Site icon nuga.co

Riverwalk Peunayong: Bukan “Cet Langet?”

Penayong berubah?

So pasti!

Datanglah hari-hari ini  ke kawasan “pecinaan” itu. Anda akan  diusik oleh orkestra permainan bunyi ting tong  dari hempasan palu dan raung buldozer menebas dinding serta tiang bangunan.

Juga ada sumpah serapah pengendara bermotor akibat  penutupan banyak akses jalan.

Dan, kala Anda berkunjung pasti nggak menemukan lagi bangunan pasar ikan yang  biasanya menebar bau anyir di jalan Supratman. Juga, sudah dipensiun dinikan  pasar sayur di jalan Kartini.

Kedua lokasi pasar itu sudah di pagar seng dan di umpetin  satgas Satpol PP agar lahannya tidak diusik pedagang musiman.

Bangunan pasar ikan sendiri, sudah rata dengan tanah dan siap untuk menuju  hajatan besar sang walikota  sebagai  bagian bangunan riverwalk  pusat kuliner peunayong.

Dari semua langkah besarf ini apakah Penayong mulai berrbenah?

Jawabnya iya

Datang saja ke kawasan bekas sekolah smep yang kini ditempati sebuah sekolah lanjutan pertama. Anda pasti akan tercengang bagaimana hamparan jalannya di atapi sejak dari kios buah hingga ke ujung kampung mulia.

Hari-hari ini, kaki limanya sedang di pasang keramik.

Berbagai fasilitas untuk menyenangkan pedagang, mungkin, juga menyenangkan sang walikota, akan terus bermunculan lewat bangunan megah.

Kesimpulan sementara, Peunayong dalam satu kata kunci, sedang berbenah. Berbenah  dari  kesumpekan

Para pedagang, yang dulu mengais rezeki di banyak lokasi,  telah “terusir”  Mereka kini sudah menempati los dan kios baru di Pasar Mahirah. Sebuah pasar baru di kawasan Lamdingin.

Memang, di awal hijrahnya,  terjadi tarik ulur dan jor-joran antara pedagang dengan petugas.

Persoalannya, seperti dikatakan  Cek Man, mantan pedagang buah di Peunayong, fasilitas pasar Mahirah belum lengkap.

Parkir kendaraan semraut dan berebutan dengan lahan jualan.

“Kami sudah tiga kali harus berpindah tempat. Belum juga final. Mungkin, nantinya,  akan terusir ke ujung sana,” kata pedagang buah itu menunjuk sebuah kawasan di ujung tambak.

Lain lagi keluhan pedagang ikan.

Mereka dipindahkan lebih awal. Bersamaan dengan peresmian penggunaaan pasar oleh gubernur.

“Nasib kami lebih parah,” ujar Ajie, nelangsa mengenang masa paling suram kehidupannya. “Waktu itu kami di zalimi.  Kami dipindahpaksa ketika pasar sayur masih difungsikan di Penayong.”

“Rezeki kami sempat sengkarut. Siapa yang mau datang ke pasar Mahirah. Sedangkan di tempat pelelangan ikan Lampulo pedagang kecil dibiarkan beraktifitas,” ujarnya.

“Kami melawan.”

Seperti kata Ajie, ia dan kawan-kawannya unjuk rasa  ke Balai kota membawa keranjang berisi ikan busuk dan membuangnya di pelataran. Aksi ini, untuk saat itu, berhasil. Kami dibolehkan kembali ke Penayong. Pagar seng pasar ikan dibuka,.

Jor-joran ini berasal dari fasilitas dan kebijakan tambal sulam walikota.

“Hangat-hangat tai ayam.

Tapi, betulkah fasilitas di  pasar Mahirah belum final.

“Kalau final memang belum seratus persen Kami terus melengkapinya untuk kenyamanan para pedagang,” kata Aminullah, sang walikota Banda Aceh.

Tentang jor joran dengan pedagang?

“Persoalannya sudah selesai,” kata Amin begitu sang walikota di sapa

Lantas kenapa ada langkah cepat membangun bekas pasar Peunayong untuk dijadikan sebagai kawasan wisata kuliner riverwalk?

“Ini masalah prioritas anggaran,” ujar seorang anggota dprd Banda Aceh yang minta namanya untuk tidak ditulis.

Dan persoalan anggaran ini  juga yang menyebabkan Pasar Mahirah dibengkalaikan.

Terbengkalainya lahan parkirnya. Bongkar pasangnya los pasar sayur, da belum adanya bak penampungan air buangan yang menyebabkan pengunjung balepotan lumpur ketika belanja.

Lantas, kalau anggaran belum klop bagaimana untuk mewujudkan sebuah gagasan besar riverwalk di Penayong?

Seorang kawan saya yang mantan pejabat di balai kota sempat menekuk mulutnya ketika kami diskusi mengenai pembangunan riverwalk dan pusat kuliner Peunayong saat olahraga pagi di Blang Padang, pekan lalu

Ia memang tak mengatakan ide ini  seluruhnya “cet langet.” Tapi untuk mengejawantahkannya dalam keinginan besar  sang walikota  bakal mengalami kesulitan.

“Apalagi pak Amin kan satu tahun lagi di situ,” katanya sambil menunjuk rumah dinas walikota ketika kami melewatinya dari track olahraga Blang Padang.

Sembari ketawa sang mantan pejabat itu menyindir secara enteng. Mungkin beliau ingin “lanjut.”

Maksudnya ingin  duduk untuk jabatan periode kedua

Riverwalks, seperti dipublikasikan, memang berasal dari gagasan besar, rencana besar dan anggaran besar.

Mewujudkannya perlu juga dengan nyali besar.

“Jangan-jangan korupsinya juga besar.”  Ini  hanya  sentilan yang diapungkan  ke langit oleh para pengamat

Bagaimana tidak.

Rencana besar sang wali kota Aminullah sudah banyak masuk ke draft anggaran dan difinalisasi lewat pembahasan  dprd lewat pintu berbagai dinas.

Anggota dprd tampaknya ikut meng”amin”i rencana besar ini.   Alias setuju.

Persetujuan itu menggemaskan para aparat sipil struktural.

Soalnya, banyak dana yang tersedot ke infrastruktur yang berdampak pada tersendatnya  penerimaan mereka dalam bentuk tunjangan khusus.

Tunjangan yang populer dengan te-ce.

“Sudah empat bulan kami tak menerima te-ce. Katanya akan dibayar tahun depan,” ujar seorang pegawai eselon dua di balai kota.

Pertanyaan lanjutannya, kenapa nggak protes. “Wuih bisa bahaya. Bisa dicopot.”

Ancaman copot ini menyebabkan para aparat sipil negara itu tak bisa berkutik.

Dan dari selentingan juga beredar “hoax” atau berita kacau bahwa pembangunan infrastruktur yang dikebut Aminullah dikelola oleh pihak tertentu.

“Fee-nya gede pak,” kata si orang itu berandai-andai.

Exit mobile version