Sebuah studi dari Harvard School of Public Health, yang ditulis dalam jurnal terbarunya, Jumat, 30 September 2016, mengingatkan kepada “si pemarah,” betapa dahsyatnya dampak dari sikap itu.
“ Ada stroke iskemik yang disebabkan menggumpalnya aliran darah yang meningkat tiga kali lipat dua jam selesai kita marah,” tulis hasil studi itu.
Dampaknya sama dengan stroke hemoragik yang disebabkan oleh kebocoran pembuluh darah.
Studi yang juga dikutip European Heart Journal juga menjelaskan kehilangan kontrol emosi membuat Anda delapan setengah kali berisiko serangan jantung dua jam setelah ledakan marah
Studi lain dari University of California di Barkeley mengatakan bahwa mereka yang menghadapi konflik dengan marah lebih berisiko terkena tekanan darah tinggi, nyeri dada, dan masalah kardiovaskular lainnya.
Ya, marah dan frustrasi dipastikan merusak mental dan merugikan kesehatan secara keseluruhan.
Selain itu, National Eczema Association mengatakan bahwa kemerahan pada kulit yang kerap muncul saat seseorang sedang marah juga bisa membuat masalah dermatitis atopik kambuh.
Emosi marah yang pasif atau tertahan bisa menyebabkan sakit di bagian belakang tubuh.
Sebuah studi dalam jurnal Emotions menyebutkan bahwa berpaling atau menghindar dari masalah tetapi tetap memendam marah akan meningkatkan risiko nyeri punggung, kaku otot, dan sakit leher.
Menurut Harvard University, mereka yang mengalami kemarahan hebat akan berisiko mengalami pengurangan fungsi paru.
Para ahli percaya bahwa kemarahan dapat menyebabkan jalan napas tidak lancar sehingga fungsi paru pun dirugikan.
Dan, ketika kemarahan itu ditahan, kepala terasa nyeri.
Ada terapi khusus untuk mengatasi kelainan bernama cognitive emotional behavioural disorder ini.
“Cognitive emotional behavioural disorder adalah kelainan di struktur otak seseorang. Kelainan struktur ini membuat stimulasi sedikit saja dapat menyebabkan penderitanya marah besar dan cenderung tidak terkontrol,” ujar dokter ahli saraf Dr Andreas Harry, SpS(K).
Kelainan struktur otak ini dapat diperparah oleh pembelajaran dari lingkungan tempat tinggalnya.
“Misalnya, di rumah penderitanya memiliki orangtua yang mendidik dengan keras. Ketika kecil, ia sering dipukul, misalnya,” katanya.
Ketika stimulasi yang menyulut kemarahan hebat itu tidak dilampiaskan, penderitanya mengalami sakit kepala.
“Pembuluh darahnya menyempit sehingga ia kena sakit kepala hebat,” ujar Dr Andreas. Selain itu, penderita juga dapat mengalami gangguan-gangguan fisik yang diakibatkan oleh gangguan psikis.
Terapi yang bermanfaat untuk mengatasi kelainan ini adalah cognitive behaviour therapy. Terapi yang sudah dipraktikkan selama tiga puluh tahun terakhir ini banyak digunakan untuk mengatasi masalah emosi, perilaku, dan psikiatri.
Penerapannya bergantung pada masalah yang dialami si penderita dan membantunya mengidentifikasi pikiran dan perilaku serta mempelajari keterampilan dan kebiasaan yang lebih sehat.
“Dengan terapi ini, di antaranya si pasien diajak memahami konsekuensi dari kemarahan-kemarahan tak terkendalinya. Misalnya, dengan menembak orang, ia sudah masuk ke tindakan kriminal dan bisa dipenjara karenanya,” tuturnya.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Iowa State University menunjukkan, si pria pemarah dapat meningkatkan risiko terserang penyakit dua kali lipat dibandingkan pria yang tidak mudah marah.
Penelitian yang dipublikasikan di Jurnal Social Science & Medicine ini melihat, bahwa kemarahan bisa menyebabkan proses fisiologis tubuh menjadi negatif.
Salah satunya menyebabkan aterosklerosis, yaitu arteri yang tersumbat oleh zat lemak atau plak. Penyumbatan pembuluh darah itu bisa meningkatkan risiko terjadinya serangan jantung.
Seorang psikolog di London Graham Price mengungkapkan, marah-marah bisa berdampak negatif bagi tubuh karena meningkatkan hormon kortisol atau hormon stres.
“Kemarahan merupakan salah satu bentuk stres dan stres meningkatkan kadar kortisol dalam aliran darah,” jelas Graham.
Penelitian menunjukkan, jika kemarahan terus terjadi, bisa saja menyebabkan IBS (Irritable Bowel Syndrome) atau peningkatan risiko stroke, serangan jantung, dan masalah kesehatan jantung lainnya.
Psikoterapis Hilda Burke di London mengatakan, kemarahan dapat diredam dengan cara menarik napas panjang, kemudian mengembuskannya kembali.
Buatlah tubuh menjadi lebih rileks. Sementara itu, Psikolog dari Harley Street, dokter Becky Spelman mengatakan, ada banyak hal untuk mengelola emosi.
Misalnya, meluangkan waktu untuk menuliskan isi pikiran atau apa yang Anda inginkan dari hidup. Bisa juga dengan menjalani hobi seperti menjahit, mendesain, menggambar, dan hobi kreatif lainnya.
Menurut Becky, kegiatan kreatif merupakan cara untuk meningkatkan ketenangan dan kesejahteraan.
Selain itu, lakukan olahraga tiga kali per minggu, mengurangi asupan gula, dan minum alkohol. Olahraga penting dilakukan untuk tubuh lebih sehat, bugar, dan membuat pikiran lebih rileks.