Site icon nuga.co

Facebook Tukang Rampas Kebahagiaan

Anda ingin lebih bahagia?

Campakkan Facebook sekarang juga.

Apa iya?

Sebuah penelitian yang digagas Happiness Research Institute, studi yang berbasis di Copenhagen, Denmark, menjawabnya dengan tanda,”iya.”.

Penelitian yang diikuti lebih seribuan orang diminta menjauhi Facebook selama seminggu dan hasilnya mereka jauh lebih bahagia

Semua peserta dikumpulkan dan ditanya soal perasaan masing-masing.

Andatahu delapan puluh delapan persen dari responden yang tidak memakai Facebook menyatakan “bahagia”.
Facebook menurut penelitian telah merampas kebahagiaan dan kebebasan seseorang.

Mereka yang berhenti mengakses Facebook selama seminggu merasa lebih bebas dan bahagia dengan hidupnya.

Mereka yang berhenti mengakses Facebook juga merasa lebih antusias, tidak mudah marah dan tidak mudah stress seperti saat masih mengakses Facebook. Terlebih, kehidupan nyata dalam bersosial mereka juga menjadi lebih harmonis.

Happiness Research Institute menyatakan sampel yang secara rutin memeriksa Facebook mungkin tidak bahagia, sebab Facebook hanya menyoroti sisi terbaik dalam hidup seseorang.

Hal tersebut membuat pengguna fokus pada apa yang dimiliki orang lain, bukan yang dimiliki diri sendiri.

Biar bagaimanapun, penelitian tidak menyebutkan sampel yang masih mengakses Facebook tidak bahagia.

Tingkat stress dari responden pemakai Facebook juga lebih tinggi, dengan dibanding mereka yang diminta menjauhi Facebook.

Kenapa orang yang tak memakai Facebook cenderung merasa lebih bahagia?

CEO Happiness Research Institute Meik Wiking mengatakan bahwa Facebook dipenuhi hal-hal mentereng mengenai hidup orang lain yang membuat pengguna merasa hidupnya kurang bahagia.

“Facebook berisi berita bagus dari orang-orang, sementara kita melihat keluar jendela dan ada awan mendung,” kata Wiking memberi perumpamaan, sebagaimana dikutip “nuga” dari Metro, Selasa, 17 November 2015.

Banjir informasi pengalaman-pengalaman orang lain tersebut kemudian membuat pengguna merasa iri.

“Sayangnya, daripada fokus ke hal yang kita butuhkan, kita condong lebih berfokus kepada apa yang dimiliki orang lain,” tulis para peneliti dalam riset itu.

Menurut Wiking, pihaknya sengaja memilih Facebook sebagai tema penelitian karena jejaring sosial tersebut memiliki pengguna dari beragam kategori umur, baik tua maupun muda.

“Kita menilai hidup kita berdasarkan perbandingan dengan orang lain, dan karena orang hanya mengunggah hal yang positif saja di Facebook, membuat persepsi kita tentang kenyataan menjadi bias.”

Facebook menjelma menjadi sebuah “saluran berita hebat tanpa henti” dan menempatkan para pengguna pada resiko untuk melihat secara negatif tentang hidup mereka sendiri.

“Hal itu tidak seharusnya dijadikan sebuah acuan untuk mengevaluasi hidup kita sendiri,” tambah Wiking.

Menurut para peneliti, ini dikarenakan manusia mempunyai kecenderungan bawaan untuk lebih fokus pada kehidupan orang namun dankehilangan fokus tentang apa yang mereka butuhkan.

Sebagai contoh, studi ini menemukan banyak dari sukarelawan merespon negatif terhadap postingan Facebook orang lain ketika mereka memasukkan tagar #AMAZING, #HAPPY, atau #SUCCESS.

Sebuah studi baru lainnya menemukan kebahagiaan pada orang dewasa usia 30-an keatas mengalami penurunan, dan studi tersebut menyatakan bahwa media sosial sebagai “pelaku utama” penyebab tren penurunan tersebut.

Sementara kalangan dewasa muda berkembang bersama teknologi, yang menyebabkan perilaku mencari perhatian, orang dewasa yang lebih tua jelas-jelas tidak mengalami akibat yang sama

Pada akhir eksperimen, orang-orang yang tak membuka Facebook merasa memiliki kehidupan sosial yang lebih bervariasi dan tak mendapat banyak kesulitan dalam berkonsentrasi, sementara kelompok lainnya tidak berubah.

“Ketimbang fokus pada apa yang kita sebenarnya butuhkan, kita punya kecenderungan tak baik untuk fokus pada apa yang orang lain punya,” tulis peneliti studi.

Dengan kata lain, pengguna Facebook memiliki peluang merasa kurang bahagia dibandingkan mereka yang tidak memakai media sosial itu, seperti dilansir dari Japan Today.

Exit mobile version