Sebagai pebalap yang menjuarai tujuh kali ajang Motto GP, Valentino Rossi nyaris menjadi legenda hidup disetiap penampilannya. Ia memberikan kegembiraan kepada publik sekaligus persaingan yang sangat menghibur. Hiburan terakhir yang diberikan pebalap 34 tahun asal Italia yang digelari dengan “The Doctor” itu adalah, ketika ia mempertontonkan adu kecepatan dan salin salip dengan “rookie” Repsol Honda Marc Marcquez di Sirikuit Losail, Bahrain, tiga pekan lalu.
Siapa pun yang menyaksikan “pertunjukan” itu mendapat hiburan yang selama dua tahun terakahir menghilang dari arena balapan. Bukan hanya penonton, pengamat dan para pebalap yang dibuat terkagum-kagum dengan aksi keduanya, tapi juga telah menaikkan kembali pamor Motto GP sebagai salah ajang paling diminati oleh penonton.
Selama dua tahun bergabung dengan Ducati, sebelum akhirnya kembali ke Yamaha dalam musim 2013 ini, Motto GP seperti kehilangan “roh”nya dan ditinggalkan oleh pemirsa. Di Ducati Valentino Rossi menghadapi masalah dengan motornya. Ia tak pernah meraih podium dan seperti hilang dari peredaran karena didatangi berbagai hadangan.
Kembalinya Rossi ini dipantik dengan komentar kontroversi Kevin Schwantz yang mengatakan, selama dua tahun ketika memperkuat Ducati Valentino Rossi telah membuat MotoGP menjadi tidak berharga.
Menurut Schwantz, Valentino “The Doctor” itu memang legenda hidup balap motor. Keberhasilannya meraih sembilan gelar juara dunia, di mana tujuh diantaranya direbut di kelas premier. “Tanpa Valentino Rossi, kejuaraan dunia MotoGP tidak berharga,” kata Schwantz seperti dikutip Motorcycle News.
Namun, tak semua setuju dengan pernyataan dari juara dunia kelas 500cc 1993 asal Texas, Amerika Serikat itu. Pedrosa yang sebelumnya sempat dikritik Schwantz takkan pernah bisa menjadi juara dunia, menjadi salah satu orang yang membantah ucapannya.
“Kita tahu Valentino telah melakukan hal yang hebat di olahraga ini. Namun, jika selama ini dia membalap sendirian apakah ia akan dinilai sama seperti sekarang. “Jangan lupa selama dua tahun ini ketika dia mengalami kesulitan, masih muncul beberapa balapan bagus dan momen-momen luar biasa,” cetus Pedrosa.
Dalam komentar sebelumnya Schwantz mengatakan, kemampuan Dani Pedrosa semakin diragukan untuk tampil sebagai juara dunia . Kevin Schwantz, juara dunia Motto GP 1993, bahkan dengan lantang menyatakan bahwa pembalap Repsol Honda itu takkan pernah menjadi juara dunia.
Bukan hanya Pedrosa yang dicecar. Mentor sekaligus manajernya sejak 2001 lalu Alberto Puig juga menjadi sasaran kritik legenda asal Amerika Serikat tersebut. “Dani tidak punya kelebihan apapun, tapi dia mendapatkan lebih dari apa yang seharusnya. Seperti halnya Alberto Puig,” kata Schwantz seperti dikutip Motorcycle News.
Musim ini merupakan tahun kedelapan Pedrosa di Repsol Honda. Sejak debut pada 2006, Pedrosa belum bisa merasakan manisnya menjadi juara dunia. Prestasi terbaiknya adalah runner–up yang dia catat tiga kali pada 2007, 2010 dan 2012. Pedrosa tak bisa mengikuti jejak Nicky Hayden dan Casey Stoner yang menjadi juara bersama Honda pada 2006 dan 2011.
“Dani butuh level yang lebih tinggi dari ini. Saya menyukai Dani tapi dia telah bersama Honda selama delapan tahun dan belum memenangi apapun,” ujar Schwantz. “Saya sebenarnya ingin dia bisa membuktikan bahwa saya salah. Namun, saya kira dia takkan pernah mampu,” cetus Schwantz yang kini berusia 48 tahun.
Musim ini pembalap Spanyol berumur 27 tahun itu mendapat tantangan serius dari rekan senegaranya Marc Marquez. Juara Moto 2 musim lalu itu sudah menjuarai balapan di seri keduanya dalam musim debut di MotoGP dan kini memimpin klasemen sementara bersama Jorge Lorenzo.
Menjawan kritikan Schwantz itu, Dani Pedrosa mengakui dirinya belum jadi juara dunia tapi raihan tiga besar sebanyak enam kali, kemenangan di 22 seri dan 72 kali podium tak bisa dinafikan begitu saja.
“Lihatlah statistik karier saya dulu, baru kita bisa ngobrol. Saya mungkin belum pernah menyabet gelar juara dunia. Tapi saya sudah mencetak rekor-rekor lain di olahraga ini yang orang lain belum mampu raih,” kata Pedrosa seperti dikutip Motorcycle News.
Pengakuan tersebut dilontarkan untuk menanggapi pernyataan juara dunia kelas 500cc 1993 asal Amerika Serikat Kevin Schwantz yang menganggapnya takkan pernah meraih titel MotoGP karena selama delapan tahun di Repsol Honda, Pedrosa hampa gelar.
Dani Pedrosa dikontrak Repsol Honda pada 2006 setelah menjadi juara dunia 250 cc pada 2004 serta 2005 dan juara dunia 125 cc pada 2003.
Selama delapan tahun di pabrikan raksasa tersebut, Pedrosa menorehkan tiga kali runner-up, 22 kali kemenangan, 72 kali podium, 24 kali pole position, 35 kali fastest lap dan 1.769 poin. Yang kurang darinya hanyalah gelar juara dunia.
“Jumlah kemenangan saya juga hampir menyamai perolehannya (Selama sembilan tahun kariernya, Schwantz menang 25 kali). Jangan lupa (kemenangan-kemenangan itu) diraih dengan Valentino (Rossi) dan lain-lain ada di trek melawan saya,” cetus pembalap 27 tahun asal Spanyol ini.