Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Daoed Joesoef tutup usia pada Selasa tengah malam, 23 Januari, saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
Menteri di era Soeharto itu meninggal dunia di usia sembilan puluh satu tahun. Rencananya akan langsung dimakamkan Rabu siang ini, 24 Januari, di Bogor Jawa Barat.
Daoed Joesoef lahir di Medan, Sumatera Utara, 8 Agustus 1926.
Ia menjabat dalam Kabinet Pembangunan III di era Presiden Soeharto. Lulusan Sorbonne, Perancis itu juga dikenal sebagai salah seorang tokoh yang ikut mendirikan Centre for Strategic and International Studies .
Semasa menjabat menteri, Daoed Joesoef terkenal karena kebijakanya memperkenalkan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan yang intinya dimaksudkan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan berpolitik.
Daoed sendiri merupakan seorang ekonom dan akademisi bidang ekonomi moneter. Ia pernah menjadi Kepala Departemen Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia.
Dengan latar belakangnya ini, pada tahun, Daoed sempat ditawari untuk menjadi Gubernur Bank Indonesia menggantikan Sjafruddon Prawiranegara.
Tawaran itu ditolaknya dengan alasan independensi. Menurut Daoed, ia tak akan lagi bebas dan menulis jika menjadi Gubernur BI.
“Saya menolak karena jika saya masuk BI, saya tidak lagi bebas menulis dan berpikir. Segala tulisan harus dikonsultasikan dengan atasan,” ujar Daoed saat itu.
Ia lebih memilih tetap menjadi pendidik dan melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris.
Daoed menempuh pendidikan di Sorbonne hingga meraih dua gelar doktor di Universite de Paris I, Pantheon-Sorbonne, Perancis.
Di sana, ia menyusun sejumlah konsep penyelenggaraan negara dengan pendekatan multidisipliner.
“Konsep itu terdiri dari pembangunan ekonomi nasional, pertahanan keamanan, dan pembangunan pendidikan,” ujar Daoed.
Tawaran menjadi menteri menghampirinya sepulangnya dari Sorbonne.
Presiden Soeharto memintanya menjadi menteri di Kabinet Pembangunan III. Bukan di bidang ekonomi, melainkan pendidikan.
Saat bertemu Soeharto di Cendana, Daoed pun menyampaikan konsep pendidikan yang disiapkannya.
Daoed mengatakan, ia kaget karena Soeharto mengaku sudah tahu konsep itu.
“Itu sebuah misteri. Mungkin beliau tahu melalui Mohammad Hatta (mantan Wapres). Pasalnya, sebelum dipanggil Pak Harto, saya memang sempat menyampaikan konsep-konsep saya kepada Hatta. Entahlah,” kata Daoed.
Daoed kemudian menyiapkan konsep pendidikan sebagai bagian dari kebudayaan, yang membangun masa depan melalui pendidikan generasi muda.
Menurut dia, generasi muda adalah investasi besar bangsa.
“Mereka harapan sekaligus manusia masa depan. Melalui pendidikan kita menyiapkan masa depan. Ada nilai investasi di sana dengan memberi generasi muda cukup ilmu,” kata pembina CSIS ini.
Nama Daoed Joesoef menjadi perhatian di era Presiden Soeharto, bukan karena dia didapuk menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi karena kebijakannya bersih-bersih kegiatan politik di lingkungan kampus.
Selama menjabat, dia mengeluarkan kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan
Kebijakan itu intinya dimaksudkan untuk membersihkan kampus dari kegiatan-kegiatan politik.
Dengan NKK/BKK, Joesoef melarang politik masuk kampus. Dia hanya memperbolehkan kegiatan politik dilakukan di luar kampus. Bagi Joeseof, tugas utama mahasiswa adalah belajar, bukan berpolitik.
Lewat kebijakannya ini, Joesoef juga menghapuskan Dewan Mahasiswa di universitas-universitas di seluruh Indonesia.
Praktis kebijakan Joesoef ini melumpuhkan kegiatan politik mahasiswa di lingkungan kampus.
Selain soal membersihkan politik dari area kampus, Joesoef juga terkenal dengan kebijakan lain. Yakni melarang liburan bagi pelajar pada masa bulan puasa.
Joesoef merupakan putra asli Medan, dilahirkan dari pasangan Moehammad Joesoef dan Siti Jasiah.
Joesoef pernah mendapat gelar Sultan Iskandar Muda Nasution dari masyarakat Mandailing
Dia menikah dengan Sri Sulastri. Hasil pernikahannya dengan wanita Yogyakarta itu, Joeseof dikaruniai anak yang diberi nama Sri Sulaksmi Damayanti.
Joesoef meniti karir pendidikannya dengan meraih gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Ia kemudian meneruskan studinya ke Sorbonne, Perancis dan meraih dua gelar doktor, yakni Ilmu Keuangan Internasional dan Hubungan Internasional .
Dalam kehidupan sehari-harinya, Joesoef punya hobi melukis sejak kecil.
Hobinya makin tersalurkan setelah ia menetap di Yogyakarta pada awal lima puluhan
Sebab, dia bergaul dengan pelukis-pelukis ternama macam nasyah Djamin, Affandi, Tino Sidin, dan lain-lain. Ia bahkan pernah menjadi Ketua Seniman Indonesia Cabang Yogya –pusat organisasi ini di Solo dipimpin S. Sudjojono.