Tuduhan bahwa selama ini yang memvonis pria tidak senang dengan foreplay, atau permainan sebelum bercinta, ternyata keliru. Dan keliru pula anggapan bahwa pria menginginkan “tembak langsung” ketika ingin bercinta dengan pasangannya.
Sebuah riset terbaru mememntahkan anggapan yang selama ini beredar, bahwa pria cenderung malas atau enggan berlama-lama melakukan foreplay sebelum bercinta dengan pasangannya. Hasil riset terbaru itu tidak hanya mematahkan anggapan tersebut, tapi juga menempatkan pria sebagai kaum yang suka berlama-lama sebelum masuk dalam ruang “tembak.”.
“Ya, lelaki justru menikmati foreplay lebih daripada wanita. Mereka juga cenderung yang lebih banyak berusaha untuk menikmati momen bercinta lebih lama ketimbang pasangannya,” tulis penelitian itu.
Penelitian yang diadakan oleh situs belanja khusus sex toys Lovehoney ini juga mengungkap kalau sebagian wanita justru mengalami orgasme lebih dulu daripada pria. Dari dua ribu responden, ada delapan belas persen pria yang mengaku perlu waktu tiga puluh menit untuk foreplay sebelum akhirnya melakukan penetrasi seks.
Sementara tiga puluh tiga persen suka sesi foreplay-nya lebih lama dari setengah jam. Lebih mengejutkannya lagi, sebanyak sepuluh persen pria menyatakan tidak masalah jika harus menghabiskan waktu hingga satu jam hanya untuk foreplay, bahkan bisa lebih.
Seperti dikutip dari Times Of India, hasil survei yang diadakan Lovehoney bersama pakar percintaan Tracey Cox ini menangkis mitos-mitos yang menyebutkan bahwa pria tidak terlalu memedulikan foreplay dan memilih untuk langsung bercinta dengan pasangannya. Padahal menurut survei tersebut pria justru ingin bermesraan lebih lama dari wanita.
Jika durasi foreplay pria rata-rata minimal tiga puluh menit, maka wanita bisa lebih cepat dari itu. Sebanyak tujuh belas persen wanita mengklaim bahwa waktu untuk menikmati foreplay hanya sekitar dua puluh lima menit.
Pria juga cenderung ingin lebih lama melakukan penetrasi seks. Sepertiga pria mengatakan, durasi waktu bercinta yang ideal adalah antara dua puluh hingga tiga puluh menit. Sementara wanita lebih cepat, bagi enam belas responden, bercinta sebaiknya tak lebih dari sepuluh menit.Apakah waktu bercinta itu erkaitan dengan orgasme. Dan bagaimana pula dampak orgasme terhadap wanita. Dan apakah wanita menikmati orgasme dalam bercinta.
Regan Ward tidak pernah merasakan seperti apa orgasme baik itu saat bercinta ataupun masturbasi seorang diri. Apa yang dialami Megan ini bukan karena dia tidak cukup mendapat stimulasi sebelum bercinta, melainkan karena dia menderita anorgasmia.
Itulah nama gangguan kesehatan yang sangat jarang terjadi pada wanita. Anorgasmia membuat wanita tidak akan pernah mencapai orgasme ketika bercinta.
“Aku tidak pernah, tidak sekalipun, baik saat masturbasi, bersama pasanganku, ataupun menggunakan vibrator,” kata wanita sembilan belas tahun itu dalam sebuah situs mahasiswa bernama The Tab.
Setelah kesulitan orgasme ini cukup lama dialaminya, dia pun meminta bantuan terapis seks pada Maret 2014 lalu. Setelah berkonsultasi sang terapis seks menyebutnya menderita Cognivitive Behavioural Therapy. Dia pun diminta menjalani terapi. Namun setelah delapan sesi terapi, tidak ada kemajuan apapun yang didapatnya. Megan tetap tidak bisa orgasme saat bercinta.
“Terapisku, awalnya sangat percaya diri aku hanyalah satu dari 20 wanita yang tidak bisa klimaks. Tapi seiring waktu berjalan dan aku tidak lebih baik, kami berdua bingung dan frustasi. Aku sudah menggunakan metode yang diajarkan dan aku orgasme itu tetap tidak terjadi. Aku gagal,” cerita Megan yang akhirnya berhenti menjalani terapi.
Mahasiswi sebuah universitas di Birmingham, Inggris itu mengatakan ada banyak sebab wanita mengalami anorgasmia. Salah satunya adalah kurangnya stimulasi dari pasangan atau diri sendiri (ketika masturbasi).
“Tapi pada kasusku tidak demikian. Aku punya empat jenis vibrator, jadi aku benar-benar terstimulasi. Tapi saat aku merasa sudah dekat dengan orgasme, seperti ada dinding ditaruh di kepalaku dan membuat semua stimulasi itu berhenti,” katanya.
Masalah anorgasmia ini membuat Megan kehilangan gairah seksnya. Dia pun berencana kembali lagi menjalani terapi dengan harapan dia bisa memiliki kehidupan seks yang lebih baik di masa depan.