Media terkenal Inggris “daily mail,” hari ini, Selasa, 29 Maret 2016, menurunkan tulisan tentang mereka yang terkena “penyakit” kecanduan gula, yang sebutan kerennya “sweet tooth.”
“Tidak sedikit dari kita yang mengalami sweet tooth atau selalu punya keinginan untuk makan manis.”
“ Bahkan, ketika harus berdiet menurunkan berat badan, seolah kita tak mampu mengatasi godaan makan manis itu,” tulis “mail” dalam bahasa yang sangat sederhana.
Berdasarkan studi itu, sebetulnya kita tak ngidam makanan manis.
“Saat ingin makan manis itu otak kita mengidamkan kalori, bukan reaksi terhadap adiksi rasa manis” tulis “mail.”
Sirkuit-sirkuit berbeda di daerah otak yang sama dipicu oleh kalori dan rasa manis.
Namun kesenangannya hanya diturunkan dari kalori, bukan rasa manis.
Peneliti dari Yale University dan University of Sao Paulo serta Federal University Brasil juga bekerja sama menyelidiki hubungan otak dengan gula.
Mereka menemukan, sirkuit-sirkuit otak yang dipicu oleh kesenangan dari makan manis serta kalori yang didapat dari makanan itu.
Dan ketika diberi pilihan antara makanan berkalori dengan rasa tak enak atau makanan manis dengan kalori lebih sedikit, banyak makhluk bertulang belakang memilih kalori, bukan rasa.
Hal itu disebabkan, karena otak memprioritaskan energi daripada rasa untuk bertahan hidup.
Tim peneliti ini melakukan risetnya pada tikus.
Mereka menemukan kesenangan yang diturunkan dari makan, selain nilai kalori dan gizi makanan, memicu sirkuit saraf di striatum-daerah di otak yang berhubungan dengan penghargaan dan kesadaran.
Tetapi, sirkuit-sirkuit berbeda di daerah otak sama terlibat dalam dua proses ini.
Sirkuit di ventral striatum memroses kesenangan atau penghargaan dari makanan dengan rasa manis.
Sementara, sirkuit di dorsal striatum mengenali nilai kalori dan gizi makanan manis.
Studi-studi sebelumnya dari ilmuwan Yale sudah melaporkan sirkuit-sirkuit di striatum dan neuron dopaminergik yang mengangkat daerah yang dapat terlibat mengenali nilai gizi dan rasa.
Namun, belum diketahui apakah sirkuit-sirkuit di dorsal dan ventral striatum sama halnya dalam mengenali karakteristik-karakteristik itu.
Peneliti melakukan eksperimen yang dirancang untuk menghitung dopamin pada striata tikus setelah terpapar makanan manis tanpa kalori.
Tikus itu menjilat botol yang berisi pemanis dan menerima injeksi di perut cairan berisi gula atau setara jumlah pemanis non kalori.
Dopamin yang dikeluarkan ventral straitum meningkat “pesat” sebagai respon terhadap gula dan pemanis.
Dopamin ini diekspresikan oleh ventral striatum hanya sebagai selera, tanpa memandang asupan kalorinya.
Selain itu, ilmuwan juga mengevaluasi efek zat tak enak tetapi kaya kalori pada ekspresi dopamine pada tikus-tikus tersebut.
Mereka mengubah rasa pemanis di botol dan menambah jumlah senyawa pahit.
Pada saat sama, tikus juga mendapat infus gula dari perutnya.
Pemanis yang diubah rasanya menghalangi pengeluaran dopamin di ventral striatum yang diinduksi oleh infus gula di perut. Namun, jumlah dopamin yang diekspresikan di dorsal striatum meningkat.
Ilmuwan menyimpulkan bahwa sweet tooth, alias si penyuka makanan manis hanyalah sebuah respon terhadap keinginan otak untuk mendapatkan kalori, bukannya kecanduan terhadap rasa manis.
Studi baru ini diterbitkan di jurnal Nature Neuroscience.
Hadir sebagai pelengkap rasa di hampir semua makanan serta minuman membuat gula begitu lekat dengan hidup seseorang.
Dikonsumsi dalam jumlah tertentu, gula memang bisa menjadi suntikan energi yang membuat tubuh lemas menjadi bertenaga kembali.
Namun, mengonsumsi terlalu banyak gula ternyata bisa memberi dampak buruk pada kesehatan.
Ketua ikatan dokter online di Treated.com, dr Wayne Osborne, mengatakan, efek yang ditimbulkan oleh gula bagi tubuh tak semanis rasanya.
“Minuman atau makanan manis kemasan mengandung kadar gula yang tinggi. Walau hanya dimakan sesekali, tetap saja bisa membuat sistem tubuh menjadi kacau.”
Asupan gula harian yang direkomendasikan ialah sembilan puluh gram. Jumlah tersebut sudah termasuk dengan jumlah gula yang ada dalam makanan pokok, seperti nasi, buah, bahkan sayur.
Dengan demikian, asupan gula yang sebaiknya dikonsumsi dalam bentuk lain, seperti minuman atau camilan manis
Jadi, bila Anda sudah mengonsumsi segelas teh, tandanya Anda perlu menghindari minuman atau camilan manis lain bila ingin sistem tubuh berjalan dengan baik.
Gula bercampur dengan bakteri dalam mulut dan membentuk asam yang bisa mengikis enamel gigi.
Gula melewati lambung dan mencapai usus kecil untuk dipecah ke dalam aliran darah.
Pankreas lalu melepaskan insulin untuk mengantisipasi masuknya gula dan mencoba mengubahnya menjadi energi.
Gula kemudian dikirim ke sel-sel otot tubuh. Bila berlebih, maka gula akan dikirim ke hati dan disimpan sebagai lemak.
Di sisi lain, tubuh menafsirkan lonjakan gula yang tinggi sebagai akibat dari stres sehingga keluarlah hormon kortisol dan epinefrin. Hal ini menyebabkan denyut jantung meningkat, diikuti naiknya tekanan darah, dan membuat tubuh gampang berkeringat.
Tingginya kadar gula yang masuk ke dalam tubuh juga membuat pelepasan dopamin pada otak menjadi tidak seimbang.
Padahal, dopamin berperan penting dalam proses berpikir dan juga motivasi sehingga seseorang bisa dengan mudah merasa marah dan tak bergairah.
Selanjutnya, insulin dan hormon stres yang “bekerja lembur” untuk mengatasi lonjakan gula menyebabkan penurunan gula darah yang drastis sehingga bisa memicu sakit kepala.
Setelah tubuh bekerja ekstra dalam menghadapi gula, yang Anda rasakan ialah rasa lesu, bahkan mengantuk.
Ketidakstabilan hormon di dalam tubuh yang disebabkan oleh konsumsi gula berlebih pada akhirnya bisa mengganggu sistem kekebalan tubuh, membuat tubuh kurang mampu menangani infeksi serta lebih mudah sakit.
Walau semua bergantung pada banyaknya gula yang dimakan serta kemampuan metabolisme tubuh, dalam beberapa kasus, sistem kekebalan tubuh bisa terhambat sampai lima jam setelah makan gula berlebih.
Karena itulah, dr Osborne juga menyarankan kepada orangtua untuk lebih peduli terhadap asupan gula harian, khususnya pada anak-anak mereka.
Ini bukan berarti kudapan manis dalam bungkus kecil terbilang aman untuk dihabiskan begitu saja.