Debat kuesioner kesehatan mengenai ”alat vital” yang menuai kontroversi di Aceh, makin berlangsung panjang setelah “TV One” mengangkat tema ini sebagai “panel diskusi” yang “panas,” Sabtu malam, 7 September 2013, yang menghadirkan “pejabat” dan pengamat.
Dalam debat yang agak “nyinyir” dan nyaris tak ada solusi itu, kedua pihak, pengamat dan pejabat, sama pada posisi bertahan dan menolak kuisioner dilanjutkan.. Bahkan, debat yang di pandu oleh “host” TVOne, seperti biasanya, mengangkat pertanyaan-pertanyaan “bloon” dan berputar pada itu ke itu saja tanpa juga menengahi dengan pemindahan sesi yang lebih intelektual.
Pejabat Kemenkes menegaskan kuisioner yang mereka laksanakan, dan telah berlangsung tiga tahun tanpa ada “badai” protes sebelumnya, dimaksudkan sebagai upaya pengumpulan data kesehatan, tanpa bertendensi melakukan tindak pornografi. Kuesioner itu merupakan kebijakan Kementerian Kesehatan untuk memantau tingkat kesehatan reproduksi siswa-siswi SMP.
“Definisi pornografi itu apa ya? Ini bukan pornografi, melainkan scientific,” kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi.
Sebelum debat televisi ini berlangsung, siangnya, Sabtu, Kemenkes menggelar jumpa pers menanggapi kontroversi kuesioner yang dibagikan kepada siswa-siswi sekolah menengah pertama di Sabang, Aceh.
Kegiatan pengisian kuesioner tersebut, menurut pejabat Kemenkes, bahkan sudah diujicobakan sejak tahun 2010 lalu di berbagai provinsi dan tidak ada masalah. Dari hasil kuesioner tersebut terlihat apakah seorang siswa mengalami ketidakwajaran pada alat vitalnya. Penanganan medis pun akan segera diberikan ketika ada siswa yang bermasalah.
Sembari menunjukkan gambar alat reproduksi wanita, seorang pejabat Kemenkes mengatakan, “di gambar ini kan sudah jelas terlihat berapa ukuran normal alat reproduksi dalam umur tertentu. Melalui kuesioner ini kita bisa tahu tingkat kesehatan reproduksi peserta didik.”
“Jadi jika ada yang tidak wajar, bisa langsung ditangani oleh ahli. Pastinya akan dirahasiakan, hanya siswa dan ahli medis itu sendiri yang tahu,” tambah dia.
Seperti diberitakan, kuesioner kesehatan yang di dalamnya terdapat gambar-gambar alat vital yang dibagikan kepada siswa SMP di Sabang, Aceh, menuai protes dari sejumlah orangtua siswa. Pihak sekolah mengaku kuesioner tersebut berasal dari dinas kesehatan. Dinas kesehatan menjelaskan, tujuan pembagian dan pengisian kuesioner tersebut adalah pemeriksaan kesehatan organ vital.
Tentang kuesioner kesehatan reproduksi, yang salah satu pertanyaannya mengenai ukuran kelamin dan payudara, pada siswa sekolah menengah oleh Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti, dikatakan kurang pas.
Menurut Ali, seharusnya pertanyaan tersebut lebih diarahkan pada pentingnya menjaga kesehatan reproduksi. “Survei tersebut memang penting dan maksudnya bagus, tetapi tidak begitu caranya. Seharusnya dilihat dulu siapa yang akan disurvei dan bagaimana sebaiknya bertanya,” ujarnya.
Ali mengatakan, survei tentang kesehatan reproduksi seharusnya melibatkan tenaga layanan kesehatan. Selanjutnya para siswa bisa bertanya bagaimana mengisi kuesioner tersebut setelah berkonsultasi dengan tenaga yang memiliki cukup pengetahuan tentang kesehatan reproduksi. Ali juga mengatakan, orangtua sebaiknya dilibatkan dalam proses pengisian kuesioner.
“Yang jelas zaman saya tidak ada program itu. Saat ini kasus yang saya periksa baru yang terjadi di Aceh, untuk yang di Yogyakarta masih tahap penyelidikan,” kata Ali.
Sikap yanbg sama jugadiungkapkan oleh Wakil Menteri Pendidikan Musliar Kasim. Menurutnya, pertanyaan tentang kondisi alat kelamin tersebut sangat vulgar dan tidak ada untungnya.
Pertanyaan tentang ukuran dan kesehatan alat kelamin, kata Musliar, seharusnya bukan untuk siswa sekolah menengah. “Kondisi kelamin sangat privasi. Apa sih fungsinya menanyakan hal tersebut pada anak sekolah menengah?” kata Musliar.
Dalam penyebaran kuesioner ini, Musliar menyoroti peran sekolah. Menurutnya, seharusnya pihak sekolah bisa menilai kuesioner apa yang pantas dan bisa masuk ke lingkungan pendidikan tersebut. Selanjutnya pihak sekolah bisa bertanya apa pentingnya dan manfaat yang diperoleh siswa dari kuesioner tersebut.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengkritik pembagian kuesioner data kesehatan yang meminta siswa SMP untuk mengisi ukuran alat vital, di Sabang, Aceh.
Kuesioner kesehatan yang dibagikan pada Kamis itu juga bergambar alat vital dan juga menanyakan apakah mereka pernah mengalami mimpi erotis.
Seorang ibu, Nurlina, mengatakan, anak lelakinya yang berusia 12 tahun diminta mengisi kuesioner yang bergambar alat kelamin lelaki dan perempuan dengan berbagai ukuran. Mereka diminta memilih ukuran yang paling dekat dengan alat vital mereka.
“Itu kan tidak pantas sekali,” kata Nurlina, seperti dikutip AFP. Nurlina mengaku, ia meminta putranya tidak mengisi kuesioner tersebut dan dia mengajukan protes ke sekolah.
Pihak berwenang setempat berencana membagi isian itu ke enam SMP di Sabang. Namun, baru satu sekolah saja yang mendapat pembagian, sebelum protes bermunculan.
Kepala Dinas Pendidikan Sabang, Misman, menegaskan, survei itu hanya bertujuan untuk mendapatkan data kesehatan para siswa. Namun, dia mengaku tidak mengetahui ada gambar alat kelamin di dalamnya. Misman sendiri berpendapat gambar-gambar itu terlalu vulgar.
Menurut Misman, kuesioner serupa juga dibagikan tahun lalu, tetapi form isiannya tidak bergambar alat vital.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Ibnu Hamad mengatakan, pihaknya menyesalkan pembagian kuesioner tersebut. Menurut dia, pertanyaan seperti itu tidak wajar jika diajukan kepada siswa.
“(Pertanyaan) seperti itu sangat tidak perlu karena tidak ada perlunya untuk mengetahui ukuran alat vital siswa, untuk tujuan apa pun,” kata Ibnu Hamad.
Meskipun demikian, lanjut Ibnu Hamad, Kemendikbud belum melakukan penyelidikan resmi soal itu dan masih berusaha menghubungi Misman.
Pada halaman pertama kuesioner itu disebutkan bahwa survei itu “bertujuan memahami kesehatanmu” dan untuk mendukung “proses belajar mengajar”.