Mei amblas…Juni hang… Juli sudah hanyut
Itulah hitungan bulan yang saya catat tanpa wujud dari janji Luhut Binsar Panjaitan tentang investasi resor pulau banyak Murban Energy. Janji di bulan november tahun lalu yang saya baca di “arab news,” media beken abu dhabi.
“Di bulan mei resor pulau banyak sudah bisa direalisasi.”
Bukan hanya wujud realisasi yang hang. Memorandum of understanding-nya pun nggak tahu di map mana lipatannya usai gagal ditandatangani.
Padahal di bulan november tahun lalu nota kesepahaman itu sudah dijepit gubernur Nova Iriansyah diketiaknya dengan jalan dijinjit menyertai tur Jokowi ke Abu Dhabi.
Nova, kala itu, dalam balutan jas dan dasi merah belum pulih betul usai kecelakaan mengakibat tulang tungkainya bergeser. Tapi apa daya. Nova terpaksa membawa pulang nota kesepahaman karena ada butirnya yang belum final.
Hingga soh di awal juli lalu Nova tak pernah memberitahu dimana map kesepahaman itu tersimpan.
Tidak hanya Nova, Luhut juga tak pernah mengulik tentang investasi “gajah” itu. Padahal Anda tahu ia seorang menteri dengan gelar “lord.” Menteri segala cuaca yang bisa memutihkan yang hitam dan menghitamkan yang putih di negeri ini.
Saya nggak ingin su-uzon terhadap Luhut. Beban kerjanya sudah “overload.” Tidak hanya mengurus maritim dan investasi tapi sudah melar ke covid, batubara hingga minyak goreng. Kasihan Luhut.
Lebih kasihan lagi dengan Dulmusrid. Bupati Aceh Singkil kala itu. Koar-koarnya tentang pulau banyak resor Murban Energy itu bak mengecat langit. Hingga ia resign pertengahan juli kemarin koarnya masih mengapung di awan.
Tentu tidak hanya Luhut, Nova, Dulmusrid yang terkena getah “hoaks” investasi resor Murban Energy itu.
Bahlil Lahadalia dan Sandiaga Uno juga kena getahnya. Menteri investasi dan pariwisata tak terlihat lagi belangnya di seputar investasi itu. Keduanya selalu mengelak dari panggung gagalnya penandatanganan nota kesepahaman itu.
“Ada satu, dua poin yang masih dalam diskusi untuk implementasi investasi Murban di Aceh,” ucap Bahlil saat konferensi pers akhir tahun lalu
Diperlukan pembangunan infrastruktur yang mumpuni, seperti pendirian pelabuhan Singkil dan bandara Syekh Hamzah Fansyuri. Itu da;eh Bahlil.
Lain lagi lagi dengan Sandiaga. Ia yakin proyek destinasi utama pengembangan pariwisata itu punya peluang direalisasi. Alasannya proyek ini prestise dan sangat menarik. Saya percaya saja dengan Sandiaga karena ia ahli penerawang investasi.
Sedangkan Bahlil, hingga tulisan ini turun, belum merinci hal-hal yang jadi pertimbangan Murban hengkang dari pulau banyak. Tapi, ia memastikan rencana investasi akan tetap jadi.
“Ter-pending bukan berarti tidak jalan. Butuh waktu sedikit. Masih ada beberapa persepsi yang harus kita sama luruskan,” katanya.
Entah iya entah nggak yang dikoarkan para pembantu Jokowi itu saya tak tahu. Sebab bukan pemain di investasi.
Kabar terbaru yang dibisiki seorang pejabat parawisata dan ekonomi kreatif ke saya, Luhut telah membahas kembali rencana ini bersama dengan menteri energi dan industri uni emirat arab Suhail Mohammed Al Mazrouei.
Terlalu sayang proyek pengembangan resor pariwisata bernilai lima ratus juta dollar dilewatkan. Kan rupiahnya tujuh setengah triliun. Angka gajah. Apalagi investornya uni emirat arab. Murban Energy
Murban energy yang merupakan sebuah perusahaan portofolio. Investasinya mencakup pengembangan resor mewah di Maladewa dan Seychelles.
Pertimbangannya untuk investasi di pulau banyak karena jarakmua hamya lima jam dari abu dhabi bila menggunakan pesawat. Selain itu keindahan pulau-pulau di pulau banyak tidak kalah dengan pulau-pulau di Maladewa.
Salah satu pilihan lainnya, karena provinsi iin mayoritas penduduknya muslim dan memberlakukan hukum syariah.
Sebelum mei amblas.. juni hang.. dan juli hanyut ini.. saya pernah menulis tentang rencana investasi ini. Tapi dengan gaya menyindir. Menyindir nota kesepahamannya berisi uap angin. Bukan agrement atau persisnya kesepahaman.
Jalan kesana, seperti di sampaikan seorang rekan, yang namanya nggak usah di sebut. takut dibreidel, masih panjang. karena studinya letoy. Masih perlu pengulangan dan perbaikan persyaratan.
Sang rekan, yang sudah puluhan tahun bermukim di Abu Dhabi, dan bekerja di sebuah corporat investasi, hanya tertawa ketika saya interogasi tentang buyarnya acara penanda tanganan agrement itu lewat video call.
“Ah… nggak usahlah saya ditanyai macam pesakitan. Anda kan seorang jurnalis beken. Bukan wartawan odong-odong,” katanya dalam nada canda diiringi tawa lepas.
“Bukan merupakan pepesan kosong?” tanya saya mengejar jawabannya sebelum ia tertawa lagi. “Entahlah?” jawabnya mengalihkan pembicaraan tentang bagaimana dengan kondisi Pulau Banyak hari-hari ini.
Pembahasan tentang keindahan Pulau Banyak akhirnya menjadi topik utama kami hari itu.
Maaf, sekali lagi saya tak ingin menyebut dan menulis namanya dalam tulisan ini.
Untuk Anda tahu, sang rekan yang saya interogasi itu adalah anak “ketelatan” yang sukses menapak karir sebagai prefesional di bidang investasi.
Anak “ketelatan” ini merupakan sebutan heboh kami sejak remaja bagi mereka yang “keluar” dari Aceh Selatan di akhir tahun enam puluhan
Ia memang anak “ketelatan” yang berasal dari sebuah desa terpencil di ujung Bakongan. Melewati jenjang pendidikan sekolah menengah di Tapaktuan untuk kemudian beringsut melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi di salah satu universitas di Jawa.
Sejak mula ia memang senang dengan hitung-hitungan dan menyelesaikan pendidikan akuntannya dengan cumlaude dan bekerja di Jakarta, Singapura, Taiwan serta ke Abu Dhabi.
“Saya concern dengan investasi resort di Pulau Banyak Namun tidak terlalu senang dengan investor luar. Kenapa nggak di bangun lewat kreatifitas anggaran daerah atau pusat. Kok dikit-dikit asing,” katanya dengan nada tinggi.
Masih dengan suara baritonnya, sang rekan, memberitahu bahwa Murban Energi itu ada adukan Cinanya. Kelak mereka akan menyerahkan manajemenya dengan Cina dan ujungnya akan masuk tenaga kerja Tiongkok.
“Aneuk aso lhok i pe tak. Alasannya sepele, nggak bisa kerja. Kita akan dapat remeh temehnya.”
Saya mengamini celotehan sang rekan. Ia banyak benarnya. “Investor asing itu nyinyir lho bang. Mereka ingin safety saja. Mereka selalu mengecilkan faktor resiko. Yang digimbalnyakan kita,” tambahnya.
Saya hanya bisa menyahut di ujung pembicaraan, Wallahualam…
Terlepas dari ocehan ala meunasah berbasis intelektual sang rekan, pecahnya gelembung investasi Murban Energi di Pulau Banyak, yang isinya hanya angin surga itu, memang sudah saya prediksi dan analis dalam dua tulisan terdahulu.
Sebagai jurnalis yang dibesarkan oleh media berjargon investigasi reporting dan beriklan “enak di baca dan perlu,” saya menangkap ada keluguan dari ekspose pejabat lokal dan pusat tentang investasi ini.
Nggak percaya?
Bacalah isi media, baik cetak maupun medsos, yang mengutip keterangan gubernur Nova, bupati Singkil hingga ke ngomong Luhut Binsar Panjaitan saat itu. Semua isinya kutipan yang dari judul hingga isinya hanya kalimat tanya.
Tak ada jawaban di sana.
Saya sendiri semula ingin mengejar rencana investasi ini. Sempat berbincang dengan seorang kawan di Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia bernama Reza Pahlevi. Saya tak ingin ia buka-bukaan. Maklum. Saya harus tahu etika.
Pembicaraan kami hanya sekadar wawasan. Ia hanya mengarahkan saya untuk diskusi dengan Martunis. Ia kepala dinas investasi di Aceh, kata Reza, yang memberi nama dan alamat.
Di sebuah pagi saya meneleponnya. Jawaban, sedang meeting. Di kesempatan lain saya kembali call. Janji hari Senin bisa ketemu, Saya tunggu. Berlalu tanpa ada saling sapa.
Ya, udah. Saya nggak antusias untuk bertemu. Ia mungkin menganggap saya wartawan kartu nama. Mungkin juga lebih bawah dari itu. Jurnalis pasar Penayong.
Integritas saya melonjak. Tensinya saya meluap. “Saya bukan jurnalis abal-abal. Kok sewot dengan pejabat ikan lele,” pikir saya.
Sudah.
Kenyataannya?