Risau menjadi tua?
“Cilaka.”
Lantas?
Menurut penelitian terbaru kerisauan menjadi tua akan memicu penyakit Alzheimer.
Untuk itu mengabaikan, dengam menerima menjadi tua, akan mampu menurunkan risiko berkembangnya penyakit Alzheimer
Studi terbaru didapat dari hasil penelitian Yale School of Public Health yang menganalisis hubungan antara pikiran negatif terhadap penuaan dan berkembangnya penyakit Alzheimer.
Seperti ditulis “Yahoo Healt,” Senin, 14 Desember 2015, untuk studi tersebut, para peneliti menganalisis sikap ratusan orang sehat berusia empat puluhan terhadap penuaan.
Mereka berpartisipasi dalam Studi Longitudinal Penuaan Baltimore.
Mereka diminta menimbang-nimbang pernyataan seperti ‘orang-orang tua linglung’ atau ‘orang-orang tua punya masalah dalam mempelajari hal baru’.
Ilmuwan juga menganalisis pemindaian otak menggunakan MRI untuk tahu bagaimana kondisi otak mereka saat berusia enam puluhan akhir, serta otopsi otak.
Para ilmuwan menemukan kelompok yang memiliki lebih banyak pikiran negatif tentang penuaan memiliki penurunan volume hippocampus lebih besar. Yakni daerah di otak yang penting untuk mengingat. Penurunan volume inilah yang jadi indikator penyakit Alzheimer.
Kelompok ini juga punya angka signifikan untuk dua lagi indikator Alzheimer: plak amyloid atau protein yang membentuk sel-sel antarotak dan simpul neurofibrillary yang berarti simpul jaringan protein yang membentuk sel-sel antara otak.
Peneliti mengatakan studi tersebut adalah yang pertama menemukan hubungan antara perubahan otak berhubungan dengan penyakit Alzheimer ke faktor risiko psikososial.
Menurut Asosiasi Alzheimer, penyakit ini termasuk sepuluh tertinggi penyebab kematian yang tak dapat dicegah, diobati, atau diperlambat.
Namun seberapa mengkhawatirkannya faktor penuaan ini?
Peneliti menunjuk stres sebagai faktor potensial. Ahli penyakit Alzheimer, Richard Caselli, MD, seorang neurolog di Mayo Clinic di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat mengatakan, ada lebih banyak hal yang berimbas ke Alzheimer dibanding sekadar stres.
Karena genetika dikenal luas sebagai faktor risiko penyakit ini, Caselli mengatakan kekhawatiran bisa menjadi risiko penentu.
Meski begitu, lanjutnya, ada sebuah kaitan yang diketahui luas cenderung lebih menggelisahkan, yakni pola makan buruk dan tak berolah raga. Mengkonsumsi makanan sehat dan berolahraga teratur dapat membantu mengurangi risiko pikun.
Namun Clifford Segil, DO, seorang neurolog di Pusat Kesehatan Providence Saint John, California mengatakan hubungannya belum kita pahami.
“Ada hubungan pikiran-tubuh yang belum dapat didiagnosis atau dipahami pengobatan modern,” ujarnya.
Untuk sementara, Segil menyodorkan nasihat berikut, “Semua orang khawatir menjadi tua, tapi kita harus lebih optimistis ketika nanti tua, pengobatan modern akan mampu merawat kita.”