
Kultur ketika lagu keroncong mendayu gemulai. Kultur ketika saluang membuat alunan panjang memukau. Dan juga ketika wayang maupun ketoprak tak pernah ia alpakan.
Itulah kultur Jakob. Kultur yang juga tak pernah meminggirkan sarungan dan berpeci tanpa perasaan risih.
Yakob adalah seorang “Oetama.” Seorang yang akrab dengan kiyai dan kardinal. Seorang yang tak pernah membenturkan satu keyaikan dengan keyakinan yang lain. Semuanya ia tempatkan dalah satu “bejana” tanpa ingin mendengar suara gemerincing dari pertikaian.
Kini Jakob telah pergi.
Ia pergi meninggalkan sebuah “negara” bernama “Kompas” Sebuah “negara” penuh keragaman tanpa mengkotak-kotakkan suku dan keyakinan di dalamnya.
“Negara” dimana semua orang merasa tenteram dan berada dalam suasana damai.
Suasana ketika ia menyapa setiap orang dengan ikhlas dan berjalan sembari memegang bahu seorang office boy ataupun seorang general manajer untuk berada dalan satu lift dengannya.
Suasana ketika ia memakai sapaan sederhana sembari memberi senyum kita membukakan dialog.
Ya, Yakob telah tiada. Tapi ketiadaannya tak pernah menghapus jejak perjalanan panjang di tanah tercinta ini. Jejak yang menjadi harapan dari kehidupan yang berlanjut. Jejak kemanusiaan yang tetap abadi dan menjadi simbol masa depan dari bangsa ini.
Selamat jalan Jakob Oetama………….